Oleh : Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Hari ini, saya akan mengulas sebuah karya tafsir Alkitab berjudul The Gospel According to John XIII-XXI bagian kedua dari tafsir mendalam oleh Pastor Raymond Brown. Karya ini merupakan bagian dari seri tafsir Alkitab yang sangat dihormati, Anchor Bible, yang mencakup seluruh kitab suci. Komentar ini begitu rinci dan kaya sehingga terbagi menjadi dua jilid tebal, bahkan terkadang menggunakan cetakan yang sangat halus agar semua informasi berharga itu bisa muat!
Pastor Raymond Brown, seorang sarjana Katolik Roma yang sangat dihormati, telah membuktikan dirinya sebagai ahli tafsir Alkitab yang brilian. Meskipun beliau telah meninggal dunia, karya-karyanya terus menginspirasi dan dihormati oleh umat Kristiani di seluruh dunia, bahkan oleh mereka yang tidak menganut agama Kristen seperti saya.
Salah satu hal yang membuat tulisan Pastor Brown begitu istimewa adalah kemampuannya membedakan antara klaim dan pernyataan keyakinan. Beliau tidak pernah mencampuradukkan keduanya. Klaim adalah pernyataan fakta, seperti "dua tambah dua sama dengan empat". Sedangkan pernyataan keyakinan lebih bersifat subjektif, seperti "saya percaya bahwa Tuhan itu ada".
Kemampuan membedakan ini menghasilkan tulisan yang bernuansa dan penuh pertimbangan. Misalnya, ketika membahas seseorang yang dituduh melakukan kejahatan, beliau akan menggunakan kata-kata seperti "diduga" atau "diklaim" untuk menunjukkan bahwa tuduhan tersebut belum terbukti secara hukum.
Ketelitian dan nuansa semacam ini dapat ditemukan di seluruh tulisan Pastor Brown, termasuk dalam komentar Injil Yohanes ini. Bahkan, cara beliau menyampaikan sesuatu telah mempengaruhi cara saya sendiri berbicara dan menulis, berusaha untuk selalu menggunakan nuansa sebaik mungkin. Tentu saja, saya tidak mengklaim memiliki tingkat keilmuan atau kemampuan berbahasa Inggris setara beliau, tetapi saya tetap berusaha meniru gaya beliau yang bijaksana dan penuh pertimbangan.
Pertama-tama, mengapa kita membutuhkan komentar yang begitu rinci hanya tentang Alkitab menurut Yohanes. Dalam ulasan sebelumnya, saya menunjukkan kepada Anda komentar satu jilid. Itu adalah komentar tentang keseluruhan Alkitab hanya dalam satu jilid. Dan sekarang kita memiliki komentar hanya tentang The Gospel According to John dalam dua jilid. Jadi apa yang terjadi di sini? Nah, sebagian dari kita membutuhkan detail yang lebih banyak, dan detail yang lebih banyak itu secara alami akan diabaikan dalam komentar satu jilid. Dan kita akan beralih ke komentar yang lebih luas dan terperinci seperti ini.
Misalnya, Anda membuka The Gospel According to John dan tertulis dalam pasal 19, bahwa ketika Yesus berada di kayu salib, salah seorang prajurit menikam lambungnya dengan tombak dan darah serta air keluar dari lambungnya. Jika seseorang bertanya apa yang akan membunuh Yesus karena umumnya penyaliban tidak menusuk organ vital apa pun. Orang tersebut tergantung di kayu salib sampai setelah beberapa saat orang tersebut meninggal.
Kematian Yesus di kayu salib adalah peristiwa sentral dalam agama Kristen, namun bagaimana tepatnya Ia meninggal masih menjadi misteri yang menarik. Dalam komentarnya, Pastor Brown menyoroti bahwa tusukan tombak yang disebutkan dalam Injil Yohanes bukanlah penyebab kematian Yesus. Ini adalah elemen teologis yang ditambahkan oleh Yohanes untuk tujuan tertentu, bukan peristiwa sejarah yang sebenarnya.
Jadi, pertanyaan besarnya tetap ada: apa yang sebenarnya membunuh Yesus? Pastor Brown menunjukkan bahwa kata kerja yang digunakan untuk menggambarkan tusukan tombak tersebut sebenarnya berarti "menusuk", bukan "menembus". Ini menunjukkan bahwa tusukan itu tidak fatal. Penemuan ini membuka pintu bagi pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut tentang kematian Yesus. Bagaimana kita bisa yakin bahwa Ia benar-benar mati di kayu salib? Apa sebenarnya yang menyebabkan kematian-Nya?
Selain membahas misteri kematian Yesus, komentar Pastor Brown juga menggali lebih dalam tentang penulisan Injil Yohanes. Beliau mengajukan teori menarik tentang lima tahap penyuntingan yang melibatkan tiga tokoh berbeda: seorang murid Yesus yang memiliki ingatan langsung tentang ajaran-ajaran-Nya, seorang penginjil yang mengembangkan ingatan tersebut menjadi narasi yang lebih lengkap, dan seorang editor akhir yang menyempurnakan teks tersebut.
Teori ini memberikan wawasan berharga tentang bagaimana Injil Yohanes terbentuk dan bagaimana pesan-pesan Yesus diwariskan kepada generasi selanjutnya. Ini adalah contoh lain dari bagaimana komentar Pastor Brown tidak hanya menjelaskan teks Alkitab, tetapi juga mengajak kita merenungkan misteri dan kompleksitas di baliknya.
Bayangkan Injil Yohanes seperti sebuah karya seni yang indah, diciptakan melalui proses kolaboratif yang panjang dan rumit. Pastor Brown, layaknya seorang kurator seni yang ahli, mengungkap proses kreatif di balik mahakarya ini. Beliau menggambarkan bagaimana tiga tokoh utama - seorang murid Yesus, seorang penginjil, dan seorang editor - bekerja sama dalam lima tahap penyuntingan untuk menghasilkan Injil Yohanes yang kita kenal sekarang.
Tentu saja, teori ini mungkin terdengar seperti spekulasi belaka jika dikemukakan oleh seseorang yang kurang memahami Injil Yohanes atau sejarah Kristen. Namun, Pastor Brown adalah seorang sarjana terkemuka, dan kepakarannya terpancar dalam setiap kata yang ditulisnya. Beliau menyajikan argumennya dengan detail dan nuansa yang mengagumkan, menunjukkan bahwa komentarnya adalah sumber informasi yang sangat dapat dipercaya.
Salah satu permata dalam komentar ini adalah pembahasan mendalam tentang "paraclete", istilah Yunani misterius yang digunakan Yesus untuk menggambarkan sosok yang akan datang setelahnya. Pastor Brown bahkan menyediakan lampiran khusus untuk mengeksplorasi konsep ini secara mendalam.
Beliau memaparkan berbagai teori yang diajukan oleh para sarjana terkemuka, seperti Rudolf Bultmann dan Windisch. Beberapa berpendapat bahwa paraclete awalnya merujuk pada sosok lain seperti Yesus, seorang nabi atau pengkhotbah yang akan melanjutkan misi-Nya. Namun, dalam Injil Yohanes saat ini, paraclete diidentifikasi sebagai Roh Kudus, kehadiran Yesus yang terus menyertai umat-Nya.
Meskipun Pastor Brown setuju dengan interpretasi ini, beliau tetap mengajak kita merenungkan makna asli paraclete sebelum dimasukkan ke dalam Injil Yohanes. Pertanyaan ini membuka pintu bagi eksplorasi lebih lanjut tentang bagaimana teks-teks suci berkembang dan ditafsirkan sepanjang sejarah, memperkaya pemahaman kita tentang Injil Yohanes dan pesan-pesan mendalam yang terkandung di dalamnya.
Bagi banyak Muslim, diskusi tentang "paraclete" dalam Injil Yohanes sangat menarik. Ada keyakinan bahwa istilah ini mungkin merujuk pada Nabi Muhammad, yang dalam Al-Qur'an disebut sebagai "Ahmad", sosok yang dijanjikan akan datang setelah Yesus. Meskipun Pastor Brown tidak sampai pada kesimpulan yang sama, analisisnya yang mendalam tentang paraclete memberikan inspirasi bagi umat Islam untuk menggali lebih dalam pertanyaan ini.
Ini adalah kesempatan untuk menelusuri kembali tulisan-tulisan para sarjana Kristen awal, seperti Rudolf Bultmann dan Windisch, dan melihat bagaimana pandangan mereka tentang paraclete dapat terhubung dengan keyakinan Islam tentang Yesus dan Nabi Muhammad. ecara keseluruhan, buku ini sangat menarik dan membuka wawasan baru. Meskipun ditulis dari sudut pandang Kristen, buku ini tetap memberikan kontribusi berharga bagi pemahaman kita tentang Injil Yohanes.