DAKWAH, SENI, DAN GELANGGANG BERSAMA
Kalau kita membuka album foto Muhammadiyah masa lalu, kita pasti akan menjumpai foto pasukan drumband. Seakan-akan Muhammadiyah dan drumband merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Fakta ini nyaris hadir di seluruh daerah di tanah air. Di mana ada Muhammadiyah di situ pasti akan ada Pasukan Genderang dan Terompet (PGT) atau Pasukan Genderang, Terompet, dan Seruling (PGTS).
Kala itu, PGTS seakan-akan sengaja dibentuk oleh Muhammadiyah untuk menunjukkan semangat kemajuan Muhammadiyah. Satu keputusan yang sangat berani. Kala itu, kehadiran PGTS ini tidak sesederhana masa sekarang. Kala itu, alat musik selain rebana masih banyak diharamkan oleh para pemuka agama Islam. Apalagi alat musik modern yang dibawa kaum kafir dan seruling yang sering disebut sebagai alat tiupan setan.
Namun, seperti sepak bola yang kala itu juga pernah diharamkan oleh mayoritas tokoh agama Islam, Muhammadiyah terus berkembang dengan PGTS nya. Kalau dicermati ulang pada masa awal, Muhammadiyah memang terbiasa memanfaatkan berbagai perangkat kesenian untuk memperlancar gerakan dakwahnya. Hal itu setidaknya terekam pada tradisi yang sampai sekarang masih lestari. Selalu ada lagu yang dibuat untuk menyemarakkan Kongres/Muktamar.
Pada masa awal perintisan, Muhammadiyah cenderung memilih memakai seni modern daripada seni tradisi. Pilihan ini mungkin didasarkan pada asumsi bahwa segala hal yang modern dianggap sebagai lambang kemajuan. Pilihan ini sekaligus juga sebagai pembeda dengan kelompok Islam Kolot yang selalu menolak seluruh tradisi dan budaya modern. Sejarah kemudian mencatat, pilihan ini merupakan hal yang sangat tepat. Banyak anak muda dan orang Islam yang berpikir maju modern dengan suka rela bergabung dengan Muhammadiyah.
Selengkapnya dapat membeli Majalah Suara Muhammadiyah digital
Klik di sini https://buku.suaramuhammadiyah.id/#/books/detail/?q=dakwah-seni-dan-gelanggang-bersama-2