Tafsir Lain Turunnya Adam ke Bumi

Publish

17 July 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
141
Doc. Istimewa

Doc. Istimewa

Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas 

Surah Al-Baqarah ayat 36 dan 38 berbicara tentang turunnya Adam ke bumi dan alasan di balik peristiwa ini. Kedua ayat tersebut berbicara bahwa Tuhan memerintahkan Adam untuk turun? Pertanyaannya adalah apakah Adam turun dari surga ke dunia? Begitulah pemahamannya kita selama ini, bukan? Pada tulisan ini kita mencoba melihat tafsir lain tentang perisiwa ini. Anda tidak harus sepakat dengan sudut pandang ini, sebagaimana Anda juga tidak harus setuju dengan pandangan-pandangan saya.

Sebelumnya ada deskripsi dari ayat ke-30 surah Al-Baqarah dan seterusnya tentang pernyatan Tuhan kepada para malaikat, “Aku akan menciptakan seorang khalifah di bumi,” yang ditafsirkan secara berbeda-beda. Ada yang memahaminya sebagai seorang wakil, yang mewakili Tuhan di bumi. Ada juga yang menafsirkan sebagai seseorang yang menggantikan makhluk-makhluk yang sudah ada di bumi sebelumnya. Pada dasarnya ini seperti mengambil alih bumi yang sekarang ini. 

Para malaikat menyahut, "Engkau akan menciptakan makhluk yang akan menumpahkan darah dan menyebabkan kerusakan." Dan Tuhan berkata, “Aku tahu apa yang tidak kamu ketahui.” Lalu Tuhan mengajarkan Adam nama-nama benda dan kemudian mempersembahkan benda-benda itu kepada para malaikat dan berkata, “Nah sekarang beritahu nama benda-benda ini.” Para malaikat tidak dapat menyebutkan namanya. Tetapi Adam mampu menyebutkan namanya atas karunia Tuhan. Malaikat lalu mengakui bahwa Tuhan mengetahui semua hal. Mereka hanya tahu sedikit yang telah diajarkan Tuhan kepada mereka.

Lalu Allah memerintahkan Adam dan pasangannya untuk tinggal di taman surga dan makan dari apa saja, kecuali satu pohon. Dan iblis kemudian membisikkan sesuatu kepada mereka, menyebabkan mereka tergelincir dari keadaan rahmat di mana mereka berada. Maka Allah berfirman “Turunlah kalian! Sebagian dari kalian menjadi musuh bagi yang lain. Bagi kalian ada tempat kediaman di bumi dan kesenangan hidup sampai waktu tertentu” (QS 2: 36).

Kata kerja di sini اهْبِطُو berbentuk jamak. Secara harfiah ia bisa berarti turun dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah, tetapi ini tidak memiliki konotasi yang sama, semisal pada ayat ke-61. Ayat ke-61 berbicara tentang Bani Israil yang tersesat di padang pasir. Mereka bersama Musa dan mengeluh tentang makanan. Mereka berkata, “Kita sudah mendapatkan manna dan salwa dari langit, maka bisakah kita tidak mendapatkan sesuatu dari bumi? Bagaimana dengan bawang dan rempah-rempah, dan lain-lain?”

Kemudian Musa diperintahkan untuk memberitahu mereka اهْبِطُو – turunlah ke Mesir atau turunlah ke sebuah kota. Mishr berarti Mesir, tetapi bisa juga berarti sebuah kota. Jadi pergilah ke sebuah kota, atau pergilah ke Mesir, dan di sana kamu akan menemukan apa pun yang kamu minta, atau semua hal baik dari bumi ini. 

Dr Shabir Ally, seorang tokoh Muslim dari Kanada, menyatakan kata اهْبِطُو (turun) tidak selalu berarti turun dari ruang yang lebih tinggi, apalagi seperti surga ke bumi. Ia bisa berarti ‘pergi’ ke pusat kota. Ini tidak berarti Anda akan turun. Itu hanyalah keragaman cara berbicara semisal perbedaan antara uptown dan downtown dalam bahasa Inggris. Jadi ia tidak berarti turun dari dunia lain ke dunia ini. Bisa jadi dari satu tempat di dunia ini ke tempat lain juga di dunia ini. 

Sebagai seorang yang juga menguasai Alkitab, Shabir Ally mencoba untuk mensejajarkan cerita dalam Al-Qur`an ini dengan apa yang ada dalam Kitab Kejadian. Dalam Kitab Kejadian Adam dan istrinya diperintahkan untuk keluar dari taman itu. Mereka berada di taman yang indah dengan semua perbekalan di sana. Lalu mereka dibuang dari taman dan sekarang harus berjuang sendiri. Sehingga, seperti yang dikatakan Alkitab, Adam harus mengumpulkan makanannya dari tengah semak duri dan onak, dan dia harus bekerja keras untuk mencari nafkah, padahal semuanya indah bagi mereka di taman.

Jika kita mengambil pandangan ini, yang sebenarnya telah diadopsi oleh beberapa pakar tafsir klasik, Shabir Ally berpendapat ini lebih mudah diselaraskan dengan pandangan ilmiah. Pandangan ilmiah tidak menerima bahwa manusia berasal dari luar angkasa dan kemudian tiba-tiba dijatuhkan ke bumi. Hematnya, ini adalah salah satu ayat yang disalahpahami. Pendapat jumhur mufassir klasik bahwa Adam diciptakan di surga, dan kemudian dia diturunkan ke bumi.

Shabir Ally melanjutkan bahwa pandangan ini menciptakan beberapa kesulitan bagi umat Islam. Pertama-tama, Tuhan berkata kepada para malaikat "Aku akan menempatkan seorang khalifah di bumi." Meskipun Tuhan menempatkan Adam pada awalnya di surga, pasti ada teka-teki. Para malaikat mungkin bertanya-tanya, "Bukankah Tuhan mengatakan bahwa Dia akan mengirim Adam ke bumi?" Jadi tentu ada rencana untuk menurunkan Adam ke bumi. Jika memang ada rencana untuk menurunkan Adam ke bumi, artinya ini masuk pada gagasan takdir bahwa Adam ditakdirkan untuk berbuat dosa. Adam diturunkan ke bumi karena dosanya. 

Alkitab sebenarnya mengatakan bahwa Tuhan menciptakan taman ini di bumi, bahkan lokasinya disebutkan dengan mengacu pada empat sungai, dua di antaranya sekarang dikenal sebagai Sungai Nil dan Efrat. Dua nama ini berada di Mesir dan Irak. Lebih lanjut Shabir Ally menyatakan bahwa pandangan bahwa Adam ada di surga tidak sesuai dengan sains. Meskipun hal ini bagi umat Islam bukanlah masalah besar. Tetapi ketidakharmonisan dengan sains akan menjadi teka-teki bagi kita untuk dipecahkan. Dan tentu saja, kita dapat memperluas dan membicarakan masalah lain yang berkaitan dengan ini, seperti pertanyaan tentang ukuran Adam.

Bagi Shabir Ally, lebih baik mengambil pandangan bahwa Adam diciptakan di bumi ini. Itulah rencana awal, seperti yang diumumkan kepada para malaikat. Dan kemudian Adam ‘terusir’ alias dikeluarkan dari keadaan bahagia yang dia alami di taman. Adam harus menghadapi dunia yang lebih luas. Tapi ini adalah bagian dari rencana Tuhan, untuk mempersiapkan mereka di taman, seperti taman kanak-kanak bagi umat manusia. 

Ketika umat manusia mencapai tingkat kedewasaan, maka Adam siap untuk pergi meninggalkan ‘taman’ dan menghadapi rintangan kehidupan, termasuk iblis, yang akan selalu berusaha menginspirasi cucu Adam melakukan maksiat dan pelanggaran. Tetapi umat Islam, lewat pengalaman Adam di taman menghadapi iblis dan bagaimana bersikap setelah berbuat dosa dengan memohon ampunan kepada Allah, manusia hari ini punya ketangguhan untuk memahami pelajaran dari bapak kita sampai hari ini. 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Ramadhan dan Serangan Israel Oleh: Teguh Pamungkas, Warga Muhammadiyah Kalsel Kebiadaban tentara I....

Suara Muhammadiyah

8 April 2024

Wawasan

Oleh: Bahrus Surur-Iyunk Mantan politisi, pernah merasakan menjadi anggota dewan, mantan Ketua IMM ....

Suara Muhammadiyah

14 February 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Bagaimana cara memahami ayat-ay....

Suara Muhammadiyah

22 April 2024

Wawasan

365 Hari Dilalui, 365 Hari Akan Kita Hadapi Oleh : Machnun Uzni, S.I.Kom, Wakil Sekertaris Pimpinan....

Suara Muhammadiyah

31 December 2023

Wawasan

Refleksi Filosofis Candu Judi Online: Kenikmatan Perbuatan Maksiat Oleh: Muzdakir Muhlisin, M.Phil.....

Suara Muhammadiyah

29 July 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah