Anak Saleh (25)
Oleh: Mohammad Fakhrudin
"Anak saleh bukan barang instan. Dia diperoleh melalui proses yang sangat panjang dan penuh tantangan."
Kajian di dalam “Anak Saleh” (AS) 25 ini merupakan lanjutan dari kajian tentang keutamaan menjadi pemaaf. Muslim mukmin yang mau memaafkan orang lain tidak hanya diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, tetapi juga dimuliakan di dunia dan akhirat.
Di dalam Al-Qur’an surat asy-Syura (42): 40 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
وَجَزٰۤؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا ۚفَمَنْ عَفَا وَاَصْلَحَ فَاَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat), maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim.
Masyaallah! Jika kita melakukan kebaikan kepada orang lain, lalu orang tersebut membalas kebaikan, bagi kita hal itu sangat menyenangkan. Apalagi jika yang membalas kebaikan kita adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala! Menerima balasan kebaikan dari sesama manusia yang terbatas pun senang, apalagi menerima balasan kebaikan dari Dia, pasti jauh lebih senang karena balasan kebaikan-Nya tidak terbatas dan pasti.
Tentu setiap muslim mukmin berharap memperoleh rahmat dari Allah Subḥanahu wa Ta'ala sebagaimana dijelaskan di dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim lafal hadis dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berikut ini.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال رسول الله عليه الصّلاة والسّلام: إن لله مائة رحمة، واحدة بين الجن والإنس والبهائم والهوام، فبها يتعاطفون، وبها يتراحمون، وبها يتعاطف الوحوش على أولادها، وأخَّر تسعاً وتسعين رحمة يرحم بها عباده يوم القيامة
"Sesungguhnya, Allah memiliki 100 rahmat. Salah satu di antaranya diturunkannya kepada kaum jin, manusia, hewan, dan tetumbuhan. Dengan rahmat itulah mereka saling berbelas kasih dan menyayangi. Dengannya pula binatang liar mengasihi anaknya. Dan Allah mengakhirkan 99 rahmat untuk dicurahkan kepada hamba-hamba-Nya pada hari kiamat.”
Sementaraa itu, di dalam HR Muslim yang diriwayatkan dari Al Mustarad bin Syadad dijelaskan sebagai berikut.
واللَّهِ ما الدُّنْيا في الآخِرَةِ إلَّا مِثْلُ ما يَجْعَلُ أحَدُكُمْ إصْبَعَهُ هذِه، وأَشارَ يَحْيَى بالسَّبَّابَةِ، في اليَمِّ، فَلْيَنْظُرْ بمَ تَرْجِعُ؟
"Demi Allah, tidaklah dunia dibandingkan akhirat, kecuali seperti seseorang dari kalian mencelupkan jarinya ke laut, maka lihatlah apa yang tersisa di jarinya jika ia mengeluarkannya dari laut?"
Pemuliaan di dunia bagi orang yang memaafkan orang yang berbuat zalim dengan mudah dapat kita temukan. Tidak hanya orang-orang pada zaman dulu, tetapi juga orang-orang pada zaman kini dapat kita temukan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, dan “salafus shalih” adalah contohnya. Mereka adalah muslim mukmin yang dimuliakan karena berakhlak mulia..
Berikut ini adalah beberapa contoh tindakan mulia pemaaf.
1) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terhadap Para Pembenci
Pembenci Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya merundung, tetapi juga akan membunuhnya. Namun, beliau selalu memaafkannya. Akhlak pemaaf sebagaimana telah disajikan pada bagian akhir AS (24) menjadi dasar umat Islam yang hidup sezaman dengan beliau memuliakannya. Bahkan, orang-orang yang semula memusuhinya berubah total menjadi muslim mukmin yang sangat mencintainya.
2) Hamka terhadap Sukarno
Ada kisah menarik yang dialami oleh Hamka. Dia pernah ditahan oleh rezim Sukarno tanpa proses hukum. Namun, ketika Sukarno akan wafat, beliau meminta agar Hamka yang menjadi imam shalat jenazah. Kesediaannya menjadi imam, berarti kesediaannya memaafkan. Memang selama di penjara, dia telah memaafkan Sukarno. Dengan akhlak pemaafnya itu, Hamka dimuliakan! Dia memperoleh bimbingan, kesabaran, dan kekuatan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga ketika berhasil menulis buku Tafsir Al Azhar dan bukunya itu digunakan sebagai salah satu rujukan kajian tafsir Al-Qur'an.
3) Jitmoud terhadap Trey Relford
Berdasarkan berita dari BBC 6 Desember 2017, kita ketahui bahwa Jitmoud, guru madrasah asal Thailand di Amerika Serikat, memaafkan pembunuh anaknya. Pernyataannya menjelang vonis membuat hakim dan hadirin di ruang sidang menangis. Kejadian ini berlangsung di persidangan atas Trey Relford yang mengaku bersalah membunuh Salahuddin Jitmoud Peristiwa tersebut telah memuliakan Jitmoud. Orang yang hormat padanya tidak hanya yang hadir di dalam persidangan, tetapi juga orang sedunia.
4) Awad Suleiman al-Amrani terhadap Pembunuh Anaknya
Dari Republika 26 May 2021 kita ketahui bahwa Awad Suleiman al-Amrani, ayah dari pria yang tewas akibat perkelahian, menetapkan bahwa baik pembunuh maupun keluarganya perlu mendapatkan pengampunan. Dia juga tidak menuntut uang apa pun sebagai kompensasi atas kematian putranya sehingga pembunuhnya dibebaskan tanpa syarat.
Akhlak pemaaf tersebut membuatnya dimuliakan tidak hanya oleh pembunuh dan keluarganya, tetapi juga dimuliakan oleh umat manusia sedunia. Salah satu bentuk pemuliaan terhadapnya adalah pemberian pujian.
Bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan pemaaf di akhirat adalah hak prerogatif. Dengan merujuk kepada HR al-Bukhari dan HR Muslim, ada 99 rahmat yang akan diberikan.oleh Allah' Subḥanahu wa Ta'ala.
Ketenangan Jiwa/Pikiran
Orang yang suka memaafkan orang lain memperoleh ketenangan jiwa. Orang yang tenang jiwanya mampu menyelesaikan masalahnya sendiri, masalah keluarga, bahkan dapat membantu orang lain menyelesaikan masalah.
Berbeda halnya dengan orang yang tidak berlapang dada ketika merasa dirinya dizalimi. Dia berusaha membalas kezaliman itu dengan kezaliman juga. Cara apa pun ditempuhnya. Yang penting dia dapat membalas kezaliman. Boleh jadi, dia berniat membalasnya dengan kezaliman yang jauh lebih zalim. Jika niatnya belum tercapai, jiwanya tidak pernah tenang. Hal itu tentu berpengaruh buruk terhadap kehidupannya. Secara tidak sadar dia menambah masalah baru.
Kedamaian Hidup
Pemaaf menikmati kedamaian hidup. Meskipun diperlakukan secara zalim, di hatinya tidak ada sama sekali keinginan membalas kejahatan dengan kejahatan. Siapa pun yang melakukan kesalahan dan sebesar apa pun kesalahan itu selalu dimaafkan.
Di dalam pergaulan dia selalu menebarkan kedamaian. Dengan orang yang menzaliminya pun dia selalu mendatangkan kedamaian.
Akhlak yang demikian tentu membuatnya dicintai oleh keluarga, saudara, teman, dan tetangga. Malahan, orang yang menzaliminya pun dapat berubah menjadi segan. Bisa jadi juga lebih dari itu: dia menghormatinya.
Fenomena Kontradiktif
Di dalam kenyataan ada muslim mukmin yang mudah marah, tetapi sulit memaafkan. Bahkan, di antara mereka ada yang dengan penuh dendam mengucapkan, misalnya, "Sampai kapan pun saya tidak akan memaafkan." Hal itu jelas sangat kontradiktif dengan contoh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.
Cukup banyak muslim mukmin yang memilih balas dendam jika istri, suami, anak, atau orang tuanya dizalimi apalagi dibunuh. Kata-kata makian diteriakkan. Malahan, pelakunya dirundung meskipun dalam kawalan petugas. Sering tindakan balas dendam itu melebar pada keluarga pelaku. Kemarahan itu makin menjadi-jadi manakala putusan pengadilan dinilainya tidak adil. Kata-kata makian dan sumpah serapah pun tertuju kepada aparat penegak hukum. Alasannya: untuk mendidik, baik pelaku maupun aparat penegak hukum. Betulkah?
Allahu a’lam