Oleh: Mahli Zainuddin Tago
Kampleks BBGP, Jalan Kaliurang-Jogja, Jumat 9 Febr 2024. Suasana sangat gembira. MPKSDI PP Muhammadiyah menyelenggarakan acara BAPINAS, Baitul Arqam dan Pelatihan Instruktur Nasional. Pesertanya para pengurus harian UPP PP Muhammadiyah. Sebagian yang hadir sudah saling kenal. Paling senior Pak Kasiyarno, rektor UAD tiga periode dan Prof Ali Imron Aem dosenku di UMS dulu. Maka Bang Irfan Islami sebagai Master of Training memerlukan minta izin karena sebagian peserta adalah senior yang mengkadernya dulu.
Acara dibuka Ketum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir. Nampak hadir Ketua PP Muhammadiyah Dr. Agung Danarto dan Bachtiar Dwi Kurniawan Ketua MPKSDI. Sesi Baitul Arqom diisi Prof Munir Mulkhan dan tiga rektor: Prof Gunawan Rektor UMY, Bu Warsiti Rektor Unisa, dan Prof Mukhlas Rektor UAD. Tentu tidak kalah menarik adalah materi-materi pada sesi Pelatihan Instruktur yang banyak berbentuk praktek.
Menurut Bachtiar, akrab dipanggil Gus Bach, Baitul Arqam diperlukan anatara lain karena Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) terus berkembang. AUM ini perlu didukung kader-kader yang paham ideologi Muhammadiyah. Sehingga pohon Muhammadiyah yang semakin besar bisa semakin kokoh dan akarnya juga semakin kuat. Akarnya adalah ideogi Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK).
Gus Bach juga menegaskan bahwa pengkaderan milik semua. Tupoksinya memang pada MPKSDI. Tetapi harus dijalankan di semua struktur, AUM, Ortom, dan komunitas dalam Muhammadiyah. Setelah ikut BAPINAS peserta diharapkan bisa menyelenggarakan pengkaderan di lingkungan masing-masing. Dengan demikian Muhammadiyah makin bisa diterima semua kalangan, inklusif, dan kosmopolit. Gus bach sempat agak cemas karena acara berlangsung dalam suasana pemilu. Tetapi, lanjut Gus Bach, “ternyata pemilu jalan dan pengkaderan juga tetap jalan.”
Gus Bach menegaskan bahwa MPKSDI bersemangat melakukan pengkaderan semesta, pengkaderan yang melibatkan banyak pihak. Ini amanat Muktamar. Dalam hal ini ada empat tugas MPKSDI. Pertama, peneguhan faham AIK melalui pengkaderan formal Darul Arqam dan Baitul Arqam. Pengkaderan diharapkan menjadi habitus yang melahirkan komitmen. Komitmen itu seperti iman, bisa naik dan bisa turun. Yaziidu wa yanqus. Maka diperlukan istiqamah. Ini berat karena yang ringan itu istirahat. Kedua, terkait diaspora kader. Di semua lini harus ada kader.
Maka kita harus banyak ngopi karena kerja-kerja ini banyak di balik layar. Tetapi hasilnya bisa dirasakan. Ketiga, internasionalisasi institusi, program, maupun idelogi. Islam Berkemajuan sudah layak disebarkan. Produk-produk Tarjih perlu dieskpor sehingga shaalih fii kulli zamaan wa makaan, kompatibel dimanapun. Juga diperlukan internasionalisasi AUM. Maka perlu banyak cross cutting program.
Selanjutnya yang keempat adalah reformasi kaderisasi. Baitul Arqam merupakan pengkaderan pokok Persyarikatan. Pengkaderan Persyarikatan ada dua: utama dan fungsional. MPKSDI menginginkan pengkaderan, terutama pengkaderan fungsional, melibatkan Unsur Pembantu Pimpinan (UPP) alias Majelis, lembaga, atau Biro. Ini karena materi-materinya lebih spesifik, sesuai dengan kekhasan UPP masing-masing.
MPKSDI juga menginginkan ke depan kaderisasi yang waktunya lama bisa dimampatkan dengan bantuan teknologi informasi. Bisa jadi Baitul Arqam cukup dua hari satu malam. Lainnya online. MPKSDI sudah mempersiapkan sistemnya. Untuk menyelenggarakannya diperlukan instruktur. Maka pelatihan instruktur ini penting untuk diselenggarakan.
Ceramah kunci disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir. Temanya “Repososi ideologi Muhammadiyah di Era Disrupsi.” Para peserta BAPINAS ini diasumsikan paham ideologi dan sistem gerakan Persyarikatan. Tetapi menurut Ketum, orang Muhammadiyah termasuk beliau-beliau yang di PP Muhammadiyah harus selalu memperkaya khazanah keislaman. Baik sebagai pelaku gerakan maupun dalam rangka menyikapi berbagai perkembangan yang harus dihadapi Persyarikatan.
Zaman tidak selalu bisa dihadapi dengan posisi yang pas. Ini memerlukan komitmen dan alam pikiran serta perspektif yang makin tinggi dan luas. Boleh jadi karena berada di dalam warga Muhammadiyah merasa biasa saja. Tidak perlu ada koreksi, refleksi, atau evaluasi. Disinilah fungsi Baitul Arqam. “Setidaknya dengan Baitul Arqam kita bisa menyatukan gelombang gerakan kita.”
Prof Haedar baru kembali dari Abu Dhabi. Disana Muhammadiyah dan NU memperloleh award untuk human fraternity. Award ini sangat bergengsi karena dibawah Grand Syaikh Al Azhar, Paus Fransiskus, dan Sulatan Zayed Al-Nahyan. Sultan ini telah berhasil membawa UEA menjadi negara moderen.
Penghargaan yang satu kesatuan bersama NU ini merupakan pengakuan yang bergengsi di level internasional. Bahwa Muhammadiyah dan NU dalam jangka panjang telah melakukan aksi kemanusiaan yang genuin, intens, dan nyata dalam rangka menjalankan Islam Rahmatan lil Alamin.
Pada acara ini dari Indonesia juga hadir dua Wakil Presiden: Jusuf Kalla dan Ma’ruf Amin. Award ini juga satu rangkaian dari usulan sebelumnya untuk Muhammadiyah dan NU memperoleh hadiah Nobel Perdamaian. Lanjut Prof Haedar, “Ini adalah wujud penghargaan internasional terhadap Muhammadiyah.”
Prof Haedar lalu berbicara tentang internasionalisasi Muhammadiyah. Dalam hal ini beliau ingin gerakan yang melembaga. Untuk itu Muhammadiyah mendirikan Markaz Dakwah di Kairo, UMAM di Malaysia, dan AMC di Australia. Forum-forum internasional harus terus dilakukan. Tetapi menghadapi abad ke 21 perlu gerakan institusional. Bukan personal. Sehingga banyak agenda yang bisa dijalankan. Di Abu Dhabi Ketum dan rombongan dikunjungi rektor sebuah universitas besar dan kemudian mengunjungi kampusnya.
Universitas yang kampusnya seluas mata memandang ini membuka seluruh jurusan sians di luar Islamic Studies. Dalam hal ini rektor PTMA menjadi aktor strategis pembawa Islam Berkemajuan ke level internasional. Kemudian agar bisa dibaca masyarakat dunia maka karya Muhammadiyah perlu diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Tegas Prof Haedar, “Pendekatan personal terus jalan. Tetapi pendekatan institusional lebih penting.”
Dalam konteks nasional Muhamadiyah perlu refleksi. Bahwa ada problem yang belum tuntas dari sisi organisasi. Antara lain posisi sebagian kader ketika menghadapi situasi dramatik. Karena akumulasi dari berbagai pemikiran yang berseliweran di Muhammadiyah setiap orang merasa bebas. Akibatnya sistem sering terlewati. Padahal Manhaj Tarjih itu sudah lebih dari cukup. Bahwa faham keagamaan Muhammadiyah itu rujuk pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, dalam berijtihad menggunakan metode bayani, burhani, dan irfani. Bentuknya adalah purifikasi dan dinamisasi.
Masalahnya tidak semua warga Muhammadiyah membaca tuntas produk-produk pemikiran Muhammadiyah itu. Ketika terjadi pandemi Covid-19 warga Muhammadiyah terbelah. Bahkan muncul semacam pembangkangan teologis. Lanjut Prof Haedar, “Baitul Arqam itu penting. Mohon baca ulang pemikiran-pemikiran Muhammadiyah yang sudah ada.”
Muhammadiyah kuat karena sistem yang bernama Persyarikatan. Orang boleh datang dan pergi. Tetapi organisasi tetap jalan. Organisasi ini harus dijaga bersama. Muhammadiyah dengan AUM-nya kini kuat. Tinggal dikapitalisasi sehingga bisa menjadi lebih besar. Tetapi tantangannya juga besar. PTMA sudah bagus. Tapi 60 prosen memerlukan sinergi untuk bisa naik level. RSMA menghadapi tantangan dari korporasi.
Untungnya Muhammadiyah memiliki kelebihan pada struktur yang sampai ke bawah. Tetapi ketika pemilu warga Muhammadiyah jalan sendiri-sendiri. Padahal banyak tokoh di luar yang hormat pada Muhammadiyah. Maka warga Muhammadiyah harus menahan diri. Jangan berlebihan karena itu tidak baik. Apalagi untuk muamalat duniawiyat yang hukumnya ibahah. “Kalau kita jalan sendiri-sendiri organisasi ini bisa berantakan juga. Meski kerja seperti ini adalah kerja tidak populer. Tidak banyak pernyataan yang dikeluarkan.”
Pembicara lainnya adalah Prof Munir Mulkhan. Di hadapan para kader kali ini beliau menyatakan tidak muda lagi. Meski semangat masih tinggi kemerosotan fisik tidak bisa dihindari. Umur Prof Munir kini masuk delapan puluh tahun. Aku kenal pertama beliau pada 1984, empat puluh tahun yang lalu. Aku kelas tiga SMA Muhi dan menjadi peserta Mubalig Hijrah selama Ramadan. Penyelenggaranya Majelis Tablig PP Muhammadiyah dimana Prof Munir sekretarisnya. Beliau juga pernah memegang jabatan di Majelis Tabligh, Majelis Pembinaan Kader, dan Majelis Dikti.
Punckanya beliau adalah Sekretaris PP Muhamadiyah periode 2000-2005. Sebagai Guru Besar beliau masih produktif. Tulisan dan buku-buku beliau banyak menjadi rujukan. Meski sudah sepuh Prof Munir menyampaikan materi dengan gaya yang tetap tajam dan menggigit. Mengutip hadits tentang Lima Perkara beliau berpesan pada peserta, “Jagalah mudamu sebelum tuamu.”
Tentu bagian tidak terpisahkan dari Pelatihan Instruktur adalah Ice breaking. Ada belasan ice breaking yang dipraktekkan. Salah satunya Memecah Balon. Enam puluh lebih peserta terbagi ke dalam enam grup. Grup kami bernama Dahlan. Di dekat kami Grup Buya dan di sebelah jauh Grup Kambing. Anggota dalam grup saling tersambung, paling depan menjadi kepala, dan paling belakang menjadi ekor yang padanya diikatkan sebuah balon. Target masing-masing grup adalah memecahkan balon grup lain. Maka harus fokus dan bekerjasama.
Untuk itu dijalin koalisi dengan Grup Buya dengan target balon yang sama yaitu balon Grup Kambing. Maka kami pun fokus mengejar balon Grup Kambing. Tetapi diam-diam ternyata aku diincar kepala Grup Buya. Mereka mengkhianati koalisi, menelikung dari belakang, dan “duar….” Ekor-balonku pun pecah. Maka pesan moralnya adalah jangan sembarang memilih kawan untuk berkoalisi.
Gedung BBGP, Ahad 11 Februari 2024. Tiga hari dua malam bersama telah menciptakan kebersamaan antar peserta BAPINAS. Kami pun duduk memenuhi kursi yang ditata melingkar. Sebelum penutupan akan dimainkan Angin Puting Beliung ice breaing terakhir. Irfan Islami sebagai MoT berucap, “Angin bertiup.” Peserta menjawab “bertiup kemana?” MoT berujar, “ke peserta yang memakai baju hitam.” Seluruh peserta yang berbaju hitam berdiri dan berpindah kursi. Sedangkan satu kursi diduduki MoT. Maka satu peserta menjadi korban. Dia kehabisan kursi. Maka kelaspun riuh rendah dilanda Puting Beliung ini.
Pada tiga seri pertama aku selamat. Tetapi pada seri keempat aku tidak kebagian tempat duduk. Sehingga harus berdiri. Lalu aku pun berucap. “Angin bertiup.” Hadirin menjawab, “bertiup kemana?” Aku mendekat ke calon kursi yang segera kosong. Lalu dengan keras berucap, “ke peserta dengan perut buncit…” Maka meledaklah tawa seisi ruangan.
Ice brekaing sebagai sebuah permainan memang selalu berujung kegembiraan. Ini diperlukan dalam setiap pelatihan maupun pengkaderan. Semoga kegembiraan juga menyertai kami dalam menyelenggarakan Baitul Arqam. Maupun berbagai bentuk pelatihan lainnya di UPP masing-masing. Sehingga ke depan gelombang gerakan Muhammadiyah makin sama dan seirama. Insya Allaah.
Kampus Terpadu UMY, 16 Februari 2024