Selamat Jalan Kyai Muhammad Jazir ASP: Sang Arsitek Kemakmuran Masjid
Oleh: Rumini Zulfikar (Gus Zul), Penasehat PRM Troketon, Pedan, Klaten.
“Masjid tidak hanya untuk tempat ibadah, akan tetapi dari masjid itulah sebagai titik nol untuk membangun peradaban umat, bangsa, dan negara.”
Senin pagi mendapatkan kabar meninggalnya Kyai Haji Muhammad Jazir ASP. Selain sebagai Ketua Dewan Syura Masjid Jogokariyan di grup WA Warga Muhammadiyah, rasa sedih dan duka yang mendalam menyelimuti. Beliau seorang tokoh yang sudah familiar di kalangan umat Islam, lebih-lebih di kalangan Persyarikatan Muhammadiyah. Selain sebagai Ketua PRM Jogokariyan, beliau juga menjadi Ketua Dewan Syura Masjid Jogokariyan, yang mana masjid tersebut lewat sentuhan tangan dingin beliau menjadi masjid rujukan di Indonesia. Masjid yang fenomenal beberapa tahun yang lalu dan sampai sekarang, selain menjadi ikon di Jogokariyan juga menjadi tempat belajar bagi masjid-masjid yang ingin maju dan menjadikan masjid sebagai pusat peradaban. Beliau seorang mujaddid, mujahid, serta seorang maestro manajemen Masjid Jogokariyan. Rasa sedih dan duka yang mendalam tidak hanya dirasakan warga Persyarikatan Muhammadiyah, melainkan umat Islam, tidak hanya di Yogyakarta tetapi se-Indonesia.
Bagi penulis yang pernah berinteraksi dengan beliau, beliau adalah sosok yang visioner, tegas, serta pribadi yang teduh dan humble. Walaupun tatap muka langsung hanya beberapa jam, bagi penulis sangat bahagia dipertemukan dengan beliau.
Karena dengan kegigihan dan ketekunan itulah beliau mendobrak sebuah mindset atau pemikiran dalam mengelola masjid, yang mana kala itu seperti itu-itu saja. Seakan masjid hanya sebagai tempat ibadah ritual untuk sembahyang saja.
Sebuah pemikiran, ide, dan gagasan yang brilian itulah setidaknya ada tiga nilai yang harus dilakukan oleh takmir masjid supaya masjid menjadi tempat ibadah yang multifungsi. Maka beliau mengungkapkan ada tiga hal yang harus dibangun oleh takmir masjid (DKM) itu sendiri.
Yang pertama, membangun narasi, yaitu pemikiran bahwa masjid harus menjadi pusat peradaban bagi umat Islam yang unggul, yang bisa menjawab tantangan dan problematika umat, masyarakat, bangsa, dan negara. Sebuah keinginan atau cita-cita yang besar harus dimulai dengan gagasan-gagasan yang segar. Kalau kita meminjam dalam bahasa Sanskerta yang berbunyi “Samata Abhi Prya”, yang bermakna pentingnya satu pemikiran, satu tujuan untuk menggapai kemuliaan.
Yang kedua adalah aksi atau tindakan. Setelah ide, gagasan, atau visi besar, maka yang dilakukan adalah aksi dengan memetakan, dengan membuat istilahnya sensus: warga mana yang belum salat, warga yang miskin, latar belakang pendidikan, dan latar belakang ekonomi. Setelah mendapatkan gambaran dari sensus, maka beliau bersama pengurus takmir Masjid Jogokariyan bisa langsung mengambil kebijakan yang memberikan kemanfaatan bagi umat. Hal ini banyak sekali hasil dari aksi tersebut, yaitu mampu membayar kuliah warga yang tidak mampu, membayar lahan, mampu membangun hotel, dan lain sebagainya.
Yang ketiga adalah donasi. Hal ini sangat penting dalam rangka untuk menggerakkan roda dakwah serta dalam rangka untuk menghidupi kemasjidan. Untuk menumbuhkan masyarakat agar gemar memberikan infak dan sedekah, maka harus dipacu dan harus dientaskan dari kemiskinan itu sendiri. Sehingga apabila umat atau masyarakat sejahtera, maka akan sangat mudah untuk memberikan sedekah jariyah ke masjid. Dan ini sangatlah penting bagi kemakmuran masjid dan umat sendiri.
Maka apa yang dilakukan oleh Kyai Muhammad Jazir ASP adalah sebuah gebrakan yang membangun satu frekuensi antara takmir masjid, jamaah masjid, dengan masyarakat luas. Sehingga apa yang beliau ikhtiarkan telah banyak memberikan sebuah energi perubahan yang berarti dan menjadi inspirasi masjid-masjid yang lainnya, bahkan sampai mancanegara. Karena masjid merupakan tempat di mana membangun sebuah peradaban umat.
Bahkan dalam sebuah kesempatan kajian pada bulan September 2023, saat itu penulis mengikuti kajian di Masjid Jami’ Karangdowo, beliau mengatakan bahwa masjid mempunyai lima fungsi pokok. Pertama, Baitullah, yaitu masjid sebagai tempat untuk membangun interaksi seorang hamba dengan Sang Pencipta, sehingga dengan demikian adanya hubungan yang baik akan memancarkan kesalehan spiritual masing-masing pribadi.
Yang kedua, Baitul muamalah, masjid sebagai tempat membangun interaksi sosial yang bermakna, yaitu masjid sebagai tempat untuk mengokohkan nilai-nilai ketauhidan serta kesalehan sosial.
Yang ketiga, Baitul mal, yaitu masjid merupakan titik pusat komando dalam rangka untuk memberdayakan umat dengan mengoptimalkan peran serta umat itu sendiri, yaitu sebagai tempat problem solving (mengatasi masalah umat).
Yang keempat, Baitul tarbiyah, yaitu masjid sebagai tempat untuk mendidik dan mengkader generasi penerus sehingga akan terwujud generasi-generasi yang mumpuni, yang peka membaca keadaan atau kondisi umat, baik di bidang sosial-politik, ekonomi, maupun budaya secara utuh.
Yang kelima, masjid sebagai kawah candradimuka untuk mempersiapkan calon pemimpin umat, masyarakat, bangsa, dan negara, sebagaimana telah dilakukan pada zaman Rasulullah SAW, atau lebih dikenal dengan Baitus Siyasah.
Selepas kepergian Kyai Muhammad Jazir ASP, maka para generasi muda harus mampu mengambil pelajaran yang telah diwariskan dari Kyai Jazir ASP dengan merawat, melestarikan, serta melanjutkan dan mengembangkan cita-cita beliau di masa hidup yang belum terlaksana, yaitu sebuah program dana pensiunan untuk marbot masjid.
Selamat jalan, Kyai. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan tempat terbaik bagi Kyai Jazir ASP. Aamiin.

