Tujuan Hidup: Sains Vs. Islam, Mana yang Lebih Masuk Akal?

Publish

8 October 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
40
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Tujuan Hidup: Sains Vs. Islam, Mana yang Lebih Masuk Akal?

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Saatnya beralih ke ranah sains dan rasionalitas untuk membahas pertanyaan besar: apa tujuan hidup? Jika kita melihat dari kacamata sains, jawabannya mungkin terasa nihil. Para ilmuwan berpendapat bahwa alam semesta kita, yang lahir dari dentuman besar (Big Bang) sekitar 13,8 miliar tahun lalu, terus mengembang, membentuk galaksi, bintang, dan planet. Manusia hanyalah produk kebetulan dari proses evolusi buta di planet Bumi. 

Di masa depan, beberapa teori bahkan menyebutkan bahwa alam semesta bisa saja runtuh dalam peristiwa yang disebut Big Crunch. Dalam pandangan ini, hidup seolah tidak memiliki makna mendalam—kita lahir dari proses acak dan akan lenyap begitu saja. Jika demikian, apa tujuan kita? Jawabannya, tampaknya, adalah tidak ada.

Namun, agama menawarkan perspektif yang sama sekali berbeda. Di sanalah kita menemukan makna dan tujuan. Dalam Islam, kita diberikan pemahaman yang jelas tentang tujuan penciptaan manusia.

Secara tradisional, para penceramah sering menyebutkan bahwa tujuan utama kita adalah menyembah Tuhan. Hal ini didukung oleh ayat Al-Qur'an, “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah-Ku.” (QS Adz-Dzariyat: 56). Bagi banyak orang, ini adalah jawaban yang sederhana dan memuaskan.

Meski begitu, pertanyaan rasional tetap muncul: apakah Tuhan membutuhkan kita untuk menyembah-Nya? Jawabannya, tentu saja, tidak. Ini menunjukkan bahwa ibadah itu sendiri bukanlah tujuan akhir, melainkan sebuah sarana untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Ada alasan yang lebih mendalam di balik perintah tersebut.

Tujuan akhir kita jauh lebih indah dan mendalam. Seperti yang disebutkan dalam Surah ke-11 Al-Qur'an, Tuhan menciptakan kita semata-mata karena rahmat-Nya. Bayangkan rahmat Tuhan sebagai air mancur yang terus melimpah, seperti yang digambarkan oleh filsuf Yahudi, Moses Maimonides. Tuhan memiliki begitu banyak kasih dan karunia untuk diberikan, tetapi tidak ada yang bisa menerimanya. Maka, Dia menciptakan kita, manusia, agar kita bisa menjadi wadah bagi rahmat tersebut.

Lalu, bagaimana cara kita mendapatkan rahmat-Nya? Ibadah adalah kuncinya. Menyembah Tuhan adalah cara kita membuka "keran" rahmat itu. Dengan menyelaraskan diri pada "frekuensi" Tuhan, kita bisa menerima wahyu, bimbingan, dan inspirasi-Nya. Ini membantu kita berbuat kebaikan dan menjauhi hal-hal yang membahayakan, baik di dunia ini maupun di akhirat. Dengan beribadah, kita terhubung dengan kekuatan yang menggerakkan seluruh alam semesta.

Namun, tujuan kita tidak berhenti sampai di situ. Tuhan juga menciptakan kita sebagai cerminan-Nya di Bumi. Kita diminta untuk mengadopsi sifat-sifat positif-Nya, seperti penyayang, baik, pemaaf, dan penuh kasih.

Dalam kisah penciptaan Adam, para malaikat sempat bertanya mengapa Tuhan akan menciptakan makhluk yang berpotensi menumpahkan darah. Tuhan menjawab, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Jawaban ini menunjukkan bahwa Tuhan memiliki tujuan istimewa bagi manusia. Dia menciptakan kita sebagai khalifah (wakil) di Bumi, bukan hanya untuk hidup, melainkan untuk membawa hukum dan kehendak-Nya. Kita adalah agen perubahan yang bertugas mewujudkan "kerajaan Tuhan di Bumi," menyebarkan keadilan dan kasih sayang.

Dengan demikian, tujuan hidup menurut Islam adalah perpaduan dari berbagai peran mulia: menyembah Tuhan, menjadi penerima rahmat-Nya, mencerminkan sifat-sifat-Nya, dan berperan sebagai wakil-Nya di Bumi.

Dari sudut pandang Islam, kehidupan kita memiliki berbagai tujuan yang saling melengkapi dan penuh makna. Kita diciptakan untuk menyembah Tuhan sebagai jalan untuk mendapatkan rahmat-Nya yang tak terhingga. Kita juga diberi mandat untuk mencerminkan sifat-sifat ilahi—menjadi penyayang, pemaaf, dan baik—di kehidupan sehari-hari kita. Lebih dari itu, kita diangkat sebagai khalifah (wakil) Tuhan di Bumi, bertugas untuk menjalankan kehendak-Nya dan menegakkan keadilan, layaknya di surga. Semua tujuan ini bukan hanya sekadar tugas, melainkan sebuah kehormatan yang memberi makna mendalam bagi keberadaan kita.

Sekarang, mari kita bandingkan dengan pandangan ilmiah yang kita bahas sebelumnya. Pandangan tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada tujuan dalam hidup; kita harus menciptakannya sendiri. Sekilas, gagasan ini terdengar sangat membebaskan. Namun, jika direnungkan lebih dalam, muncul pertanyaan besar: bagaimana kita bisa menciptakan tujuan yang universal dan harmonis?

Ketika setiap individu menentukan tujuannya sendiri, tujuannya bisa jadi saling bertentangan. Apa yang dianggap "tujuan" oleh satu orang mungkin merugikan orang lain. Masyarakat bisa menjadi serpihan dari berbagai tujuan yang saling bersinggungan, menciptakan kekacauan dan konflik.

Sebaliknya, pandangan Islam menawarkan sesuatu yang lebih stabil dan kohesif. Ia menyajikan serangkaian tujuan mulia yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta. Tugas kita adalah menyelaraskan diri dengan tujuan-tujuan tersebut dan berusaha sebaik mungkin untuk memenuhinya. Dengan begitu, kita tidak hanya menemukan makna pribadi, tetapi juga berkontribusi pada harmoni kolektif. Menjalani hidup dengan kesadaran akan tujuan ini adalah cara untuk memastikan bahwa setiap langkah kita tidak hanya memiliki arti, tetapi juga selaras dengan kehendak ilahi yang membawa kebaikan bagi seluruh alam semesta.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Kerja Cerdas, Antara Makna Islami dan Ilusi Instan di Era Generasi Z Oleh: Rusydi Umar, Dosen FTI U....

Suara Muhammadiyah

29 September 2025

Wawasan

Inkuisisi Ibnu Hanbali (Bagian ke-1) Oleh: Donny Syofyan Jumlah umat Islam diestimasi 1.6 miliar o....

Suara Muhammadiyah

9 October 2023

Wawasan

Menyikapi Fenomena #KaburAjaDulu: Antara Harapan dan Realita Oleh: Candra Kusuma Wardana, S.E., MBA....

Suara Muhammadiyah

12 March 2025

Wawasan

Menjaga Mentalitas dengan Nilai-Nilai Spiritual Pada dasarnya, manusia diciptakan oleh Tuhan di dun....

Suara Muhammadiyah

12 October 2023

Wawasan

Dakwah Menjawab Jiwa Zaman: Belajar Dari KH Ahmad Dahlan Keharusan Peta Dakwah Oleh: Saidun Derani....

Suara Muhammadiyah

7 February 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah