Integritas dalam Sistem Politik
Oleh: Saifullah Bonto, Demisioner Ketum PC IMM Kab. Pangkajene, Mahasiswa S2 Ilmu Politik Universitas Padjadjaran
Berbagai fenomena masih sering kita jumpai dalam kehidupan berpolitik di negara kita. Seperti fenomena politik uang yang sampai sekarang masih sulit untuk dihilangkan menjelang pemilihan umum. Padahal Pemilihan umum adalah pengejawantahan dalam memajukan demokrasi. Kemajuan demokrasi di Indonesia terhambat oleh peningkatan praktik money politics. Hal ini disebabkan praktik jual beli suara di kalangan masyarakat. Sikap pragmatisme masyarakat yang bersifat transaksional dalam menetapkan kriteria untuk memilih calon pemimpin disertai dengan penurunan integritas peserta pemilu, mendukung meningkatnya praktik politik uang.
Era sekarang yang menuntut kita untuk cakap digital juga tak terlepas dari fenomena praktik jual beli jabatan di birokrasi pemerintahan yang tak lain merupakan suprastruktur politik. Padahal perkembangan masyarakat sudah mengarah kepada digitalisasi administrasi pelayanan dan tingkat transparansi yang mudah diakses. Keadaan yang didominasi oleh unsur pembayaran ini secara signifikan menghambat kemajuan reformasi birokrasi yang telah digaungkan sejak tahun 2004, dengan pijakan utamanya pada prinsip good and clean governance.
Fenomena yang tak kalah familiar adalah politik dinasti atau politik kekerabatan. Studi yang dilakukan oleh Mudiyati Rahmatunnisa dengan tema Politik Kekerabatan menunjukkan bahwa beragam dampak negatif dari praktik dinasti politik, terutama terhadap perkembangan demokratisasi. Sebaliknya, alih-alih mencapai demokrasi yang terkonsolidasi, praktek dinasti politik sejak dimulainya Pilkada pada tahun 2005 justru secara signifikan berkontribusi terhadap penilaian negatif terhadap demokrasi Indonesia. Banyak ahli dan pengamat yang memberikan label sebagai demokrasi yang illiberal, elitis, oligarkis, dan koruptif bagi Indonesia, yang diakibatkan oleh praktek dinasti politik.
Fenomena-fenomena yang terjadi berikut menunjukkan menurunnya keintegritasan dalam sistem politik kita yang berpaham demokrasi ini baik yang dialami oleh masyarakat, organiasai atau komunitas, birokrasi mau pun politisi-politisi itu sendiri. Oleh karena itu dalam tulisan yang ringkas ini penulis ingin mengulas bagaimana meningkatkan integritas sistem politik Indonesia.
Kata integritas sendiri berasal dari bahasa Latin yakni “integer” yang artinya keutuhan, tak tersentuh, kekuatan, dan keseluruhan. Secara terminologi integritas dapat diartikan sebagai sesuatu hal yang mengacu pada self unity yang menampilkan karakter atau moral kejujuran serta dapat menghormati individu dan semua bentuk kehidupannya.
Kontekstualisasi sistem politik yang penulis maksud di sini mengacu pada definisi Profesor Ilmu Politik ternama Indonesia, Miriam Buduardjo. Sistem politik adalah hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen secara teratur terkait tentang negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, dan kebijakan serta pendistribusian atau alokasi.
Jadi, Integritas dalam sistem politik adalah karakteristik jujur dan kredibel tanpa adanya inertevensi dari pihak mana pun yang diberlakukan oleh sistem politik yang tidak hanya menyangkut penyelenggaraan negara tapi juga dalam proses pergantian kekuasaan, perumusan kebijakan dan pendistribusian nila-nilai kepada Masyarakat.
Etika Politik dan Partisipasi Politik sebagai Upaya untuk Meningkatkan Integritas dalam Sistem Politik
Etika memberikan landasan moral bagi praktik politik. Menghapus etika dari ranah kehidupan politik dapat mengakibatkan praktik politik yang bersifat Machiavellian, di mana politik dianggap sebagai sarana untuk melakukan segala tindakan, baik atau buruk, tanpa mempertimbangkan nilai moral dan norma-norma yang berlaku.
Studi yang bertajuk High Politics diulas oleh Auri Adam memberikan tiga indikator etika dalam berpolitik. Tiga indikator etika ini juga menjadi kerangka Moral Pemikiran Politik Muhammadiyah: Pertama, Jabatan politik harus disadari bahwa itu adalah amanah (mandate). Orang yang menempati jabatan politik diharapkan tidak mengkhianati kepentingan rakyat dan tidak melakukan penyalahgunaan kekuasaan yang dapat menyebabkan kegiatan pengumpulan kekayaan pribadi, kelompok, atau golongan tertentu. Kedua, jabatan politik adalah pertanggung jawaban (accountability) sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW bahwa setiap insan di muka bumi ni adalah pemimpin dan kelak kepemimpinannya tersebut akan dimintai pertanggung jawaban. Ketiga, kegiatan politik harus berdasarkan prinsip ukhuwah (brotherhood). Prinsip ukhuwah ini sering disebut sebagai prinsip egaliter, yang berarti bahwa semua orang, tanpa memandang latar belakangnya dalam hal kemanusiaan, dianggap setara baik dari segi ras, etnis, pendidikan, maupun agama.
Jika diterapkan dengan baik, prinsip etika politik yang tadi dapat menjadi solusi untuk mencegah dan mengurangi perilaku koruptif, nepotisme, dan budaya politik uang. Karena seseorang yang menduduki posisi politik yang sadar akan tanggung jawab dan amanahnya, serta memegang teguh integritas, tidak akan ingin merusak mekanisme demokrasi yang ada.
Berikutnya yang bisa meningkatkan integritas dalam sistem politik adalah partisipasi politik. Partisipasi politik sebagai kehadiran individu dalam konteks politik. Ini mencakup keterlibatan warga dalam berbagai proses politik, termasuk tahap-tahap pembuatan keputusan, penilaian keputusan, dan peluang untuk berpartisipasi dalam implementasi keputusan. Partisipasi politik tidak hanya terbatas pada pemberian suara dalam pemilu tapi juga melibatkan diri dalam organisasi, mengurai gagasan-gagasan politik baik dalam bentuk diskusi mau pun gerakan.
Pemilihan umum menjadi salah satu bentuk pengejawantahan partisipasi politik sebab masyarakat dilibatkan langsung untuk memberikan hak suara untuk menentukan arah jalannya kebijakan nantinya. Namun dalam pelaksanannya, perilaku pemilih erat kaitannya dengan partisipasi politik. Sebab dengan dasar perilaku pemilih akan menentukan partisipasi politik yang berkualitas dan berintegritas.
Ada tiga konsep dasar perilaku pemilih yang bisa diterapkan dalam proses politik khususnya dalam perhelatan pemilihan umum: Pertama ada tawassuth dan I’tidal, yakni sikap moderat yang berdasar pada prinsip keadilan dan mengupayakan agar menghindari segala bentuk pendekatan dengan tatharruf (ekstrim). Kedua, tasamuh yang berarti sikap toleran dengan menghargai perbedaan pandangan dan kemajemukan identitas budaya masyarakat. Ketiga, tawazun, yaitu sikap seimbang dalam berkhidmat yakni bersikap proporsional demi terciptanya keserasian hubungan antara sesama umat manusia dan antara manusia dengan Allah SWT.
Apabila dalam pengimlementasiannya masyarakat mampu menerapkan ketiga prinsip ini maka kualitas pemilu yang dilaksanakan akan terhindar dari hal-hal yang tidak substansif seperti sikap saling menjatuhkan lawan, kampanye hitam, hoax dan sebagainya.
Sebagai kesimpulan, integritas sistem politik sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan berpolitik. Kehidupan politik tidak sekadar dibatasi pada pemilihan umum saja atau demokrasi prosedural tapi juga bagi penyelenggara negara, masyarakat dan kelompok-kelompok kepentingan lainnya. Oleh karena itu untuk meningkatkan integritas sistem politik yang lebih baik, etika dalam berpolitik seperti amanah, tanggung jawab dan ukhuwah perlu dimplementasikan sebab menjadi landasan moral dalam proses politik khususnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berikutnya dibutuhkan partisipasi politik dari seluruh elemen masyarakat dengan memmperhatikan prinsip-prinsip yang baik seperti tawassuth, i’tidal tasamuh dan tawazun.