Oleh: Bahrus Surur-Iyunk
Agaknya kita yang telah menjalani Ramadhan beberapa hari ini harus mengukur diri, apa yang telah berubah dalam diri kita? Sementara itu, semakin mendekati hari terakhir berpuasa kita telah dan akan diuji dengan kelelahan dan bahkan kemalasan. Malas ke masjid, lebih nyaman di rumah. Ibu-ibu mulai sibuk dengan kue lebaran. Anak-anak juga mulai sibuk menyiapkan baju baru lebaran. Kadang-kadang, Lailatul Qadar dan apalagi I’tikaf tampak sudah tidak menarik lagi.
Di tengah Ramadhan penuh hikmah ini, mungkin kita perlu menyimak kisah Prof. Hamka dalam bukunya, Tasawuf Modern. Alkisah, pada suatu masa, Raja Iskandar Zulkarnain beserta pasukannya hendak berangkat menaklukkan suatu daerah. Pagi hari sebelum berangkat, Iskandar Zulkarnain berpesan kepada pasukannya, “Dalam perjalanan, nanti malam kita akan melintasi sebuah sungai. Saat kalian melewatinya, ambillah apa pun yang terinjak oleh kaki kalian di sungai itu. Ambillah sebanyak-banyaknya. Sampai kalian sendiri harus bersusah payah memikulnya.”
Ketika malam gelap tiba dan pasukan Iskandar Zulkarnain melintasi sungai, ada 3 kelompok prajurit dalam menyikapi perintah sang raja. Pertama, kelompok yang tidak mengambil apa pun yang terinjak di dasar sungai, karena mereka yakin bahwa itu hanyalah batu. Buang-buang tenaga kalau mengumpulkan batu sungai.
Kedua, adalah kelompok yang mengambil ala kadarnya yang terinjak di dasar sungai. Ya, sekadar mengikuti dan menjalankan perintah sang raja. Setidaknya, sang raja tidak murka kepadanya.
Ketiga, adalah kelompok yang mengambil sebanyak-banyaknya yang terinjak di dasar sungai, sehingga tas ranselnya penuh dan rela berpayah-payah meneruskan perjalanan dengan penuhnya bawaan. Ia tunaikan perintah raja sekuat tenaga dan setulus hatinya.
Setelah melanjutkan perjalanan dalam kegelapan malam itu, maka tibalah mereka di suatu tempat di pagi hari. Lalu, Iskandar Zulkarnain bertanya kepada pasukannya, ”Apa yang kalian dapatkan semalam?”
Kebetulan, selama perjalanan malam itu para prajurit itu tidak sempat memeriksa isi tas ranselnya. Saat para prajurit itu memeriksa tas ranselnya, ternyata isinya intan berlian.
Tentu saja, kelompok prajurit yang tidak mengambil apa-apa dari apa yang diinjak di dasar sungai itu merasa sangat menyesal. Kelompok prajurit yang mengambil ala kadarnya juga merasa senang, meski juga ada penyesalan. Sementara itu, kelompok prajurit yang benar-benar mengambil dan bersusah payah membawanya sepanjang perjalanan malam merasa sangat bahagia. Lelahnya hilang. Capeknya terasa terobati dengan apa yang mereka dapatkan.
Dengan kisah ini Prof. Hamka sebenarnya ingin menggambarkan tentang pelajaran penting bagi kita yang sedang menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama 30 hari ini. Sungai yang dilalui adalah bulan suci Ramadhan yang di dalamnya ada keberkahan, kemuliaan dan keutamaan. Menjalaninya akan sangat tergantung kepada orang yang melaluinya. Kita diberi tiga pilihan.
Pertama, mereka yang melewati Ramadhan tanpa mengambil hikmah dan keutamaannya. Dijalaninya Ramadhan dengan puasa, menahan lapar, dahaga dan tidak berhubungan dengan suami-isteri. Yang penting adalah gugur kewajiban atas dirinya. Maka, ketika telah sampai di pertengahan perjalanan, ia sudah merasa lelah dan tambah lelah.
Kedua, mereka yang melewati Ramadhan dengan mengambil dan keutamaannya ala kadanya saja. Ia jalani Ramadhan dengan menjaga larangannya sekadarnya. Sedekah dan berbaginya juga biasa saja, sebagaimana yang ia jalankan di hari-hari biasa. Maka, ketika sampai di tengah perjalanan ia menjalankannya tanpa peningkatan.
Ketiga, mereka yang melewati Ramadhan dengan berusaha meraih berbagai keberkahan, keutamaan dan kemuliaannya. Ia merasa yakin dengan apa yang diperntahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Meski terasa lelah dan capek secara fisik, ia tetap berusaha meraihnya dengan semangat sepanjang Ramadhan, terutama di sepuluh hari terakhir. Lelah karena Lillah. Lelah menjadi Lillah. Menjalankan ibadah karena Lillah itu tidak pernah mengharapkan balasan apapun yang akan ia peroleh di dunia dan di akhirat, karena ia yakin bahwa Allah pasti akan memberikan yang terbaik baginya.
Semua tergantung pada kita yang menjalani Ramadhan hendak memilih yang mana? Pilihan terbaik ada pada diri Anda masing-masing.