Tanggungjawab Sosial Manusia sebagai Khalifah di Muka Bumi
Oleh: Dr. Amalia Irfani, M. Si, LPPA PWA Kalbar
Manusia adalah makhluk terbaik dan sempurna yang Allah ciptakan. Kata terbaik dan sempurna yang tersemat bukanlah hanya sebuah diksi biasa, tetapi sebuah pesan moral, bahwa secara sosial manusia memiliki peran dan tanggungjawab besar dimuka bumi. Tanggungjawab tersebut tentu harus manusia tunaikan sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT, Tuhan pemilik alam semesta. Manusia harus selalu berusaha menjadikan hidup yang ia jalani tidak sia-sia, tetapi bermakna untuk lingkungannya. Jika manusia dikatakan sebagai makhluk Allah yang terbaik, maka apa definisi yang tepat untuk menggambarkan siapa manusia ?.
Pertama, manusia adalah makhluk religi, sebagaimana disebutkan dalam surat Ar-Ruum ayat 30; "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
Dari ayat diatas dapat kita pahami, bahwa sebagai makhluk Allah yang sempurna manusia harus senantiasa menjalankan dimensi ubudiyah yakni seluruh aspek kehidupan dan kegiatan/aktifitas itu harus bernuansa ibadah karena Allah SWT. Manusia harus berusaha menjadikan hidupnya bermanfaat dan sarat kebaikan, dikondisi apapun, dan dilakukan diniatkan semata-mata karena Allah SWT. Manusia disebut makhluk religi sebab hanya manusia yang dibekali Tuhan dengan akal, budi. Dengan akal budi itulah, manusia akan memuliakan Allah, dengan banyak amal sholeh untuk meraih surgaNya.
Kedua, manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki naluri, simpati, empati, toleransi, dan tolong menolong. Manusia tidak akan bisa hidup tanpa dan bantuan orang lain. Manusia pun harus mengutamakan kepentingan bersama (masyarakat) diatas kepentingan pribadi untuk mendapatkan kebahagiaan. Al-Qur-an menjelaskan dalam surat Ali Imran ayat 110; "kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.
Berdasarkan kalam Allah diatas, dapat dipahami tentang tugas manusia yang harus ditunaikan, dijadikan kebiasaan selama hidup. Tugas yang dimaksud adalah tugas mengajak pada kebaikan dan menghindari keburukan (dakwah). Secara etimologis kata dakwah berakar pada kata da’a yad’u da’watan yang artinya adalah mengajak atau menyerukan. Secara terminologis, pengertian dakwah ialah mengajak ataupun menyeru pada manusia agar menempuh kehidupan di jalan Allah sesuai dengan sabda Allah dalam QS. An-Nahl ayat 125 :“Serulah oleh kalian semua (umat manusia) pada jalan Tuhanmu dengan hikmah, nasihat-nasihat baik serta berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik…” (QS. An-Nahl: 125).
Makhluk sosial menurut Aristoteles dalam teorinya zoon politicon bermakna bahwa dalam hidupnya manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Hubungan yang membuat manusia sebagai individu dan makhluk Tuhan akan membuat diri terasa bermanfaat, dan agar hubungan tersebut terjalin harmonis, manusia harus mengutamakan kepentingan bersama (masyarakat) diatas kepentingan pribadi dalam kesehariannya. Poin terpenting sebagai zoon politicon manusia mempunyai tugas "Ta'muruna bil ma'ruf watanhauna 'anil mungkar yakni, menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Ketika manusia berusaha senantiasa berbuat baik dan menghindari keburukan, maka Allah akan menganugerahkan kebahagiaan serta kemuliaan untuk hambaNYa. Kemuliaan tersebut hanya bisa diperoleh manusia dengan berikhtiar dalam kebaikan.