Tanggal, Bulan, dan Tahun
Oleh: Mujiyono, S.Pd.I, Guru PAIK SMK Muhammadiyah 2 Sragen, Ketua Majelis Pendayagunaan Wakaf PCM Gesi Periode Muktamar 48
Hari ini, Selasa, 31 Desember 2024, umat manusia di seluruh dunia—baik yang berada di pulau, negara, maupun benua yang berbeda—dengan segala keilmuan mereka, menghitung detik yang berlanjut menjadi menit, menit menjadi jam, jam menjadi hari, dan hari berganti tahun. Pada hari ini, penulis merenungkan beberapa ayat Al-Qur'an mengenai Hisab (yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Matahari), ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa dengan kekuasaan-Nya yang tak terbatas. Salah satu tujuan penciptaan Matahari adalah sebagai penerang bagi umat manusia di bumi.
Matahari, yang menurut takdirnya ada setelah penciptaannya, kemudian menjadi sumber inspirasi dan alat hitung bagi manusia—baik itu hitungan detik, menit, jam, hari, bulan, maupun tahun. Bahkan, manusia dalam peradabannya mampu menghitung waktu dalam bentuk windu, abad, dan lainnya. Semua ini menunjukkan betapa menakjubkannya kekuasaan Allah dalam penciptaan Matahari.
Saya sendiri terinspirasi oleh seorang tokoh, Muhammad Darwis, yang pernah nyantri di rumah Mbah Sholeh Darat Semarang. Setelah berhaji dan menuntut ilmu di Mekkah, ia kembali ke tanah kelahirannya di Yogyakarta dan mengubah namanya menjadi Ahmad Dahlan. Entah mengapa beliau berjuang mati-matian untuk membenarkan arah kiblat Masjid Kauman Yogyakarta, yang mengakibatkan beliau dihujat dan mushollanya dibakar oleh massa.
Sebagai seseorang yang lahir di Sragen, tepatnya di Gesi pada Hari Ahad Pahing, 13 September 1965, saya tidak mengenal beliau secara langsung. Namun, perjalanan hidupnya tetap menjadi pencarian saya, terlebih mengenai kebakaran musholla yang beliau alami. Namun, yang lebih penting bagi saya adalah, ketika Yogyakarta berada di bawah penjajahan Belanda, Ahmad Dahlan muncul sebagai sosok yang sangat penting. Beliau, dengan "Perang Pikiran" (gozwul-fikr)-nya, mengajarkan surat Al-Ma'un berulang kali, dan gerakan kecil yang ia mulai akhirnya berkembang menjadi Muhammadiyah.
Gerakan Muhammadiyah yang beliau dirikan memiliki logo Matahari. Saya merasa perlu untuk membahas makna dari logo ini, mengingat pentingnya peran hari, tanggal, bulan, dan tahun dalam pergerakan ini.
Logo Matahari ini menjadi penting karena, dalam perjalanan peradaban, Matahari tidak hanya menjadi penerang dunia, tetapi juga simbol semangat yang tak pernah padam. Oleh karena itu, saya ingin mengungkapkan rasa bangga terhadap logo Matahari yang menjadi identitas Muhammadiyah, sebuah gerakan yang terus bersinar dan memberikan terang bagi umat manusia.
Malam itu, menjelang pergantian tahun 2024 menuju 2025, saya keluar rumah setelah Shalat Maghrib, menuju halaman sebelah barat, dan bergumam, "Matahari benar-benar tak tampak, apalagi ekor atau lidahnya." Pemikiran saya terus berkembang, hingga saat adzan Isya terdengar. Dalam hati saya berkata, "Mbah Ahmad Dahlan, izinkan saya menyalakan kembang api sebagai tanda rasa syukur saya, karena Matahari harus terus bersinar."
Lagu "Sang Surya Tetap Bersinar" pun terngiang di telinga saya, dan saya merenung lebih dalam tentang makna keberadaan Matahari, baik sebagai simbol pergerakan Muhammadiyah maupun dalam kehidupan sehari-hari kita.
Melalui tulisan ini, saya ingin menegaskan bahwa sebagai umat yang beriman, kita harus terus mengingat pentingnya waktu—hari, tanggal, bulan, tahun—sebagai bagian dari perjalanan hidup kita yang lebih besar. Saya yakin bahwa dengan semangat dan cahaya yang dimiliki oleh Matahari, Muhammadiyah akan terus menyinari dunia dan membawa kebaikan bagi umat manusia.
Akhirnya, saya mengajak kita semua untuk merayakan setiap momen dengan penuh rasa syukur, meskipun sekadar dengan kembang api kecil, yang bermakna besar dalam menggugah semangat untuk terus maju dan berbuat baik. Tidak perlu berlebihan, namun cukup dengan cara yang tepat dan bermakna.