Transformasi Sang Burung Pipit dan Nobel Untuk Muhammadiyah

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
95
Babay Farid Wajdi

Babay Farid Wajdi

Transformasi Sang Burung Pipit dan Nobel Untuk Muhammadiyah

Oleh: Babay Farid Wajdi, Kader Muhammadiyah, Aktifis IPM tahun 1988-1991

Tuhan menciptakan alam semesta dengan kasih dan sayang. Setiap helai daun yang gugur, setiap tetes air yang jatuh, adalah bukti kasih Tuhan yang hadir dalam keteraturan yang sempurna. Dalam ciptaan itu, manusia ditempatkan sebagai khalifah—pemimpin dan pemakmur bumi—yang membawa fitrah kebaikan. Manusia bersifat hanif, cenderung kepada kebaikan, sehingga energi yang dikembangkannya seharusnya adalah energi positif. Sebab Tuhan Maha Baik, maka setiap jiwa yang beriman mesti pula menyalurkan kebaikan itu dalam kehidupan.

Namun perjalanan hidup tidak selalu berjalan dalam garis lurus. Ada saat-saat ketika kita harus menepi di jalan yang sunyi, merenungi arah dan makna kehidupan. Bagi diriku, jalan itu kini bernama Rutan Salemba. Sebuah ruang sempit yang bagi sebagian orang tampak sebagai keterpurukan, namun aku mencoba memaknainya sebagai ladang transformasi. Di sinilah aku belajar menjadi Sang Burung Pipit. Burung yang tegas membela Ibrahim Sang Nabi Allah, walupun sayap-sayapnya terkena debu percikan api Namruz. Aku gigih dan tegas agar negara ini bebas korupsi, dan nasibku juga sama terpercik api itu sehingga harus berada di Salemba. 

1. Transformasi Fisik

Setiap pagi, aku memulai hari dengan olahraga di lorong penjara. Dulu, untuk berlari dua ratus meter saja aku sudah terengah-engah. Kini, setelah sebulan lebih melatih diri, aku mampu berlari lebih dari satu kilometer tanpa henti. Kolesterol menurun, badan terasa lebih segar, dan semangat hidup tumbuh kembali. Jalan kaki dan lari sejauh empat sampai lima kilometer setiap hari telah menjadi rutinitas wajib. Inilah transformasi fisik—upaya kecil untuk membangun kembali vitalitas diri yang sempat rapuh oleh beban pikiran. Transforamsi fisik ini penting sekali bagi orang yang berada di tahanan, hal ini juga dilakukan oleh Bung Karno ketika di tahan di Banceuy, Bandung dan Nelson Mandela di Rubben Island. 

Tubuh yang sehat menjadi pintu bagi jiwa yang kuat. Di ruang ini, aku belajar bahwa kesehatan bukan sekadar karunia, melainkan amanah. Ia adalah kendaraan untuk berjihad;  beribadah, berfikir, dan berkarya. Maka setiap keringat yang menetes di lorong sempit itu, sesungguhnya adalah doa, istigfar dan sahalawat yang mengalir dalam bentuk kerja keras.

2. Transformasi Ruhani

Transformasi berikutnya adalah ruhani. Setiap malam, aku berusaha bangun dalam hening untuk menunaikan salat tahajud. Aku ingin mendekat kepada Tuhan, bukan karena takut, tetapi karena rindu. Aku juga memperbanyak salat berjamaah dan puasa sunnah. Aku ingin menjadikan setiap detik di tempat ini sebagai ladang penyucian diri, memperhalus hati, dan menajamkan kepekaan spiritual.

Selama ini, mungkin aku terlalu sibuk mengejar karier dan jabatan. Aku berlari tanpa sempat menengok arah, seperti burung yang mengepakkan sayap tanpa tahu kemana angin membawanya. Kini aku mengerti, Tuhan menahanku bukan untuk menghukum, melainkan untuk menyembuhkan. Di sinilah aku belajar kembali menjadi hamba—bukan pejabat, bukan pengambil keputusan, tetapi hamba yang hanya bergantung kepada Tuhannya.

3. Transformasi Pemikiran

Sebelum berada di sini, seluruh arah hidupku tertuju pada karier di dunia perbankan. Aku ingin melanjutkan pengabdian di Bank Syariah Indonesia, di lembaga keuangan negara, membangun sistem yang sehat dan profesional. Namun mungkin, inilah cara Allah meluruskan arah hidupku. Aku kini melihat hidup dari sisi yang lebih luas—bahwa pengabdian tidak hanya lewat jabatan, melainkan lewat kebermanfaatan.

Setelah keluar dari tempat ini dan aku optimis dengan vonis Secara Bebas, aku bertekad untuk mengabdi di jalur sosial dan kewirausahaan. Aku ingin ikut membangun ekonomi umat, mendampingi anak-anak muda agar menjadi pengusaha yang berakhlak, berilmu, dan berjiwa sosial. Begitu juga keluargaku—kami ingin melanjutkan perjuangan di Muhammadiyah, organisasi yang telah menanamkan semangat ikhlas, cerdas, dan berkemajuan.

4. Dari Tahanan ke Transformasi Umat

Transformasi yang kujalani di sini mengingatkanku pada burung elang yang mencabut sendiri paruh, cakar, dan bulu-bulunya untuk tumbuh baru dan memperpanjang hidupnya tiga puluh tahun lagi. Proses itu menyakitkan, tetapi tanpa melewati masa itu, elang akan mati sebelum waktunya. Begitu juga dengan manusia. Kadang, untuk memperpanjang umur kebermanfaatan, kita harus rela melucuti ego, ambisi, dan kesombongan.

Aku percaya, tiga transformasi ini—fisik, ruhani, dan pemikiran—akan menjadi fondasi baru dalam hidupku. Tubuh yang lebih sehat, jiwa yang lebih dekat pada Tuhan, dan pikiran yang lebih tajam akan membuatku mampu melanjutkan hidup dengan arah baru. Aku ingin hidup tiga puluh tahun lagi, bukan sekadar untuk diriku, tetapi untuk membimbing anak-anak, mengabdi kepada masyarakat, dan menebar manfaat bagi sesama.

5. Dari Lorong Penjara Menuju Nobel untuk Muhammadiyah

Di ruang ini pula aku mulai menulis kembali. Aku menyusun rancangan besar tentang Blueprint Ekonomi Muhammadiyah dan gagasan Nobel untuk Muhammadiyah. Sebab aku yakin, amal saleh kolektif yang telah dilakukan Muhammadiyah selama lebih dari satu abad—di bidang pendidikan, kesehatan, dan pengabdian masyarakat—layak mendapat pengakuan dunia. Di seluruh pelosok negeri, Muhammadiyah telah mendirikan ribuan sekolah dan rumah sakit, menolong tanpa pandang bulu, melayani tanpa pamrih.

Aku ingin menjadikan momentum ini sebagai kontribusiku yang baru. Bila dulu aku mengabdi lewat angka, laporan, dan sistem keuangan, maka kini aku ingin mengabdi lewat gagasan dan amal jariyah intelektual. Aku ingin agar dunia tahu bahwa dari Indonesia, dari rahim umat Islam yang cinta damai, lahir sebuah gerakan sosial besar yang mampu memberi inspirasi global tentang kemanusiaan yang berkeadaban.

Mungkin orang akan bertanya: bagaimana bisa seorang yang kini berada di tahanan berbicara tentang Nobel? Tapi bukankah Yusuf ‘alaihissalam juga pernah berada di penjara, dan justru dari balik jeruji itulah ia menafsirkan mimpi raja dan mengubah sejarah bangsanya? Aku ingin belajar dari Nabi Yusuf—bahwa setiap keterpenjaraan bisa menjadi titik awal kebebasan sejati, selama hati tetap terpaut pada Tuhan dan pikiran tetap bergerak mencari makna.

6. Penutup: Cahaya dari Balik Jeruji

Setiap hari aku berusaha menulis, berdoa, dan belajar. Di ruang sempit ini aku justru menemukan kebebasan yang sesungguhnya: kebebasan untuk memaafkan, untuk merenung, dan untuk memulai kembali. Aku percaya, Allah tidak pernah menempatkan kita di satu tempat tanpa tujuan. Barangkali, di sinilah aku diminta untuk menjadi burung pipit yang terus membawa setetes air menuju kebakaran besar dunia—sebuah simbol kecil, tapi bermakna besar tentang harapan dan keteguhan.

Di ujung perjalanan nanti, aku ingin bisa berkata kepada diriku sendiri: Aku telah belajar mencintai hidup dalam segala bentuknya. 

Sebab pada akhirnya, setiap luka hanyalah jalan menuju cahaya. 

(*) Penulis adalah Direksi Bank DKI 2018-2022 dan Dirut Bank Sumut 2023-2025. Esay ini merupakan bagian dari Manifesto Tawasul Sang Burung Pipit, The Bright Way to Freedom and Faith. Dan saya ketik dari tulisan tangan ayah saya.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Humaniora

Ustad Hima, sebutan akrab yang melekat pada pria kelahiran 1 November 1967 ini. Dia bukan seorang us....

Suara Muhammadiyah

26 October 2023

Humaniora

Setiap Idul Adha, panggung citra kedermawanan korporat kembali digelar. Spanduk megah bertuliskan "K....

Suara Muhammadiyah

7 June 2025

Humaniora

Bangunan masjid itu nampak paling megah di antara bangunan- bangunan rumah di sekitarnya. Apalagi ....

Suara Muhammadiyah

6 October 2023

Humaniora

Gebrakan Pak RT Baru Oleh: Rimini Zulfikar, PRM Troketon Klaten Rukun Tetangga (RT) merupakan orga....

Suara Muhammadiyah

21 February 2025

Humaniora

Di tengah riuh rendah jagat sosial, nama Khafid Sirotudin muncul bukan hanya sebagai penulis buku, t....

Suara Muhammadiyah

21 September 2025