Sentuhan Surgawi dalam Mahligai Rumah Tangga
Oleh : Ahmad Afwan Yazid, MPd, Wakil Kepala SD Muhammadiyah 4 Kota Malang, Praktisi Pendidikan dan Parenting Keluarga
Dinginnya malam seringkali membawa beban pikiran dan penat dari rutinitas harian. Lampu kamar telah meredup, menyisakan keheningan yang seharusnya menjadi waktu istirahat. Namun, bagi pasangan suami istri, momen sebelum terlelap bukanlah akhir dari hari, melainkan awal dari ritual paling intim dan mendasar dalam pernikahan: pelukan erat.
Pelukan, dalam bingkai pernikahan Islami, bukanlah sekadar kontak fisik sesaat. Ia adalah bahasa universal yang melampaui kata-kata, sebuah jembatan yang menghubungkan dua jiwa yang lelah menjadi satu dalam rasa aman dan ketenangan. Pelukan adalah investasi sakinah, benih keharmonisan yang ditanamkan setiap hari, yang secara rutin menjamin kesehatan mental dan kestabilan emosional bagi kedua pasangan.
Tujuan utama dari pernikahan dalam Islam sungguh agung, sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT dalam Surah Ar-Rum ayat 21. Allah menyatakan dalam firmanNya,
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram (li taskunuu ilaiha) kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang (mawaddah wa rahmah). Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS ar-Rum : 21)
Ayat ini menetapkan tiga pilar utama rumah tangga, Sakinah (ketenangan), Mawaddah (cinta), dan Rahmah (kasih sayang). Pelukan erat adalah manifestasi fisik, emosional, dan spiritual dari ketiganya. Sentuhan menenangkan jiwa yang gelisah, menjadi tempat berlindung dari hiruk pikuk dunia (Sakinah); ia mengekspresikan cinta dan ketertarikan yang mendalam tanpa perlu diucapkan (Mawaddah); dan ia menunjukkan belas kasihan serta penerimaan terhadap segala kelemahan dan kekurangan pasangan (Rahmah).
Apa yang diajarkan Islam tentang kedekatan fisik sebenarnya telah divalidasi oleh ilmu pengetahuan modern, khususnya neurologi dan psikologi. Ketika suami dan istri berpelukan erat selama beberapa waktu, tubuh melepaskan hormon-hormon penting seperti Oksitosin, yang dikenal sebagai hormon cinta, yang memperkuat ikatan emosional, menumbuhkan rasa percaya, dan mengurangi rasa cemas. Pelepasan dopamin terkait dengan rasa senang juga terjadi, sementara kadar Kortisol (hormon stres) menurun drastis. Dengan kata lain, pelukan adalah terapi alamiah yang diperintahkan oleh syariat, sebuah ritual kecil yang memiliki dampak makro pada kualitas hidup berumah tangga.
Rasulullah Muhammad SAW, teladan terbaik dalam berumah tangga, menunjukkan betapa pentingnya sentuhan kasih sayang. Meskipun hadits tidak secara spesifik memerintahkan "pelukan wajib", berbagai riwayat menggambarkan keintiman dan kedekatan fisik beliau dengan istri-istri beliau, menjadikannya sunnah yang kuat. Diriwayatkan dari Aisyah RA, bahwa Nabi SAW seringkali mencium beliau meskipun sedang berpuasa. Aisyah RA berkata:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ، وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ.
"Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: 'Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mencium dan mencumbu (menyentuh) ketika beliau sedang berpuasa. Dan beliau adalah orang yang paling mampu menahan nafsunya (di antara kalian)." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hal ini menunjukkan bahwa sentuhan kasih sayang adalah bagian dari mu'asyarah bil ma'ruf (pergaulan yang baik). Kisah Aisyah menyisir rambut beliau saat beliau sedang beriktikaf di masjid juga menunjukkan keakraban di mana istri menjadi tempat pasangan bersandar dan mendapatkan ketenangan. Pelukan erat menjadi perluasan dari perintah Allah untuk bergaul dengan pasangan secara baik, menjamin bahwa kebutuhan emosional dan fisik pasangan terpenuhi, di mana pelukan adalah cara termudah untuk mengatakan: "Saya bersamamu, dan kamu aman bersamaku."
Sayangnya, dalam kehidupan modern yang serba sibuk, seringkali pasangan menjadi "teman sekamar" daripada "pasangan jiwa." Mereka berbagi atap, tetapi tidak berbagi kedekatan, memicu fenomena yang disebut kehampaan sentuhan (skin hunger). Ketika pelukan dan sentuhan dikesampingkan, komunikasi non-verbal terputus, banyak hal yang tidak bisa diungkapkan oleh lisan, namun disampaikan tuntas oleh sentuhan, membuat pasangan merasa tidak dilihat secara emosional. Meningkatnya jarak emosional ini membuat pasangan menjadi mudah tersulut emosi dan rentan terhadap kesalahpahaman. Lebih jauh lagi, jika kebutuhan sakinah tidak terpenuhi di rumah, hati akan mencari kenyamanan emosional di luar, membuka celah bagi godaan dan perselingkuhan emosional, menjadikan pelukan erat bagi seorang Muslim bukan hanya pilihan romantis, melainkan bagian dari ketaatan untuk menjaga benteng pernikahan.
Pelukan erat sebelum tidur seringkali berfungsi sebagai kunci dialog malam. Setelah seharian terpisah, momen pelukan memaksa pasangan untuk berhenti dari peran masing-masing dan kembali menjadi suami dan istri. Dalam keheningan pelukan itu, seringkali timbul pertanyaan tulus dan hati melunak, memungkinkan konflik yang dibawa dari siang hari meluap dalam bentuk kelegaan, bukan amarah. Rumah tangga Muslim idealnya adalah miniatur surga di dunia, dan pelukan erat adalah salah satu praktik mu'asyarah bil ma'ruf yang paling sederhana namun paling berdampak, sebuah bentuk ketaatan terhadap perintah Allah untuk mencari ketenteraman pada pasangan. Maka, setelah seharian berjuang di dunia luar, jangan biarkan malam berlalu tanpa ritual penyatuan jiwa. Peluklah pasangan Anda erat-erat. Dalam pelukan itu, bukan hanya keharmonisan yang tumbuh, tetapi juga sakinah yang dijanjikan, mengikat janji suci pernikahan hingga Jannah-Nya. (hanan)


