NGAWI, Suara Muhammadiyah — Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah melakukan kunjungan studi kerja dan silaturahmi ke Madrasah Diniyah Takmiliyah ‘Ula/Wustho’ Muhammadiyah Tempurejo, Sukorejo, Banyubiru, Widodaren, Ngawi, Jawa Timur, pada Kamis (28/8).
Rombongan Majelis Tabligh PP Muhammadiyah yang hadir antara lain Ir KH Achmad Supriyadi, MM (Bendahara), Ustadz Dr Waluyo, Lc., MA. (Wakil Sekretaris), Arief Bharata Al-Huda (Bidang Pengembangan Korps Muballigh dan Kemasjidan), serta Ary Kurniawan (Manager Program).
Kunjungan ini bukan sekadar agenda studi kerja, tetapi juga menjadi momentum silaturahmi dalam bingkai dakwah. Madrasah Diniyah Tempurejo yang berdiri sejak 1928 atau 1346 Hijriah ini dinilai sebagai bukti nyata kontribusi Muhammadiyah dalam pendidikan agama sebelum Indonesia merdeka.
Dalam sambutan pembuka, H Badri perwakilan tuan rumah memaparkan sejarah panjang Madin Tempurejo yang kini mengelola 13 mata pelajaran dengan 200 santri dan 15 ustadz/ustadzah. Meski menghadapi keterbatasan finansial, semangat keikhlasan disebut tetap menjadi landasan utama para pengelola.
Pimpinan pondok menambahkan, Madin Tempurejo merupakan embrio dari berbagai amal usaha Muhammadiyah di Banyubiru, yang berawal dari pengajian kitab dan berkembang menjadi lembaga pendidikan yang kokoh.
Dalam kesempatan itu, Wakil Sekretaris Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Ustadz Dr. Waluyo, menyampaikan apresiasi mendalam atas kiprah Madin Tempurejo. Ia menegaskan, madrasah diniyah merupakan amal usaha yang secara khusus diamanahkan kepada Majelis Tabligh oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Sebagai bentuk penghargaan, Majelis Tabligh berencana mengundang Madin Tempurejo untuk menerima Tabligh Award pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) mendatang. “Ini pengakuan bahwa dakwah pencerahan tidak hanya dilakukan di pusat kota, tetapi juga di pelosok,” ujarnya.
Dalam sesi diskusi, Buchori dari bidang kurikulum menjelaskan pola pembelajaran yang sudah diterapkan sejak 1985 dengan kurikulum sembilan tahun, mulai dari dasar huruf Hijaiyyah hingga pelajaran lanjutan seperti Nahwu, Fiqh, dan Hadis Ahkam.
Sesi tanya jawab yang dipandu KH. Achmad Supriyadi juga mengungkap fleksibilitas Madin Tempurejo yang terbuka untuk semua kalangan tanpa batasan usia. Banyak santri yang kemudian tumbuh menjadi muballigh dan dai di masyarakat.
Selain itu, terungkap pula potensi besar pengembangan lembaga ini. Madin Tempurejo kini menaungi berbagai amal usaha lain, mulai dari MI, MTs, MA, STIT, hingga balai latihan kerja. Mereka juga memiliki lahan wakaf satu hektar yang direncanakan untuk pembangunan sport center.
Kunjungan ini ditutup dengan komitmen penguatan kerja sama dan kolaborasi dalam dakwah. Madrasah Diniyah Tempurejo dinilai sebagai cerminan semangat amal jariyah para pendahulu yang telah berjuang hampir seabad lamanya dalam mencetak generasi penerus dakwah Islam berkemajuan. (Indra/Nurvi)