Hati-Hati dengan Hati, Ketika Hati Terjangkit Hasad, Iri, dengki dan Riya’ (1)
Oleh: Ika Sofia Rizqiani, S.Pd.I., M.S.I, Dosen Al Islam dan Kemuhammadiyahan di Prodi Agribisnis Universitas Muhammadiyah Sukabumi dan Sekretaris Mubalighat Aisyiyah PWA Jawa Barat
Hati dalam pandangan Islam adalah pusat kendali seluru1h amal perbuatan manusia. Rasulullah ﷺ bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya, dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pernyataan ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga kebersihan hati dari segala penyakit batin. Di antara penyakit hati yang paling berbahaya adalah hasad (kedengkian), iri, dan riya (pamer amal). Penyakit ini tidak hanya merusak hubungan manusia dengan sesamanya, tetapi juga menghapus nilai pahala amal di sisi Allah ﷻ. Artikel ini akan mengupas bahaya penyakit hati tersebut beserta pelajaran dari Al-Qur’an dan hadis, serta cara penyembuhannya.
Pengertian Penyakit Hati dalam Islam
Penyakit hati adalah kondisi batin yang menyimpang dari fitrah suci manusia. Allah ﷻ berfirman: “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya; dan bagi mereka azab yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (QS. Al-Baqarah: 10)
Para ulama menafsirkan “penyakit hati” dalam ayat tersebut mencakup penyakit keraguan, kemunafikan, dan sifat buruk seperti hasad, iri, riya, takabbur, dan ujub.
Menurut Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin, penyakit hati lebih berbahaya daripada penyakit jasmani, karena penyakit jasmani hanya membinasakan tubuh di dunia, sementara penyakit hati membinasakan jiwa di dunia dan akhirat.
Hasad dan Iri Dengki: Bahaya yang Merusak Amal
Definisi Hasad dan Iri Dengki: Hasad adalah menginginkan nikmat orang lain hilang, meskipun ia sendiri tidak mendapatkannya. Iri bisa bermakna positif (ghibthah), yaitu berharap memiliki kebaikan yang sama tanpa menginginkan nikmat orang lain hilang. Namun jika iri bercampur dengan kebencian, maka ia menjadi bagian dari hasad.
Dalil Al-Qur’an: Allah ﷻ melarang sifat hasad dalam firman-Nya: “Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad dan sahabatnya) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepada mereka? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.”(QS. An-Nisa: 54)
Dalil Hadis Rasulullah ﷺ bersabda: “Janganlah kalian saling hasad, jangan saling menipu, jangan saling membenci, jangan saling membelakangi, dan janganlah sebagian kalian menjual atas jualan sebagian yang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muslim).
Contoh dalam Kehidupan: Kisah Qabil dan Habil dalam QS. Al-Maidah: 27–30, di mana Qabil membunuh saudaranya karena hasad. Dalam kehidupan modern: banyak orang rela merusak nama baik orang lain, menjatuhkan usaha saudaranya, bahkan melakukan fitnah karena didorong oleh hasad.
Riya: Amal yang Terhapus karena Niat yang Salah
Riya adalah melakukan ibadah dengan tujuan dilihat manusia, bukan ikhlas karena Allah. Imam Ibnul Qayyim menyebut riya sebagai “syirik kecil” karena menjadikan manusia sebagai tujuan dalam ibadah. Dalil Al-Qur’an: Allah ﷻ berfirman: “Maka celakalah orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (QS. Al-Ma’un: 4-7).
Imam Nawawi menjelaskan bahwa riya bisa masuk ke dalam semua bentuk ibadah, baik shalat, puasa, sedekah, bahkan amal sosial. Riya menjadikan amal sia-sia meskipun secara lahiriah terlihat mulia.
Perumpamaan riya’ seperti semut hitam yang berjalan di atas batu hitam di tengah kegelapan adalah sebuah gambaran mendalam tentang betapa halus, samar, dan sulitnya penyakit hati ini dikenali. Sebagaimana semut hitam yang hampir mustahil terlihat ketika merayap di atas batu hitam pada malam pekat, begitu pula riya’ sering kali tidak disadari oleh pelakunya. Ia bisa menyusup dalam amal ibadah yang secara lahiriah tampak benar dan mulia, namun di baliknya terselip niat untuk dipuji manusia atau mencari pengakuan. Bahaya riya’ terletak pada kemampuannya merusak amal, karena Allah hanya menerima ibadah yang dilandasi keikhlasan. Rasulullah ﷺ bersabda: "Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil." Para sahabat bertanya: "Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Riya’." (HR. Ahmad, no. 23630).
Selain itu, Allah ﷻ juga menegaskan dalam Al-Qur’an: "Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya." (QS. Al-Kahfi: 110).
Ayat ini menegaskan bahwa amal yang ikhlas semata-mata karena Allah adalah syarat diterimanya ibadah, sedangkan riya’ justru mencampuri ibadah dengan syirik tersembunyi. Oleh karena itu, perumpamaan ini mengajarkan betapa pentingnya muhasabah diri, membersihkan hati, dan memperbarui niat sebelum, saat, dan setelah beramal, agar ibadah tidak terhapus sia-sia oleh riya’ yang datang dengan sangat halus dan tak kasat mata.
Dampak Sosial dan Spiritual dari Penyakit Hati
1. Merusak ukhuwah – Hasad menimbulkan kebencian, permusuhan, dan saling menjatuhkan.
2. Menghapus pahala amal – Riya menghilangkan keikhlasan sehingga amal tidak diterima Allah.
3. Menghalangi doa – Hati yang kotor sulit menghadirkan kekhusyukan dan membuat doa tertolak.
4. Menjerumuskan ke neraka – Rasulullah ﷺ mengingatkan bahwa riya adalah bentuk syirik kecil yang bisa menjerumuskan pelakunya ke dalam murka Allah.
Penyakit hati memiliki dampak sosial yang nyata, terutama dalam hal merusak ukhuwah islamiyah. Salah satu contohnya adalah hasad (iri dengki) yang mendorong seseorang untuk membenci saudaranya, merasa tidak senang atas nikmat orang lain, bahkan berusaha menjatuhkannya. Hal ini menyebabkan hubungan persaudaraan yang seharusnya dilandasi kasih sayang dan tolong-menolong justru berubah menjadi permusuhan dan perpecahan. Padahal, Islam menekankan pentingnya ukhuwah sebagai fondasi kehidupan bermasyarakat, sebagaimana firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10).
Selain itu, penyakit hati seperti riya’ juga memiliki dampak spiritual yang sangat berbahaya, yakni menghapus pahala amal. Riya’ menghilangkan keikhlasan yang menjadi syarat utama diterimanya amal ibadah. Seorang hamba mungkin mengira dirinya telah banyak beramal, namun apabila niatnya tercampur dengan keinginan mendapatkan pujian manusia, maka amal tersebut tidak bernilai di sisi Allah. Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal kecuali jika dilakukan dengan ikhlas dan hanya mengharap wajah-Nya.” (HR. An-Nasa’i, no. 3140). Dengan demikian, riya’ merusak kualitas ibadah seseorang dan menjadikannya sia-sia di hadapan Allah.
Dampak lain dari penyakit hati adalah menghalangi doa. Hati yang dipenuhi kedengkian, kesombongan, atau niat tercemar sulit menghadirkan kekhusyukan dan ketundukan di hadapan Allah. Doa yang dipanjatkan pun kehilangan kekuatan spiritual karena hati tidak selaras dengan lisan. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh jasad, dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hal ini menunjukkan bahwa kebersihan hati adalah kunci dikabulkannya doa dan diterimanya ibadah.
Yang lebih mengerikan, penyakit hati seperti riya’ dapat menjerumuskan seseorang ke dalam neraka. Rasulullah ﷺ telah mengingatkan bahwa riya’ adalah syirik kecil, karena menjadikan manusia sebagai tujuan ibadah, bukan Allah. Meskipun tampak ringan, namun syirik kecil tetap merupakan dosa besar yang mendatangkan murka Allah. Maka jelaslah bahwa penyakit hati bukan hanya merusak hubungan sosial dan menghapus amal, tetapi juga dapat mengantarkan pelakunya pada kehinaan akhirat. Oleh karena itu, menjaga kebersihan hati dengan memperkuat iman, memperbarui niat, dan memperbanyak istighfar menjadi kunci keselamatan dunia dan akhirat.
Cara Menyucikan Hati Menurut Al-Qur’an dan Sunnah
1. Ikhlas dalam beramal – QS. Al-Bayyinah: 5.
2. Banyak berzikir dan berdoa – HR. Muslim.
3. Menyadari hakikat dunia – dunia hanyalah tempat ujian.
4. Mendoakan kebaikan bagi orang lain – obat paling ampuh dari hasad.
5. Muroqobah (merasa diawasi Allah) – menjaga amal dari riya.
6. Berteman dengan orang shalih – lingkungan baik akan menjaga hati.
Kesimpulan
Penyakit hati seperti hasad, iri, dan riya merupakan racun batin yang sangat berbahaya. Hasad menghancurkan ukhuwah dan menolak takdir Allah, iri dengki merusak ketenangan jiwa, sementara riya menghapus pahala amal meski terlihat indah di mata manusia. Al-Qur’an dan hadis memberikan peringatan keras sekaligus solusi untuk membersihkan hati, yaitu dengan ikhlas, banyak berzikir, mendoakan kebaikan orang lain, dan selalu menyadari pengawasan Allah. Sebagaimana firman Allah ﷻ: “(Yaitu) pada hari ketika harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’ara: 88–89)
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat, terbebas dari hasad, iri, dan riya.