Oleh: Drh. H. Baskoro Tri Caroko. LPCRPM PP Muhammadiyah Bidang Pemberdayaan Ekonomi, Seni Dan Budaya
Visibility atau Jarak Pandang adalah kemampuan melihat jarak horizontal terjauh dimana sebuah objek yang jelas dapat terlihat dengan mata telanjang dan diungkapkan dalam satuan jarak.
Kata serupa saya temukan dalam kalimat tanya dari Drs. Muhammad Safar Nashir, M,Si dosen di UAD Yogyakarta, ahli ilmu ekonomi pembangunan yang mendalami Ekonomi Islam, selengkapnya sebagai berikut “Bagaimana visibilitas usaha ayam petelur ?” menanggapi presentasi pemberdayaan ekonomi berbasis telur dan ayam sebagai strategi untuk pengembangan cabang ranting Muhammadiyah.
Atas pertanyaan tersebut saya jelaskan berdasarkan best practice sebagai Poultry Technical Consultant. Diawali penjelasan potensi ekonomi ayam ras petelur dengan skala 20.000 ekor, sesuai potensi genetik layer modern produksi harian rata rata 80% atau setara 16.000 butir, dengan asumsi per kg isi 16 butir kapasitas produksi total populasi adalah 1 ton perhari.
Pemeliharaan petelur (DOC- afkir) 100 minggu, periode produksi 80 minggu (umur 20-100 mg), daya hidup maksimal 90% dengan bobot afkir 1,9 kg. Pendapatan dari penjualan telur harian dengan laba bersih 10% dari HPP (Harga Pokok Produksi) dan ayam afkir dengan harga menyesuaikan pasar. Setelah mendengar uraian saya, beliau kemudian memberikan ulasan “ pendapatan jauh melebihi bunga deposito, visibilitas usaha ayam petelur sangat bagus dan menarik, semoga lancar dan sukses pa”, closing statement dari ahli ekonomi tersebut membuat hati saya lega, mak plong…..…Alhamdulillah.
Pada kesempatan lain ada seorang sahabat menyampaikan pendapatnya, pa Baskoro bagaimana jika pemberdayaan ekonomi dilakukan dengan memberi bantuan 50 ekor ayam petelur pada akar rumput agar dipelihara dirumahnya, sehingga mereka kemudian akan mendapatkan hasil telur setiap hari .
Saya kemudian berusaha menjelaskan dengan logika hitungan sederhana. Pada persiapan kegiatan pasti butuh modal buat bikin kandang minimal 3 juta, beli ayam remaja sekitar 4 juta dan biaya sampai ayam bertelur 3 juta an. Sehingga diperkirakan butuh biaya 10 juta per orang, dibebankan pada pihak yang memberdayakan, belum termasuk biaya kepanitiaan, ceremonial acara dan operasional lainnya.
Pengeluaran harian terbesar dalam budidaya ayam adalah untuk belanja pakan, porsinya 80% dari total total biaya produksi. Ayam masa bertelur butuh pakan setiap ekor 115 gram perhari, dengan harga pakan per kg Rp.7500 dibutuhkan biaya (0,115 kg x Rp.7500 x 50 ekor)= Rp. 43.500 (pembulatan). Ayam 50 ekor, produksi maksimal 40 butir perhari atau setara 2,5 kg dengan asumsi per kg isi 16 butir. Jika dijual eceran akan mendapat laba tinggi sekitar Rp. 3000 per kg, sehingga peluang pendapatan Rp. 7.500 per hari.
Dengan kesibukan bekerja sendirian dengan pendapatan yang jauh dibawah upah buruh harian, sangat berat untuk dijalani apalagi terbebani beli pakan ayam setiap hari, ditambah resiko ayam sakit dan kematian. Maka kisah hidup si akar rumput selanjutnya bakal semakin berat, sehingga kemungkinan besar ayam nya akan dijual, kandangnya sekalian dibongkar dilego di tukang loak buat tambahan pemasukan. Menurut saya itu bukan program pemberdayaan ekonomi, mungkin lebih cocok jika digunakan sebagai program pencitraan di bidang ekonomi.
Mendesain program pemberdayaan ekonomi itu memang tidak mudah, bahkan teramat sangat berat, butuh ketajaman ide, pengetahuan, pengalaman, keyakinan, membutuhkan effort tinggi, peras otak, kuras tenaga dan butuh biaya besar, untuk memberdayakan akar rumput, sebagai wujud kepatuhan untuk mengajak memberi makan pada fakir miskin (QS Al Maun) berharap Allah SwT ridha terhadap apa yang direncanakan dan hendak dilakukan. Tetapi setelah saya pikir pikir wajarlah, jika mendesain program pemberdayaan ekonomi itu sulit dan sangat berat, karena hadiahnya syurga, Jika mudah cepil dan gampang, bisa ditebak paling hadiahnya kipas angin atau paling banter magic com….he he he.