Di Antara Kita Ketika Ada Bencana
Oleh: Mohammad Fakhrudin
Peristiwa gunung meletus, gempa bumi, banjir bandang, angin puting beliung, kebakaran hutan, karamnya kapal, tabrakan pesawat terbang, atau perang yang mengerikan dan menyebabkan korban, baik harta maupun jiwa, bagi khalayak dinyatakan sebagai peristiwa besar. Oleh karena itu, mereka memberikan perhatian yang luar biasa besarnya dan dalam waktu yang lama.
Di sisi lain, ada di antara kita yang hanya dalam sekejap tertarik memperhatikannya. Bahkan, mungkin ada di antara kita yang tidak tertarik sama sekali. Namun, kekalahan tim sepak bola favorit, atau kekalahan calon kepala desa, calon bupati, calon gubernur, atau calon presiden yang kita dukung dapat membuat di antara kita tidak dapat tidur berhari-hari.
Peristiwa apa pun, sekecil apa pun, dan sesederhana apa pun bagi sastrawan dapat menjadi inspirasi proses kreatifnya. Baginya peristiwa itu tetap bermakna, maka patut diceritakan kepada khalayak. Kemudian, lahir dari tangannya puisi, cerpen, novel, dan drama. Bagi penulis skenario dan sutradara, dapat lahir sinetron dan film.
Lebih hebat lagi, suatu peristiwa yang bagi orang lain semula dianggap biasa, tidak bermakna atau sangat kecil maknanya bagi kehidupan, setelah diolah melalui proses kreatif sastrawan, akhirnya disadari oleh khalayak bahwa peristiwa tersebut sangat bermakna. Lalu, mereka sangat memperhatikannya.
Pada era keemasan teater, sering tema kritik sosial diangkat oleh Bengkel Teater (misalnya dalam lakon Panembahan Reso), Teater Koma (misalnya dalam lakon Opera Kecoa), dan Teater Mandiri (misalnya dalam lakon Jangan Menangis Indonesia). Lakon tersebut diangkat dari realitas, terutama realitas politik, sosial, dan ekonomi di Indonesia. Dengan kata lain, para penulis skenario dan sutradara terinspirasi oleh peristiwa, keadaan, atau hal yang dilihat, dialami, dipikirkan, dan pantas diceritakan kepada khalayak.
Tsunami Menginspirasi
Ketika terjadi tsunami di Aceh 26 Desember 2004, para sastrawan terinspirasi. Para penyair menulis puisi misalnya Laut Surut (Fikar W. Eda); Perahu (Mustafa Ismail), dan Aceh 26 Desember 2004 (Joko Pinurbo). Tentu masih banyak lagi puisi lain yang berisi berbagai peristiwa, keadaan, atau hal yang berkaitan dengan tsunami.
Para cerpenis pun terinspirasi. Fifin Nurdiyana menulis Stop Kontak Senjata Dan! Arimbi Bimoseno menulis Tsunami. Fira Basuki menulis Pengantin Mata Biru. Kiranya masih banyak lagi cerpen lain yang tercipta karena terinspirasi oleh peristiwa tsunami juga.
Tidak berbeda halnya para novelis. Di antara mereka adalah Tere Liye. Dia menulis Hafalan Shalat Delisa. Akmal Basery Nasral menulis Te O Teriatte. Di samping kedua novel tersebut, kiranya masih ada lagi novel lain yang berisi kisah tsunami Aceh.
Di dunia film dihasilkan, antara lain, Serambi (Garin Nugroho), Hafalan Shalat Delisa (Sony Gaokasak), The Man from the Sea (Kōji Fukada), dan Beyond the Tsunami (Tim Barretto). Ketiga film tersebut merupakan contoh.
Lagu pun tercipta! Lagu yang terinspirasi oleh tsunami Aceh misalnya Indonesia Menangis (Sherina),Tsunami (Lailissa'adah), dan Aneuk Yatim (Rafly).
Kesaksian Sastrawan
Kesaksian sastrawan ketika terjadi bencana sering tidak hanya derai air matanya, tetapi juga karya sastra. Mereka hadir sendiri di lokasi tanpa juru kamera yang merekamnya. Kehadirannya tidak dipublikasi.
Mereka melakukan kontemplasi. Lalu, mereka menulis puisi, cerpen, dan/atau novel tidak sekadar menceritakan peristiwa yang diamatinya, tetapi juga keadaan dan/atau hal diimajinasikannya. Tujuannya tidak sekadar menyampaikan informasi, tetapi juga menyentuh emosi dan imajinasi.
Karena tersentuh emosi dan imajinasinya, timbul empatinya sehingga tidak sedikit di antara penikmat karyanya itu menangis ketika tokoh cerita yang “dibelanya” atau diidentifikasi sebagai dirinya mengalami peristiwa yang sangat menyedihkan. Mereka senang ketika tokoh tersebut mengalami peristiwa yang sangat menyenangkan. Imajinasinya berkembang sehingga menduga-duga peristiwa yang terjadi selanjutnya atau membayangkan dirinya, keluarganya, atau teman terdekatnya yang mengalami peristiwa yang diceritakan.
Tsunami Aceh menginspirasi juga para pelukis. Banyak lukisan yang dihasilkannya. Tentu saja dari berbagai macam lukisan, umumnya hanya satu suasana kejiwaan, yakni kedukaan.
Tidak tertinggal juga kreator tari. Dalam rangka memperingati 13 tahun tsunami dengan mengangkat tema Luka Beusare Tsunami Aceh yang bertempat di Alun-alun Suka Makmue para pemuda Nagan Raya yang tergabung dalam organisasi Sanggar Seni Makmu Beusare menyelenggarakan Pagelaran Seni Drama Tarian Kolosal. Pentas seni tersebut terkait dengan tsunami Aceh.
Kesaksian Ilmuwan
Kesaksian ilmuwan diwujudkan dalam bentuk karya ilmiah. Di antara buku yang terbit adalah Pasca Lima Belas Tahun Tsunami, Kilas Balik dan Proses Pemulihan yang ditulis oleh Syamsidik, Agus Nugroho, Rina Nuryani Oktari, dan Mirza Fahmi. Buku yang lain adalah Nestapa Tsunami Aceh Saksi Fakta Kapal di atas Rumah tulisan Bundiyah binti Sahan. Terbit juga buku Catatan Pemikiran dari Titik Nol Tsunami Aceh: Membangun Negeri Sadar Bencana tulisan Ahmad Arif.
Dengan membaca uraian tentang tsunami Aceh yang dijelaskan oleh ilmuwan, pembaca hanya memperoleh informasi. Berbagai fakta, baik angka maupun benda, diketahuinya. Perasaan dan imajinasinya tidak tersentuh. Alat yang digunakannya untuk memahami informasi itu cukup kecerdasan intelektual. Memang demikian: uraian yang dipaparkan secara akademis tidak membuat pembaca menangis.
.
Kesaksian Politisi
Berbeda lagi kesaksian politisi. Kedatangannya diikuti oleh tim yang membawa kamera dan siap merekam segala ucapan dan gerak-geriknya. Di antara mereka ada yang datang ke lokasi bencana dengan memanggul karung berisi beras dan membersihkan lantai rumah korban.
Ada pula yang membagi-bagikan bantuan dengan cara melemparkannya dari pesawat terbang. Ada yang melemparkan bantuan dari mobil. Tidak tertinggal: segala ucapan dan gerak-geriknya pun direkam dan langsung dapat disaksikan oleh khalayak.
Masih ada lagi kesaksian lain. Di antara politisi ada yang tampak penuh empati pada korban. Mereka menggendong bayi yatim piatu. Yang lain menggendong kakek. Yang lain lagi menggendong nenek. Mereka pun direkam secara utuh dan khalayak dapat langsung menyaksikannya.
Kesaksian Koruptor
Ulah koruptor sungguh sangat menjijikkan. Ada di antara penyelenggara negara yang tega mengorupsi dana bantuan bencana tsunami Aceh sebesar Rp1.250.027.000,00. Kasus itu telah diputus oleh Mahkamah Agung melalui putusan Nomor 223 K/Pid.SUS/2016. Namun, Indonesian Corruption Watch (ICW) menduga jumlah koruptor dan uang yang dikorupsi yang belum diproses secara hukum jauh lebih banyak.
Rupanya ketika ada dana bantuan untuk korban tsunami Aceh “berseliweran” di depan mata, para koruptor tersenyum dan penuh dengan semangat merencanakan niat busuknya. Lalu, niat itu pun ditindaklanjuti, baik sendirian maupun berkelompok. Pernah terjadi salah satu oknum Government Watch (Gowa) ditangkap oleh petugas POM AU dan polisi NAD. Dia diduga telah menyembunyikan sejumlah bantuan kemanusiaan untuk korban bencana. Selain dia, ada tiga anggota ormas yang juga diduga terlibat.
Beramal Kebaikan, tetapi Tidak Disukai Allah
Di antara amal kebaikan, ternyata ada yang tidak disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Berikut ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana terdapat di dalam HR Ahmad yang berisi penjelasan mengenai hal tersebut.
عن شداد بن أوس - رضي الله عنه - قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : " من صلى يرائي فقد أشرك ، ومن صام يرائي فقد أشرك
Diriwayatkan dari Syadad bin Aus, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Siapa yang mengerjakan salat untuk dilihat orang, maka ia telah berbuat syirik, dan siapa yang berpuasa untuk dilihat orang, maka ia telah berbuat syirik, dan siapa yang bersedekah untuk dilihat orang, maka ia telah berbuat syirik."
Syirik merupakan perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangan-jangan di antara kita ada yang beramal kebaikan untuk korban bencana, tetapi dibenci-Nya.
Na’uzubillah!


