Oleh: Izza Rohman
Ketua Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah New South Wales
Selain mengusung konsep Baitul Arqam hijau dan ramah anak, Baitul Arqam Camp Sydney juga disiapkan dan dilaksanakan dengan prinsip taawun yang mengandung nilai kebersamaan, kesetaraan, kemandirian, dan kepedulian.
Tidak ada perbedaan yang jauh antara panitia dan peserta. Peserta tidak perlu membayar (ataupun dibayar) untuk ikut kegiatan ini. Tidak ada cerita bahwa semua urusan panitia. Warga yang kali ini tidak berkesempatan untuk ikut menjadi peserta, juga turut membantu.
Peserta dan panitia mengatur dan menanggung biaya transportasi masing-masing. Akses ke lokasi membutuhkan kendaraan pribadi. Peserta atau panitia yang memiliki kendaraan pribadi menyediakan tumpangan bagi yang tidak memiliki kendaraan. Namun, tidak ada istilah asal mobil muat. Di Australia, jumlah penumpang tidak boleh melebihi jumlah kursi kendaraan; ini pelanggaran yang sangat serius.
Beberapa peserta yang terpaksa naik kereta, mereka diantar-jemput dari Stasiun Hornsby, stasiun terdekat sekitar setengah jam dari lokasi. Andai tidak diantar-jemput di stasiun ini, maka peserta perlu menyambung dengan bus selama 15 menit lalu lanjut berjalan kaki 4 jam sejauh 17 kilometer! (Weleh-weleh.. ).
Beberapa warga (termasuk yang bukan peserta/panitia) secara bergantian menyediakan kendaraan dan jamuan makan untuk memuliakan para instruktur yang jauh-jauh datang dari Yogyakarta dan Solo, sebelum mereka ke lokasi maupun sesudah kegiatan untuk berkeliling Sydney hingga mereka terbang ke Melbourne untuk melanjutkan misi majelis.
Baitul Arqam Sydney dihadiri tiga instruktur dari Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani PP Muhammadiyah (Bachtiar Dwi Kurniawan, Mutohharun Jinan, dan Azaki Khoirudin), dan satu narasumber dari Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional PP Muhammadiyah (Yayah Khisbiyah). Mereka mengatur sendiri pengurusan visa dan tiket pesawat ke Australia.
Untuk konsumsi selama acara, ibu-ibu peserta (dibantu bapak-bapak) bertugas menyiapkan sarapan, hidangan break, dan makanan buat anak-anak, yang merupakan sumbangan panitia, peserta, dan warga. Semua peserta juga diminta membawa snack dan makanan halal untuk berbagi sehingga ikut memastikan kebutuhan konsumsi di lokasi mencukupi. Pasalnya lokasi cukup terisolasi dan kegiatan berlangsung selama 4 hari 3 malam. Untuk makan siang dan makan malam, konsumsi dipesan dari penyedia catering yang juga keluarga dari salah satu peserta, dengan dana yang disediakan oleh PCIM Australia.
Di lokasi Baitul Arqam, panitia, peserta dan bahkan instruktur juga bergotong-royong mengatur kebersihan, memasang/melepas tenda (yang dibutuhkan karena lodge tidak dapat menampung seluruh peserta), mengatur kamar, memasang perlengkapan acara, mendokumentasikan momen-momen, menjaga anak-anak, dan mengawasi keamanan. Perlengkapan kegiatan (termasuk alat pelatihan dan video) disiapkan oleh tim panitia yang diketuai Iqwan Sanjani, salah satu lulusan terbaik Baitul Arqam Melbourne 2022.
Kebutuhan dokumentasi foto profesional terpenuhi dengan sumbangan salah satu peserta, Didi Kusnadi, yang seorang fotografer senior (usianya kira-kira 70an tahun). Untuk keperluan acara, salah seorang peserta Baitul Arqam, Prof. Mukhamad Najib berkenan membuka acara dalam kapasitas sebagai Atdikbud KBRI Canberra. Bahkan, untuk keperluan pemberitaan kegiatan, salah satu anggota panitia, Nurwanto (Ketua PRIM NSW 2019-2021) bertugas dengan bantuan Haidir Fitra Siagian (Ketua PRIM NSW 2021-2022) yang sudah balik ke Makassar.
Penyewaan tempat kegiatan sendiri diurus oleh PRIM NSW, namun sepenuhnya dibiayai oleh PCIM Australia. Selain itu, PCIM Australia juga menyediakan subsidi untuk pengurusan visa tim MPKSDI, dan menanggung keperluan apresiasi untuk tim instruktur dan narasumber. Biaya tiket pesawat bolak-balik Indonesia-Australia alhamdulillah dapat diatur sendiri oleh Majelis. MPKSDI juga menyediakan buku suplemen materi Baitul Arqam. Biaya pembuatan kaos dan akses internet di lokasi ditanggung masing-masing oleh peserta dan panitia. Semua pihak yang terlibat telah memberi kontribusi penting bagi terlaksananya kegiatan perkaderan Persyarikatan tercinta ini.
Sekalipun para peserta sibuk bertaawun dan mengikuti Baitul Arqam dengan gembira dan bersenang-senang, mereka tetap peduli dengan penderitaan dan perjuangan saudara-saudara muslim di Gaza, Palestina. Pada sesi pembukaan, semua peserta berdoa secara khusus untuk pejuang dan warga Palestina. Pada hari yang sama, mereka juga berdoa untuk kesembuhan warga yang tengah dirawat di rumah sakit. Salah satu peserta, Dian Nuryani, batal berangkat karena kondisi suaminya yang memerlukan penanganan serius. Sehari setelah didoakan, beliau dapat kembali ke rumah. Alhamdulillah. (bersambung)