Tahun Baru Bersama Keluarga Kecilku Menjelajahi Dua Bukit
Oleh: Rumini Zulfikar
Dalam perjalanan hidup manusia, terdapat momen-momen yang menjadi dokumentasi berharga, layaknya dalam kehidupan berkeluarga. Beberapa momen tertentu dapat menjadi kenangan yang tak lekang oleh waktu. Seperti yang dialami oleh keluarga kecil Mbah Nini.
Suatu hari, Mbah Nini Putri berbincang dengan Mbah Nini Kakung.
Mbah Nini Putri: "Bi, awal tahun kita jalan-jalan refreshing, ya?"
Mbah Nini Kakung: "Lha, mau jalan-jalan ke mana, Bu?"
Mbah Nini Putri: "Ya yang dekat-dekat saja, Bi."
Mbah Nini Kakung: "Oh, ya. Besok kita rembug dengan anak-anak sambil melatih mereka untuk memberi usulan. Jadi, anak-anak kita ajak untuk memutuskan dengan musyawarah. Selain itu, mereka juga dilatih bertanggung jawab atas pilihannya, Bu."
Mbah Nini Putri: "Oh, njih, Bi. Aku setuju dan cocok, Bi!"
Beberapa hari kemudian, setelah selesai mengaji bersama keluarga, Mbah Nini membuka obrolan.
Mbah Nini Kakung: "Mas Afim, Mbak Novsa, kemarin Ibu dan Abi ngobrol tentang rencana jalan-jalan bersama. Abi memberikan kesempatan untuk kalian berdua memberikan usulan atau pendapat. Jadi, mau ke mana kira-kira?"
Mas Afim: "Lha, kira-kira mau ke mana rencananya, Bi?"
Mbah Nini Kakung: "Abi dan Ibu punya dua pilihan, nanti kita musyawarahkan. Dua tempat itu adalah Bukit Sidoguro (Bayat) dan WIBER (Boyolali). Bukit Sidoguro itu bernuansa alam, sedangkan WIBER (Wahana Edukasi Religius) punya destinasi replika Ka'bah dan Masjid Nabawi."
Mbak Novsa: "Oh, kalau gitu pilih yang bernuansa alam saja, Bi. Kalau bisa sih ke pantai!" (sambil tersenyum).
Mas Afim: "Ya, di Bukit Sidoguro saja, Bi."
Mbah Nini Kakung: "Bagaimana, Bu? Anak-anak sudah sepakat ke Bukit Sidoguro."
Mbah Nini Putri: "Ya sudah, kalau semuanya setuju."
Perjalanan ke Bukit Sidoguro
Pada pagi hari, tepat tanggal 1 Januari 2025 pukul 06.30, kami berangkat dengan sepeda motor. Mbah Nini Kakung berboncengan dengan Mbah Nini Putri, sedangkan Mas Afim dan Mbak Novsa juga berboncengan. Kami menyusuri jalan Cawas-Wedi tanpa menggunakan GPS, jadi harus bertanya kepada penduduk setempat.
Perjalanan memakan waktu sekitar 33 menit. Tepat pukul 07.15 kami tiba di Bukit Sidoguro, namun lokasinya masih tutup. Di sekitar lokasi ada warung angkringan, sehingga kami memutuskan untuk menikmati tempe goreng dan bakwan di sana.
Ibu Warung: "Bu, nanti bukanya jam 08.00, dan tiketnya mulai dari Rp10.000 hingga Rp15.000."
Setelah selesai makan, kami melanjutkan perjalanan menuju objek wisata Bukit Sidoguro.
Di depan pintu gerbang, ada benda peninggalan zaman Belanda, yang disebut “steom” oleh warga setempat, yaitu alat untuk meratakan batu. Kami mengambil beberapa foto sebagai dokumentasi, lalu melanjutkan perjalanan naik ke bukit.
Sesampainya di puncak, kami menikmati pemandangan Rawa Jombor, Pegunungan Seribu, Gunung Kidul, Gunung Merapi, dan Kota Klaten. Pemandangan ciptaan Allah ini begitu menakjubkan. Kami bercengkrama sambil bersenda gurau, terutama Mas Afim dan Mbak Novsa, yang saling meledek hingga suasana menjadi ceria.
Setelah merasa cukup, kami bergegas turun untuk melanjutkan perjalanan ke Bukit Jabal Kat, tempat makam Sunan Pandanaran atau lebih dikenal sebagai Sunan Bayat.
Di Bukit Jabal Kat
Kami tiba di Masjid Agung Pandanaran sekitar 10 menit kemudian. Setelah memarkirkan motor, kami menuju masjid untuk mengambil air wudu dan melaksanakan salat dua rakaat. Di masjid, kami bertemu dengan Pak Dul, penjaga masjid, yang berasal dari kampung sebelah. Setelah berbincang, kami melanjutkan perjalanan ke kompleks makam.
Kompleks makam Sunan Pandanaran terletak sekitar 300 meter dari masjid. Untuk mencapainya, kami harus menaiki ratusan anak tangga. Beberapa literatur menyebutkan jumlahnya 500 hingga 700, namun kami tidak menghitung secara pasti.
Sesampainya di area makam, kami melepas alas kaki dan menitipkannya kepada petugas. Setelah berwudu, kami masuk melalui Gapura IV yang disebut “Gapura Panemut”. Di dalam makam, kami memanjatkan doa untuk Sunan Pandanaran, keluarga, dan umat muslim lainnya.
Setelah selesai, kami turun untuk makan siang di warung makan terdekat, lalu melanjutkan perjalanan pulang.
Refleksi Keluarga
Saat makan malam bersama setelah salat Magrib, Mbah Nini mengajak keluarga untuk merefleksikan pengalaman selama perjalanan.
Mbah Nini Putri: "Asyik sekali suasana di Bukit Sidoguro, Bi. Di Bukit Jabal Kat tadi, auranya terasa begitu khusyuk saat kita ziarah."
Mas Afim: "Ya, perjalanan ini menyenangkan. Tapi saat di makam, rasanya pusing karena banyak orang berdzikir dengan suara keras."
Mbah Nini Kakung: "Perjalanan ini mengajarkan kita untuk mensyukuri ciptaan Allah dan mengambil pelajaran dari ziarah, seperti keteladanan Sunan Pandanaran tentang pentingnya musyawarah, tolong-menolong, dan gotong royong."
Dengan perjalanan ini, keluarga kecil Mbah Nini belajar banyak tentang kebersamaan, keteladanan, dan rasa syukur.