Melihat dari Dekat Negeri Tiongkok Melalui Provinsi Xinjiang dan Guangdong (2)
Oleh: Ahmad Dahlan, Ketua PWM Jawa Barat
Tiongkok – Xinjiang menganjurkan gaya hidup uang modern dan sehat. Bahkan dalam konteks perempuan diarahkan untuk tidak berada dalam belenggu ekstrimisme agama, melepaskan diri untuk serta dalam partisipasi sosial dan ekonomi.
Dengan demikian, semuanya di Xinjiang dapat menghadirkan potensi diri secara penuh dan berbagi hasil pembangunan bersama antar seluruh masyarakat etnis. Kelompok etnis di Tiongkok dapat ditemukan di Xinjiang: Uyghur, Han, Kazak, dan Hui, yang semuanya dapat hidup berdampingan dalam pembangunan Tiongkok walau sebagian masih hidup terkonsentrasi dalam komunitas masing-masing etnis.
Keadaan masyarakat Provinsi Xinjiang Guangdong
Guangdong merupakan rumah lelulur sebagian besar warga Tionghoa perantauan. Di Kanada, kebayakan dari mereka menjadi pekerja kereta api. Pada abad ke-19, masyarakat Guangdhong, terutama masyarakat Siyi, banyak berada di Amerika Serikat bagian barat dan Panama. Juga bepergian ke wilayah California dan wilayah Amerika Serikat lain, terutama pada musim demam emas tahun 1849. Sekitar satu dekade kemudian, sepanjang musim emas masih bersemi, mereka juga mengunjungi Australia.
Suku Han merupakan mayoritas suku penduduk Guandong. Di antara suku Han, subkelompok terbesar adalah orang Kanton. Dua kelompok besar lainnya adalah orang Teochew di Chaoshan dan orang Hakka di Huizhou, Meizhou, Hiyuan, Shoughuan, dan Zhanjiang. Bahasa Shouzhou Tuhua digunakan di Shouguan, sedangkan Leizhou Min digunakan di semenanjung Leizhou. Di Utara terdapat populasi kecil, yaitu orang Yao. Kelompok minoritas kecil lainnya ialah orang She, Miao, Li dan, Zhuang.
Guangdong memiliki rasio kelamin yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan dan termasuk angka tertinggi di Tiongkok. Masyarakat beragama menurut survei 2012, hanya 7 persen dari populasi Guandong menganut agama yang terorganisasi. Kelompok terbesar adalah Buddha sejumlah 6,2 persen, Protestan 1,8 persen, dan Katolik 1,2 persen. Sementara itu, 90 persen dari populasi tidak beragama atau mengikuti agama rakyat Tiongkok yang menyembah Dewa Alam, Dewa Leluhur, sekte populer tradisi Tao, tradisi agama Buddha, dan tradisi agama Konfusianisme.
Menurut survei tahun 2007, sebanyak 43,71 persen penduduk Guandong mempercayai dan terlibat dalam pemujaan leluhur, agama tradisional Tiongkok yang diorganisasikan ke dalam gereja-gereja garis keturunan dan kuil-kuil leluhur. Ibu kota provinsi ini adalah Guanzhou dengan populasi 126,84 juta pada 2021. Guandong merupakan provinsi terpadat di Tiongkok dan terbesar ke-15 berdasarkan luas dan subdivisi negara terpadat ketiga di dunia.
Modernisasi di Provinsi Xinjiang dan Guangdong
Pada September 2015 diadakan Sidang Umum di PBB yang inti sidang tersebut adalah upacara deklarasi oleh negara-negara maju juga negara-negara berkembang tentang komitmen global dan nasional upaya bersama serangkaian tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan bagi semua orang di planet ini.
Deklarasi PBB ini dikenal dengan istilah Sustainable Development Goals (SDGs) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mencakup 17 tujuan dan target global tahun 2030. Di antaranya tanpa kemiskinan; tanpa kelaparan; kehidupan sehat dan sejahtera; pendidikan berkualitas; kesetaraan gender; air bersih dan sanitasi layak; energi bersih dan terjangkau; pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi; industri, inovasi, dan infrastruktur; berkurangnya kesenjangan; kota dan permukiman yang berkelanjutan; konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab; penanganan perubahan iklim; ekosistem lautan; ekosistem daratan; perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh; dan kemitraan untuk mencapai tujuan.
Berbicara tentang modernisasi atau pembangunan manusia, tentu saja sistem nilainya mengacu pada kesepakatan formal masyarakat dunia, yaitu Deklarasi SDGs. Prinsip dari segala kebijakan, baik oleh penguasa atau pemerintah, selama berorientasi pada misi Deklarasi SDGs, dapat dianggap memenuhi tatanan nilai orientasi global.
Ketika membahas pembangunan atau modernisasi di Xinjiang atau Guangdong, misalnya, hal itu dapat dianggap sebagai pembangunan atau modernisasi yang wajar dan patut sesuai dengan tatanan nilai orientasi global, selama berdampak pada 17 tujuan SDGs. Oleh karena itu, untuk mengetahui keadaan masyarakat di Xinjiang dan Guangdong, dapat dilihat dari dampak pembangunan atau modernisasi di berbagai bidang terhadap masyarakat di kedua provinsi tersebut.
Berikut ini penulis paparkan objek pembangunan seperti perindustrian dan lembaga usaha, lembaga pendidikan dan budaya, serta tempat ibadah dan lainnya yang diasumsikan memiliki dampak positif pada masyarakat di dua kota di Provinsi Xinjiang, yaitu Kota Urumqi dan Kashgar.
Provinsi Xinjiang
Beberapa objek yang dimaksud sebagaimana disebutkan di atas ialah pabrik GAC motor Xinjiang; Institut Mahasiswa Islam Xinjiang; pameran wilayah anti terorisme dan deradikalisme; Masjid KAH; konservasi kota tua Kasygar dan pengelolaannya secara komprehensif; Kota kuno Kasygar; Kasygar Tecnical Institute dan Kasygar Comprehensive Bon Zona; dan Desa Instrum Music Kashea.
Provinsi Xinjiang adalah tempat hunian kebanyakan penduduk muslim di Tiongkok terutama di Urumqi dan Kashgar. Kedua kota ini merupakan porsi dari suatu populasi yang mewakili populasi masyarakat muslim di Xinjiang. Bilamana dikaitkan dengan objek yang dikunjungi, seperti pabrik GAC Motor, Institut Mahasiswa Islam Xinjiang, dan lainnya, berdasarkan fakta serta pola nalar silogisme, dapat disimpulkan bahwa lembaga industri, pendidikan, dan lembaga lainnya di wilayah tersebut banyak menyerap masyarakat muslim Xinjiang.
Dalam hal ini, aspek SDGs, seperti tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, kehidupan sehat dan sejahtera, pendidikan berkualitas, dan lainnya, telah terpenuhi di Xinjiang. Ini menggambarkan sebuah kawasan yang telah berhasil memastikan keberlanjutan kehidupan positif untuk masa depan, sekaligus menunjukkan bahwa kawasan tersebut telah mencapai tataran masyarakat modern.
Kesiapan produktivitas yang berdampak pada kehidupan global kini dan mendatang terbentuk karena segala prasyarat kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam, dan regulasi ideologi negara, telah terorganisir secara sistemik dan responsif terhadap potensi yang dimiliki dengan kesadaran global.
Oleh karena itu, layak disebut bahwa Tiongkok adalah negara modern dan maju, yang siap membangun era baru. Tiongkok tidak hanya siap sebagai pengguna teknologi, tetapi juga mampu menciptakan segala kebutuhan di masa depan.
Provinsi Guandhong
Beberapa objek yang dimaksud sebagaimana disebutkan di atas pada Provinsi Guangdong, yaitu pabrik mobil BYD; Museum Revormadi Shenzhen dan pembukaan hall pameran; Universitas Bahasa Asing Guangdong; Museum Pengobatan Tradisional China Gusnzhou Shennong Caotang; HTY Kuno Guanzhou; Pusat Pameran Perencanaan Kota Guanzhou; Pabrik Wondfo Beotech; Masjid Xinjiang seribu tahun; dan Desa Zodhong Kota China Kabupaten Huandu Kota Guanzho.
Kondisi keumatan di tempat-tempat yang dikunjungi Muhammadiyah menunjukkan adanya aspek perlindungan positif terhadap pelaksanaan kehidupan keagamaan, akidah, dan ibadah. Umat Islam di Tiongkok relatif memiliki akidah Islam yang kuat dan menjalankan ibadah ritual dengan religius. Kondisi kebangsaan di tempat-tempat yang dikunjungi Muhammadiyah menunjukkan bahwa dalam hal perlindungan positif terhadap muamalat, umat Islam di Tiongkok relatif berada dalam sistem tata negara Tiongkok.
Adapun dalam hal perlindungan positif terhadap akhlak, umat Islam di Tiongkok relatif hidup sesuai dengan kehidupan umum masyarakat setempat. Sementara itu, mengenai Islam sebagai sumber nilai dan konsep dalam konteks modernisasi di Tiongkok, masih menjadi perhatian khusus.
Memahami, menghayati, dan menjelaskan informasi yang disampaikan oleh pemerintah Tiongkok, serta mengungkapkan apa yang dipahami baik secara spontan maupun melalui analisis awal, dapat menjadi kontribusi yang memperkuat misi meningkatkan kualitas kehidupan.
Tidak hanya menjadi tanggung jawab bagi pemangku kebijakan seperti pemerintah Tiongkok dan Muhammadiyah, tetapi sebagai delegasi Muhammadiyah, kita perlu memanfaatkan kesempatan berada di Tiongkok selama satu minggu untuk mengevaluasi diri dan mengkonsolidasikan pemahaman.