Berdamai dengan Diri Sendiri
Oleh: Suko Wahyudi, PRM Timuran Yogyakarta
Banyak orang menjalani hidup dengan beban pikiran yang berat, rasa bersalah di masa lalu, ekspektasi yang tinggi, dan tekanan dari lingkungan sekitar. Tanpa disadari, hal ini membuat kita sulit untuk merasa tenang dan bahagia. Berdamai dengan diri sendiri adalah sebuah proses yang tidak mudah, tetapi sangat penting untuk kesejahteraan mental dan spiritual kita.
Berdamai dengan diri sendiri berarti menerima segala kelebihan dan kekurangan yang kita miliki, memahami diri sendiri dengan baik, serta tidak terus-menerus menyalahkan diri atas kesalahan yang telah lalu. Ini bukan berarti berhenti berkembang, tetapi lebih kepada sikap bijak dalam menilai diri dan memberikan ruang untuk bertumbuh tanpa tekanan yang berlebihan.
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Ibrahim [14]: 7)
Ketika kita berdamai dengan diri sendiri, kita lebih mampu mensyukuri apa yang kita miliki. Kita tidak lagi terjebak dalam perasaan kurang atau tidak cukup baik, melainkan belajar untuk menghargai diri sendiri dengan segala keunikan yang ada.
Saat kita terus-menerus berjuang melawan diri sendiri, membandingkan hidup dengan orang lain, atau menyesali masa lalu, hal itu hanya akan menambah tekanan mental. Dengan menerima diri sendiri, kita bisa hidup lebih tenang dan bebas dari beban yang tidak perlu.
Katakanlah, ''Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang."(Az-Zumar [39]: 53)
Pikiran yang dipenuhi dengan ketidakpuasan dan penyesalan bisa berdampak pada kesehatan fisik. Stres berkepanjangan bisa menyebabkan berbagai penyakit, seperti tekanan darah tinggi, gangguan tidur, atau depresi. Dengan berdamai dengan diri sendiri, kita bisa lebih sehat secara fisik dan mental.
"Dan janganlah kamu bersikap lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman." (Ali-Imran [3]: 139)
Secara psikologis, ketidakpuasan dan penyesalan yang terus-menerus dapat menyebabkan stres berkepanjangan, yang berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik.
Secara psikologis, ketidakpuasan dan penyesalan yang terus-menerus dapat membebani pikiran, menciptakan kecemasan, dan memperburuk perasaan rendah diri. Ketika seseorang terus-menerus merasakan penyesalan atau ketidakpuasan terhadap keadaan atau keputusan yang telah diambil, mereka cenderung terperangkap dalam pola pikir negatif yang mengarah pada stres kronis. Stres berkepanjangan ini memicu reaksi fisik dalam tubuh, seperti peningkatan kadar hormon stres (kortisol), yang dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi, serta masalah fisik seperti gangguan tidur, tekanan darah tinggi, dan gangguan pencernaan.
Proses stres ini juga mempengaruhi sistem saraf otonom dan memengaruhi keseimbangan tubuh secara keseluruhan. Kesehatan mental yang terganggu akibat perasaan tidak puas atau menyesal bisa memperburuk pola pikir dan emosi, membentuk lingkaran setan yang sulit diputus. Oleh karena itu, penting untuk mengelola dan melepaskan ketidakpuasan serta penyesalan agar dapat mengurangi stres dan memperbaiki kesehatan fisik dan mental secara keseluruhan.
"Seorang mukmin itu adalah orang yang baik hatinya. Tidak ada penyesalan bagi seorang mukmin, jika ia tertimpa sesuatu, ia akan bersyukur, jika mendapat kebaikan ia akan bersyukur, dan jika tertimpa kesulitan ia akan bersabar." (HR. Bukhari dan Muslim)
"Janganlah kamu terlalu banyak menyesali masa lalu, karena setiap penyesalan yang berlarut-larut hanya akan memperburuk keadaan." (HR. muslim)
Seorang yang mau berdamai dengan dirinya sendiri akan memiliki sikap yang positif terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya. Penyesalan yang berkepanjangan tidak akan bermanfaat karena hal tersebut hanya akan memperburuk kondisi psikologis dan emosional. Sebaliknya, bersyukur atas kebaikan dan bersabar atas kesulitan adalah cara yang lebih baik untuk menjaga kesehatan mental dan emosi.
"Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah kebaikan baginya, dan itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh seorang mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika ia ditimpa kesusahan, ia bersabar, maka itu pun baik baginya." (HR. Muslim)
Kiat-Kiat Berdamai Dengan Diri Sendiri
1. Menerima Kekurangan dan Kegagalan
Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan. Dalam perjalanan hidup, kita pasti pernah berbuat salah, baik disengaja maupun tidak. Namun, kesalahan bukanlah akhir dari segalanya. Sebaliknya, kesalahan adalah bagian dari proses belajar dan bertumbuh.
"Setiap anak Adam pasti melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertaubat." (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Hadits ini mengandung pesan mendalam tentang bagaimana kita harus menyikapi kesalahan. Daripada terus-menerus menyalahkan diri sendiri atau terjebak dalam penyesalan yang berlarut-larut, lebih baik kita menjadikan kesalahan sebagai guru kehidupan.
Banyak orang yang merasa gagal setelah melakukan kesalahan, tetapi kesalahan bukanlah sesuatu yang harus disesali terus-menerus. Justru, dari kesalahan kita bisa belajar menjadi lebih baik.
Seorang ulama besar, Ibnul Qayyim, pernah berkata:
"Orang yang cerdas bukanlah yang tidak pernah jatuh, tetapi yang segera bangkit setelah terjatuh."
Artinya, kesalahan hanyalah bagian dari perjalanan menuju kematangan diri. Dengan kesalahan, kita bisa memahami kelemahan dan memperbaikinya. Jika kita terus menyalahkan diri sendiri, maka kita hanya akan menghambat langkah kita menuju kebaikan.
2. Berhenti Membandingkan Diri dengan Orang Lain
Berdamai dengan diri sendiri berarti menerima segala kelebihan dan kekurangan yang kita miliki. Tidak ada manusia yang sempurna, dan setiap orang memiliki kelemahan yang harus diterima sebagai bagian dari proses kehidupan. Daripada terus menyalahkan diri sendiri atas hal-hal yang tidak bisa kita ubah, lebih baik fokus pada hal-hal yang bisa diperbaiki dan dikembangkan. Menerima diri apa adanya bukan berarti berhenti berusaha, tetapi menjadi lebih jujur terhadap diri sendiri dan belajar mencintai diri tanpa syarat.
"Lihatlah orang yang berada di bawah kalian dan jangan melihat orang yang berada di atas kalian, karena yang demikian itu lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah kepada kalian." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mengajarkan prinsip utama dalam berdamai dengan diri sendiri: fokus pada nikmat yang sudah dimiliki, menghindari perbandingan yang tidak sehat, dan menerima kehidupan dengan penuh rasa syukur. Dengan menerapkannya, seseorang akan merasa lebih tenang, bahagia, dan tidak terbebani oleh ekspektasi yang tidak realistis.
3. Belajar Memaafkan Diri Sendiri
Memaafkan diri sendiri adalah langkah esensial dalam proses berdamai dengan masa lalu. Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, baik itu menyakiti orang lain, mengambil keputusan yang keliru, atau melewatkan peluang berharga. Namun, terjebak dalam penyesalan tanpa adanya upaya untuk memperbaiki diri hanya akan memperburuk keadaan.
Terus-menerus menyalahkan diri sendiri tidak akan mengubah masa lalu, tetapi justru bisa menghambat pertumbuhan pribadi. Memaafkan diri sendiri memungkinkan kita untuk belajar dari kesalahan tanpa terbebani oleh rasa bersalah yang berlebihan.
Katakanlah, "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dia-lah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Az-Zumar [39]: 53)
4. Fokus pada Hal-hal yang Bisa Dikendalikan
Pendekatan untuk menerima bahwa tidak semua hal dalam hidup bisa kita kendalikan adalah kunci untuk mencapai ketenangan batin dan kesejahteraan emosional. Sering kali, kita merasa cemas atau tertekan karena terlalu fokus pada hasil atau keadaan yang berada di luar kendali kita, seperti opini orang lain, perubahan situasi ekonomi, atau bahkan kejadian yang belum terjadi. Padahal, semakin kita memikirkan hal-hal tersebut, semakin kita kehilangan kendali atas diri sendiri.
Sebaliknya, dengan mengalihkan perhatian pada apa yang bisa kita lakukan saat ini, kita akan lebih produktif dan tidak mudah terjebak dalam perasaan negatif. Misalnya, jika kita menghadapi tantangan dalam pekerjaan atau kehidupan pribadi, daripada berlarut-larut dalam kekhawatiran, kita bisa bertanya pada diri sendiri: Apa langkah konkret yang bisa saya ambil sekarang untuk menghadapi situasi ini? Fokus pada tindakan nyata akan membantu kita merasa lebih berdaya dan mengurangi kecemasan.
"Dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai Pelindung." (Al-Ahzab [33]: 3)
Ayat ini mengajarkan bahwa setelah kita berusaha sebaik mungkin, kita harus menyerahkan hasilnya kepada Allah dengan penuh keyakinan. Dengan begitu, hati kita akan lebih tenang, karena kita menyadari bahwa segala sesuatu berjalan sesuai dengan ketetapan-Nya yang penuh hikmah.
Mengembangkan kebiasaan untuk fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan juga melatih kita untuk lebih sabar dan bersyukur. Kita belajar untuk menerima kenyataan dengan lapang dada tanpa kehilangan semangat untuk terus berusaha. Sikap ini akan membuat kita lebih tangguh dalam menghadapi kehidupan dan tidak mudah terguncang oleh perubahan atau kegagalan.
5. Membangun Kebiasaan Positif
Lakukan aktivitas yang membawa ketenangan
Dalam konteks berdamai dengan diri sendiri secara Islami, membangun kebiasaan positif dengan melakukan aktivitas yang membawa ketenangan berarti menjalani kehidupan yang selaras dengan nilai-nilai Islam, menjauhkan diri dari kegelisahan duniawi, serta mendekatkan diri kepada Allah SwT.
Ketenangan hati bukanlah sesuatu yang datang dengan sendirinya, melainkan harus dibangun melalui kebiasaan-kebiasaan positif yang mendekatkan diri kepada Allah. Diantara aktivitas Islami yang dapat membantu seseorang mencapai ketenangan batin dan berdamai dengan dirinya sendiri adalah berdzikir.
Dzikir adalah salah satu cara terbaik untuk mengisi hati dengan cahaya keimanan. Dengan terus mengingat Allah melalui dzikir, hati akan semakin tenang dan jauh dari keresahan duniawi. Allah SWT berfirman:
"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (Al-A'raf [7]: 205)
Selain berdzikir membaca Al-Qur’an juga menjadi salah satu sumber ketenangan bagi setiap Muslim. Membaca dan memahami maknanya dapat memberikan jawaban atas kegelisahan hidup serta menguatkan hati dalam menghadapi ujian.
Allah SwT berfirman:
"Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (QS. Al-Isra [17]: 82)
6. Mendekatkan Diri kepada Tuhan
Dalam kehidupan ini, banyak orang merasa terjebak dalam kegelisahan, kecemasan, dan ketidakpuasan. Tekanan hidup, ekspektasi sosial, dan kegagalan seringkali membuat kita sulit menerima diri sendiri. Namun, Islam mengajarkan bahwa ketenangan sejati hanya bisa ditemukan dalam kedekatan dengan Allah SWT. Saat seseorang mendekat kepada-Nya, ia akan menemukan makna hidup, menerima diri apa adanya, dan merasakan kedamaian batin yang hakiki.
Berdamai dengan diri sendiri adalah proses yang membutuhkan waktu dan usaha. Namun, ketika kita mampu menerimanya, hidup akan terasa lebih ringan dan penuh makna. Tidak ada kebahagiaan sejati tanpa kedamaian dalam diri. Oleh karena itu, belajarlah untuk menerima, memaafkan, dan mencintai diri sendiri. Dengan begitu, kita bisa menjalani hidup dengan lebih tenang, bahagia, dan penuh rasa syukur.