Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Dalam khazanah ilmu tafsir Al-Qur`an, seringkali kita dihadapkan pada ayat-ayat yang, jika ditafsirkan secara harfiah, dapat menimbulkan kebingungan atau bahkan pertanyaan filosofis. Tulisan ini akan mengkaji secara mendalam sebuah ayat dari Surah Al-A'raf (7) ayat 26, yang sejatinya bukan bermasalah dalam esensinya, melainkan berfungsi sebagai kunci penting untuk membuka pemahaman kita terhadap interpretasi ayat-ayat lain yang menggunakan frasa serupa.
"يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ1 لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ"2
"Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat." (Qs al Araf: 26)
Secara sekilas, ayat ini tampak lugas dan tidak ada yang aneh. Namun, titik fokus diskusi dan potensi "kesalahpahaman" muncul ketika kita menelaah penggunaan kata kerja "anzalna" (أَنزَلْنَا), yang secara harfiah berarti "Kami telah menurunkan". Jika kata ini diartikan secara kaku dan harfiah, seolah-olah pakaian secara fisik "jatuh" dari langit, hal ini tentu akan menimbulkan pertanyaan besar mengenai mekanisme penurunan tersebut. Inilah yang menjadi inti pembahasan dan penafsiran para mufasir klasik.
Kata "anzalna" memiliki spektrum makna yang lebih luas dalam konteks Al-Qur`an. Ia tidak selalu merujuk pada penurunan fisik dari atas ke bawah. Sebagai contoh, kata yang sama digunakan untuk Al-Qur`an itu sendiri, seperti dalam firman Allah: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan (أَنزَلْنَا) Al-Qur`an." Dalam konteks ini, "menurunkan" berarti "mengungkapkan" atau "mewahyukan", bukan menjatuhkan lembaran-lembaran kitab dari langit.
Jika kita memaksakan makna harfiah untuk "anzalna" dalam konteks pakaian, kita akan menghadapi kesulitan interpretasi yang serupa dengan beberapa ayat lain dalam Al-Qur`an yang menggunakan frasa ini:
Besi (Hadid): Allah berfirman, "Dan Kami telah menurunkan (أَنزَلْنَا) besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia..." (QS. Al-Hadid: 25). Beberapa penafsir modern yang terpaku pada makna harfiah mungkin berargumen bahwa besi di Bumi berasal dari luar angkasa, dibawa oleh meteorit. Meskipun secara ilmiah meteorit memang mengandung besi, ini bukanlah satu-satunya atau makna utama yang dituju oleh ayat tersebut dalam kerangka penciptaan Allah.
Hewan Ternak: Beberapa ayat juga menyebutkan bahwa Allah "menurunkan" (أَنزَلَ) delapan pasang hewan ternak. Apakah ini berarti hewan-hewan tersebut secara fisik jatuh dari langit dan kemudian berkembang biak di Bumi? Tentu saja tidak ada ulama yang menafsirkan demikian.
Para ulama tafsir klasik, ketika dihadapkan pada Surah Al-A'raf ayat 26 dan konteks penggunaan "anzalna" lainnya, dengan bijak menyadari bahwa interpretasi harfiah semata akan menghasilkan makna yang tidak masuk akal atau terbatas. Oleh karena itu, mereka mengembangkan pemahaman yang lebih nuansa tentang makna "menurunkan" ini.
Para mufasir telah mengajukan berbagai penjelasan yang memperluas pemahaman tentang bagaimana pakaian "diturunkan" oleh Allah, tanpa harus melibatkan penurunan fisik secara langsung:
Melalui Siklus Alam dan Karunia Hujan: Salah satu interpretasi menyebutkan bahwa Allah "menurunkan" hujan. Hujan memungkinkan pertumbuhan tanaman, dan tanaman ini menjadi makanan bagi hewan. Dari hewan-hewan ini, seperti domba atau sapi, kita mendapatkan wol, kulit, atau serat yang dapat diolah menjadi pakaian. Dengan demikian, secara tidak langsung, melalui anugerah siklus alam yang Allah ciptakan dan kelola, pakaian "diturunkan" atau disediakan bagi manusia.
Melalui Anugerah Kecerdasan Manusia: Penafsiran lain yang kuat dan banyak diterima adalah bahwa Allah "menurunkan" pakaian melalui pemberian kecerdasan dan akal budi kepada manusia. Allah menganugerahkan kemampuan berpikir, berinovasi, dan berkarya kepada manusia.
Dengan kecerdasan ini, manusia mampu memahami, mengolah bahan-bahan alami, dan merancang serta membuat pakaian untuk menutupi tubuh dan memperindah diri. Dalam konteks ini, "penurunan" adalah bentuk manifestasi dari karunia Allah berupa akal yang memungkinkan manusia memenuhi kebutuhan dasar mereka, termasuk pakaian.
Kedua penafsiran ini menunjukkan bahwa tindakan "menurunkan" oleh Allah tidak harus selalu diartikan sebagai intervensi langsung dari langit. Sebaliknya, ia seringkali merujuk pada penetapan sistem, hukum alam, atau anugerah kemampuan yang memungkinkan sesuatu terwujud di dunia ini.
Dari studi kasus Surah Al-A'raf ayat 26 ini, kita dapat menarik sebuah prinsip interpretasi yang sangat fundamental dalam memahami Al-Qur`an: ketika Al-Qur`an menyatakan bahwa Allah "melakukan sesuatu", itu tidak selalu berarti tindakan fisik langsung atau intervensi supernatural yang terlihat. Seringkali, tindakan Allah dapat terwujud melalui:
Mekanisme Tidak Langsung: Melalui rantai sebab-akibat yang Allah ciptakan dan atur. Hukum Alam (Sunnatullah): Melalui sistem dan aturan yang Allah tetapkan di alam semesta. Anugerah Kemampuan dan Kecerdasan Manusia: Melalui potensi yang Allah berikan kepada manusia untuk berkreasi dan mengelola bumi.
Memahami prinsip ini sangatlah krusial. Ini tidak hanya membantu kita dalam menafsirkan ayat-ayat yang secara harfiah "bermasalah", tetapi juga memberikan perspektif yang lebih kaya dan mendalam untuk ayat-ayat lain yang mungkin tidak menimbulkan kesulitan interpretasi pada pandangan pertama.
Ini memungkinkan kita untuk menafsirkan Al-Qur`an dengan cara yang lebih masuk akal, holistik, dan komprehensif, menghubungkan wahyu Ilahi dengan realitas empiris dan kapasitas manusia. Surah Al-A'raf ayat 26, dengan demikian, berfungsi sebagai contoh yang sangat baik dan pintu gerbang menuju pemahaman yang lebih bernuansa tentang makna-makna Al-Qur`an yang begitu kaya dan mendalam.