Membangun Profetika Hukum Berkeadilan

Publish

8 October 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
720
Foto Unsplash

Foto Unsplash

Membangun Profetika Hukum Berkeadilan

Oleh: Dr. M. Samson Fajar, M.Sos.I.

Berbicara masalah hukum, tidak terlepas dengan masalah keadilan, karena keadilan adalah tujuan akhir dari hukum itu sendiri. Hukum adalah bahasa Arab yang bermakna sepadan dengan makna adil dan bijaksana. Karena itu seorang hakim adalah orang yang paling mampu memahami keadilan dan memiliki kebijaksanaan. 

Realitas hukum di negara Indonesia, bahkan juga terjadi di banyak negara mengalami banyak degradasi nilai-nilai keadilan, sehingga hukum bukan sebagai fasilitas mendistribusikan keadilan, tetapi hukum menjadi alat mempertahankan dan melegitimasi sebuah kekuasaan dan keinginan para penguasa. 

Sebagai suri teladan utama, Nabi Muhammad SAW mengajarkan konsep dan praksis keadilan secara paripurna. Rasulullah SAW memberlakukan hukum tanpa tebang pilih. Ini tampak dalam berbagai babak kehidupan beliau.

Seperti misal, pada zaman beliau terdapat seorang perempuan yang berasal dari keluarga terpandang. Namun, kemudian wanita itu tertangkap basah sedang mencuri. Sesuai hukum yang berlaku, seorang pencuri harus dipotong tangannya.

Usamah bin Zaid, salah seorang sahabat Nabi, lantas mendatangi Rasulullah SAW untuk meminta keringanan. Harapannya, sanksi potong tangan terhadap perempuan terpandang itu tidak dilaksanakan. Namun, Nabi SAW secara tegas menolak permintaan tersebut. Beliau mengatakan, “Seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, akan aku potong tangannya.”

Rasul SAW menyindir mereka yang berkompromi terhadap penegakan hukum. Padahal, Alquran dan Sunnah sudah jelas. Sayangnya, masih ada kecenderungan, baik pada zaman Nabi maupun--apalagi--masa kini; bahwa apabila orang-orang terpandang berbuat salah, mereka berusaha meminta keringanan hukuman. Namun, bila pelakunya orang kecil, hukum ditegakkan dengan setegas-tegasnya. “Demikian itulah contoh kehancuran umat-umat sebelumnya,”papar Rasul.

Jika keadilan sudah tidak menjadi asas yang ditegakan, bukan menjadi tujuan hukum yang harus direalisasikan, maka kehancuran akan terjadi dalam negara tersebut. Karena manusia akan membuat hukum tanpa tujuan, kecuali melancarkan keinginan pribadi dan kelompoknya, sehingga yang difikirkan adalah legitimasi kekuatan dan kekuasaan. 

Para nabi sejak zaman nabi Adam as sampai nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk menegakkan keadilan hukum, mendistribusikan keadilan secara setara kepada manusia. 

Allah SWT berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu."(Annisa ayat 135) 

Dalam ayat yang lain juga diperintahkan menegakan keadilan, dan larangan bersikap tidak objektif karena kebencian hakim kepada terdakwa, sehingga memutuskan tidak adil, Allah SWT berfirman: Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Al Maidah ayat 8) 

Seharusnya penegak hukum, wabilkhusus orang islam, menegakan hukum sebagaimana para nabi menegakan hukum secara adil. Untuk menghadirkan keadilan seorang penegak hukum harus jujur (sidiq). Kejujuran adalah sikap objektif hanya berpedoman dengan aturan dan hukum yang ada, sehingga dia tidak mungkin memutuskan keluar dari kejujuran aturan dan kejujuran hati nurani serta keimanannya. 

Kedua, seorang penegak hukum harus amanah (dapat dipercaya). Artinya dia harus amanah, memahami bahwa profesinya adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT bahkan kepada seluruh manusia. Setiap ketidak adilan akan menuntut dirinya di dunia dan akhirat, yang akan menyebabkan kesengsaraan abadi. 

Ketiga, seorang penegak hukum harus tabligh (menyampaikan). Artinya penegak hukum harus mampu menyampaikan hukum dengan benar, mendistribusikan hukum sesuai keadilan, walau memang pahit dirasa. Penegak hukum harus memberikan sosialisasi dan pendidikan hukum yang baik kepada masyarakat agar mereka menjadi manusia yang memahami hukum, karena asas hukum adalah mukallaf

Yang keempat adalah seorang penegak hukum harus Fatonah artinya cerdas. Penegak hukum hendaknya memiliki kecerdasan universal dalam mencari kebenaran dan keadilan, baik kecerdasan intelektual, emosional, spiritual bahkan kecerdasan lainya. Karena keadilan akan terdistribusi ketika seorang penegak hukum memahami semua masalah dengan berbekal kecerdasan komplek.

Rusaknya keadilan, karena penegak hukum dipenuhi orang yang mendapatkan profesinya bukan dengan kapasitas kecerdasan komplek nya, tapi dengan cara yang tidak benar, sehingga banyak terjadi malpraktik hukum, bahkan hukum diperjual belikan, sehingga banyak sekali orang terzalimi dari hasil keputusan hukum. 

Hukum profetik sebagai warisan para nabi yang berjuang menegakan keadilan, mendistribusikan keadilan terutama kepada masyarakat kecil, harus dibangun terus menerus, disuarakan dalam ruang Parlemen dan ruang peradilan, sehingga semua penegak hukum memiliki rasa transendental bahwa mereka akan menghadapi Tuhanya dalam pertanggungjawaban profesinya. Ilmu hukum profetik juga harus terus dikembangkan sehingga lahir para kader penegak hukum yang profetik dalam menjalankan profesinya.

Dr. M. Samson Fajar, M.Sos.I., Dosen UM Metro


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Kesempatan Berbuat Baik  Oleh: Amalia Irfani, Sekretaris LPP PWM Kalbar  Selalu ada ruan....

Suara Muhammadiyah

3 August 2024

Wawasan

Oleh: Mu’arif “Bukan H. Akis, tapi H. Anis,” demikian tulis Mh. Djamaluddin Anis ....

Suara Muhammadiyah

21 August 2024

Wawasan

Menyingkap Huruf-Huruf Misterius dalam Al-Qur`an (1) Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Buday....

Suara Muhammadiyah

24 April 2024

Wawasan

Kalimatunsawa’ IMM Jawa Tengah Oleh: Izzul Khaq, PC IMM Sukoharjo Setelah membaca tiga tulis....

Suara Muhammadiyah

16 April 2024

Wawasan

Keutamaan dan Etika Amar Ma’ruf Nahi Mungkar Oleh: Tito Yuwono, Ph.D, Dosen Teknik Elektro UI....

Suara Muhammadiyah

4 May 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah