Cendawan Oligarki

Publish

8 September 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
323
Foto Ilustrasi Oxfam America

Foto Ilustrasi Oxfam America

Cendawan Oligarki

Oleh: Mohamad Joharudin, Kader Muhammadiyah Cirebon, Akademisi dan Praktisi Demokrasi

Oligarki, sebagai fenomena di mana kekuasaan dikuasai oleh segelintir orang, telah lama menjadi kajian penting dalam politik dan ekonomi. Fenomena ini mencengkeram aspek sosial, ekonomi, dan politik secara mendalam, menyerupai cendawan yang tumbuh di tempat tersembunyi, memanfaatkan situasi yang mendukung untuk berkembang pesat. Pada artikel akan membahas bagaimana oligarki bekerja, dampaknya, serta bagaimana Islam, khususnya Muhammadiyah, menawarkan solusi untuk menghadapinya.

Secara etimologis, oligarki berasal dari bahasa Yunani, yakni oligos yang berarti "sedikit," dan arkhein yang berarti "memerintah." Dalam konteks ini, oligarki merujuk pada kekuasaan yang terkonsentrasi di tangan kelompok kecil yang memonopoli kekuatan ekonomi, politik, dan sosial. Mereka memengaruhi kebijakan publik demi kepentingan pribadi atau kelompok mereka, meskipun secara formal sistem politik yang ada mungkin tampak demokratis.

Di era modern, oligarki sering terwujud melalui kekuatan elit bisnis atau keluarga-keluarga besar yang mengendalikan sektor-sektor strategis dalam ekonomi. Sumber daya alam, perbankan, dan teknologi sering menjadi pusat kekuasaan mereka. Jalinan kekuasaan ini membuat oligarki tidak hanya mencengkeram ekonomi tetapi juga mempengaruhi politik dan sosial melalui hubungan erat dengan para pemangku kebijakan.

Teori politik mengenai oligarki, seperti yang dikemukakan oleh Robert Michels dalam Political Parties (1911), menunjukkan kecenderungan organisasi, bahkan yang demokratis, untuk berkembang menjadi oligarki. Michels mengajukan konsep "Hukum Besi Oligarki" yang menyatakan bahwa seiring bertambahnya ukuran organisasi, kekuasaan cenderung terpusat pada segelintir orang. Mereka ini, dengan kekuatan ekonomi dan politik yang dimilikinya, mengendalikan sumber daya dan informasi, menjadikan diri mereka penguasa de facto, meskipun secara formal kekuasaan berada di tangan rakyat.

Seperti cendawan yang tumbuh di tempat tersembunyi dan lembap, oligarki juga berkembang dalam situasi di mana kontrol atas kekayaan dan kekuasaan terpusat. Ada beberapa karakteristik utama dari cendawan oligarki ini:

Pertama, konsentrasi kekuasaan. Kekuasaan hanya berada di tangan kelompok kecil yang kaya atau berpengaruh. Kedua, pengaruh yang tak terlihat. Meski ada sistem demokrasi, oligarki mengendalikan kebijakan melalui lobi politik dan akses langsung ke para pemangku kebijakan. Ketiga, eksploitasi sumber daya. Para oligark sering memanfaatkan sumber daya ekonomi strategis untuk memperkaya diri dan memperkuat kekuasaan mereka.

Dalam bukunya The Power Elite (1956), C. Wright Mills menggambarkan bagaimana elit politik, militer, dan ekonomi di Amerika Serikat saling berkolaborasi untuk mempertahankan kekuasaan. Hal ini menunjukkan bahwa oligarki bukan hanya tentang kekayaan individu, tetapi tentang kontrol terhadap institusi-institusi yang memengaruhi kehidupan masyarakat luas.

Dalam pandangan Islam, konsentrasi kekayaan dan kekuasaan pada segelintir orang sering kali bertentangan dengan prinsip keadilan sosial dan ekonomi. Islam menekankan pentingnya distribusi kekayaan yang merata, keadilan, serta tanggung jawab sosial. Oligarki, yang cenderung mengakumulasi kekayaan di tangan sedikit orang, bertentangan dengan maqasid al-shariah (tujuan-tujuan syariah), yang salah satunya adalah distribusi kekayaan untuk kebaikan bersama.

Sebaliknya di dalam Islam memegang teguh prinsip keadilan sosial dalam Islam. Pertama, kepemilikan bersyarat. Harta dalam Islam adalah amanah dari Allah SWT. Pemilik kekayaan diwajibkan untuk mengelolanya dengan adil dan memperhatikan kepentingan sosial. Kedua, larangan penumpukan kekayaan. Al-Qur'an memperingatkan umat agar tidak menumpuk harta tanpa memperhatikan kesejahteraan sesama (QS. At-Taubah: 34-35). Ketiga, zakat dan infak. Sistem zakat dalam Islam merupakan alat utama untuk mendistribusikan kekayaan, mencegah akumulasi di tangan segelintir orang.

Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, memiliki sikap tegas terhadap ketidakadilan sosial dan ekonomi, termasuk oligarki. Tiga aspek utama yang diusung Muhammadiyah untuk menghadapi oligarki antara lain: pendidikan sebagai alat emansipasi, ekonomi berkeadilan, gerakan sosial dan filantropi serta menekankan prinsip amar ma'ruf nahi munkar.   

Muhammadiyah percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk memberdayakan masyarakat agar tidak mudah dikuasai oleh oligarki. Pendidikan menciptakan kesadaran kritis dan kemampuan untuk mengontrol sumber daya secara mandiri. kemudian, dalam konteks ekonomi berkeadilan Muhammadiyah mendorong ekonomi yang berdasarkan nilai-nilai Islam, seperti keadilan dan transparansi. Praktik riba, monopoli, dan penimbunan kekayaan dilarang keras dalam Islam. Muhammadiyah mempromosikan sistem ekonomi yang memberdayakan umat melalui koperasi syariah dan Baitul Maal wat Tamwil (BMT).

Selanjutnya, gerakan sosial dan filantropi, Muhammadiyah aktif dalam gerakan sosial, seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan bantuan sosial, yang bertujuan mengurangi kesenjangan sosial akibat oligarki. Muhammadiyah juga menekankan prinsip amar ma'ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran) sebagai landasan dalam menolak sistem yang menindas atau memperkaya segelintir elit di atas penderitaan rakyat.

Menghadapi Cendawan Oligarki

Oligarki, seperti cendawan (jamur), tumbuh dalam situasi yang memungkinkan kekuasaan dan kekayaan terpusat pada segelintir orang. Mereka menguasai sektor-sektor vital, menciptakan ketergantungan masyarakat pada kekuasaan mereka, baik di ranah sosial, ekonomi, maupun politik. Namun, Islam, melalui konsep keadilan sosial dan distribusi kekayaan, menawarkan solusi yang menolak dominasi semacam ini. 

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam berfokus pada pendidikan, pemberdayaan ekonomi, dan gerakan sosial untuk melawan dominasi oligarki. Melawan cendawan oligarki memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan reformasi sosial, pendidikan, dan ekonomi yang berkelanjutan. Ini adalah tantangan besar, tetapi dengan landasan nilai-nilai Islam dan gerakan sosial yang kuat, kekuatan oligarki dapat ditekan demi menciptakan masyarakat yang lebih adil. Tentunya, sebagaimana cendawan yang disinari matahari, ia akan layu dan mati.(*) 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Keunggulan Membuat Amal Usaha Persyarikatan Bertahan dan Berkembang  Oleh Amidi, Dosen Fakulta....

Suara Muhammadiyah

22 May 2024

Wawasan

Memberi Nilai Ibadah pada Dunia Kerja Kita Oleh : M. Rifqi Rosyidi, Lc., M.Ag., Mudir Pondok M....

Suara Muhammadiyah

17 January 2024

Wawasan

Menikmati (tanpa) Memiliki Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, Ketua PRM Legoso, Wakil Sekretaris LPCRPM....

Suara Muhammadiyah

19 June 2024

Wawasan

Sulthanan-Nashira sebagai Pakaian Politik Islam Oleh: Adrian Al-fatih, Kader Muhammadiyah Sulthana....

Suara Muhammadiyah

22 December 2023

Wawasan

Pemimpin Matang di Pohon Oleh : Ahsan Jamet Hamidi, Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Legoso dan ....

Suara Muhammadiyah

27 August 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah