YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Dalam rangka meningkatkan kompetensi seorang pemimpin, Majelis Pendidikan Dasar Menengah dan Pendidikan Nonformal (Dikdasmen PNF) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) D.I. Yogyakarta menyelenggarakan agenda upgrading Kepala Sekolah/Madrasah SMA/SMK/MA/SLB Muhammadiyah se-DIY. Kegiatan ini mengusung tema Revitalisasi Kepemimpinan Adaptif Berbasis Keunggulan Sekolah/Madrasah Muhammadiyah” dan berlangsung selama tiga hari, pada Jumat – Minggu, (22-24/9) bertempat di Griya Persada, Kaliurang.
Rangkaian upgrading ini mencangkup pemaparan materi Kepemimpinan dan Profesionalisme AUM yang disampaikan oleh keynote speech, Ketua PP Muhammadiyah, dr. Agus Taufiqurrohman, Sp.S., M.Kes., materi Kepemimpinan Adaptif Kepala Sekolah/Madrasah di Era VUCA (volatility, uncertainty, complexity,dan amibuity) oleh Muh, Sayuti, M.Pd., M.Ed., Ph.D., dilanjut orientasi kepemimpinan dipandu oleh Fathur Rahman, M.Si, diskusi kelompok bersama Dr. Hendro Widodo, M.Pd., serta presentasi hasil diskusi kepala sekolah/madrasah yang dipandu oleh Dr. Fauziah, M.A.
Lebih lanjut, para peserta juga mendapat materi dari Ketua PWM DIY, Dr. Muh. Ikhwan Ahada, S.Ag., M.A., tentang Kepemimpinan Pelayanan di Sekolah/Madrasah Muhammadiyah, dan materi Kepemimpinan Kolektif Kolegial oleh Gita Danupranata, S.E., M.M., selaku Ketua PWM DIY yang membidangi Pendidikan.
Achmad Muhamad, M.Ag., Ketua Majelis Dikdasmen PNF DIY, menyampaikan arti penting upgrading ini bagi pimpinan sekolah/madrasah Muhammadiyah bahwa kemampuan dalam memimpin mesti senantiasa di-upgrade guna menyesuaikan pada setiap tantangan seiring berjalannya kepemimpinan itu sendiri.
“Seberapa baik kita dalam menjalankan kepemimpinan di sekolah/madrasah Muhammadiyah? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini mesti terus disampaikan pada diri sendiri sebagai ajang refleksi dan perbaikan diri. Memimpin itu soal bagaimana kita mempengaruhi orang banyak dan meraih target yang sejak awal sudah dirumuskan bersama,” ungkap Achmad Muhamad dalam sambutannya, pada Jumat, (22/23).
Achmad menegaskan legitimasi seorang pimpinan bukan berasal dari status dan Surat Keputusan. Melainkan tentang apa yang perbuat mesti senada dengan apa yang diucapkan. Berupa gagasan besar, inovasi, dan kreativitas yang kemudian dapat diimplementasikan bersama.
“Kepemimpinan kolektif-kolegial bukan berarti seluruh keputusan diserahkan kepada orang lain. Terdapat situasi-situasi tertentu di mana seorang pemimpin harus mengambil keputusan strategis, dan kepemimpinan tersebut tidak boleh bersifat kaku. Selain itu, perlu diperbaiki cara penyampaian kebijakan yang diambil agar dapat diterima dengan baik oleh orang-orang yang dipimpin,” tegas Achmad.
Senada dengan itu, dr. Agus Taufiqurrohman menyebutkan bahwa pengelolaan sekolah di Muhammadiyah didasarkan pada spirit hadis tentang keutamaan mengajak pada kebaikan. “Etos kerja yang mesti dibangun; bekerja adalah ibadah, bekerja adalah rohmah, dan bekerja adalah amanah. Pemimpin itu mesti jadi role model, kalau perlu motivator, dan bahkan inspirator,” paparnya.
Sebagaimana yang disampaikan oleh K.H. A.R. Fachruddin, kata dr. Agus Taufiqurrohman, seluruh sekolah Muhammadiyah mesti unggul dan Islami, seperti dua keping mata uang yang tak dapat dipisahkan. Guna mewujudkan hal ini tentunya pimpinan sekolah harus punya waktu, punya kemauan, dan memiliki kemampuan guna mengembangkan kemajuan pendidikan Muhammadiyah. (guf/syq)