Menjaga Kemuliaan Profesi Guru

Publish

2 December 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
80
pixabay

pixabay

Menjaga Kemuliaan Profesi Guru

Oleh: Mohammad Fakhrudin

Ada tiga amal jariyah yang terus mengalir pahalanya meskipun pelakunya sudah meninggal, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan. Hal itu dijelaskan di dalam H.R Muslim, at-Tirmizi, Abu Dawud, an-Nasa’i, dan Ibnu Hibban yang bersumber dari Abu Hurairah radiyallahu 'anhu, berikut ini:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ  – رواه مسلم والترمذيّ وأبو داود والنسائيّ وابن حبّان عن أبي هريرة 

“Ketika seorang manusia meninggal dunia, maka amalannya terputus, kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.”

Dengan merujuk kepada hadis tersebut, kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa guru merupakan profesi yang sangat mulia. Karena kedudukannya yang demikian, orang yang mengemban amanah profesi itu tentu orang yang mulia. Hanya orang mulia yang dapat menjaga kemuliaan profesinya. 

Bagi umat Islam sudah sangat jelas bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah orang yang paling bertakwa. 

اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ

“Sesungguhnya, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.”

Sangat tepat pendapat Cipto Lelono sebagaimana dikemukakan di dalam bukunya, Mimpi Menjadi Guru Muttaqin: Ikhtiar Menjadikan Profesi sebagai Jalan Menuju Surga-Nya. Di dalam Bab VI dia menguraikan tantangan menjadi guru muttaqin, yakni (1) internal dan (2) eksternal. Dia berpendapat bahwa niat sangat berpengaruh secara signifikan terhadap orientasi dan motivasi guru.

Keikhlasan Niat

Niat menjadi guru harus benar. Jika salah, salah juga dalam pelaksanaan profesinya. Menurut Cipto Lelono, niat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan (2) bukan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala

Kiranya sudah menjadi pemahaman umum bahwa niat karena Allah Subhanahu wa Ta’ala melahirkan keikhlasan. Menurut Yunahar Ilyas di dalam buku Kuliah Akhlaq, ada tiga faktor yang menentukan keikhlasan, yaitu (1) niat yang ikhlas, (2) beramal dengan sebaik-baiknya, dan (3) pemanfaatan hasil usaha dengan tepat. 

Dalam konteks profesi guru, niat yang ikhlas kiranya dapat diartikan bahwa niat menjadi guru dilandasi oleh keinginan kuat di dalam hati semata-mata karena Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk memperoleh rida-Nya, bukan karena hal lain dan bukan dengan tujuan lain pula. Dengan kata lain, menjadi guru diniatkan sebagai ibadah. Profesi apa pun jika dilandasi niat beribadah, pasti dilaksanakan dengan ikhlas sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an misalnya di dalam surat al-Kahfi (18): 110 

قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰٓى اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌۚ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّهٖ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖٓ اَحَدًاࣖ

“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya, aku ini hanya seorang manusia seperti kamu yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Siapa yang mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya hendaklah melakukan amal saleh dan tidak menjadikan apa dan siapa pun sebagai sekutu dalam beribadah kepada Tuhannya.”

Beramal dengan Sebaik-Baiknya

Ayat 110 surat al-Kahfi di dalam Tafsir Al-Mukhtashar dijelaskan barang siapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan amalan yang sesuai dengan syariatnya, disertai keikhlasan dalam melakukannya, dan tidak menyekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya. Berdasarkan tafsir tersebut, keikhlasan guru harus dibuktikan dengan bekerja sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Guru yang bekerja dengan ikhlas pasti mendahulukan pelaksanaan kewajibannya, bukan pemerolehan haknya. 

Dia tidak pernah mengeluh apalagi pada manusia tentang beratnya tanggung jawab dan sedikitnya gaji sebagai guru. Dia tidak pernah kecewa jika usaha mendidik siswanya tidak mencapai target yang ditentukannya. Dia tidak pernah putus asa apalagi frustrasi.

Kalaupun kecewa, dia cepat bangkit karena yakin seyakin-yakinnya bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala pasti menolongnya. Dia yakin bahwa beriring dengan kesulitan ada kemudahan. Dia memahami dengan baik bahwa di balik “kegagalan” pasti ada hikmah. 

Dia selalu berpikir dan bersikap positif. Berpikir dan bersikap negatif baginya menodai niat sucinya menjadi guru. Jika dilakukannya, berarti tidak menjaga kemuliaan profesinya sebagai guru.

Di sisi lain, dia mensyukuri profesinya sebagai guru karena sadar bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyediakan “gajinya”. Dia yakin bahwa balasan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala bagi guru yang melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan ikhlas benar-benar jauh lebih besar dan memuliakan daripada gaji dari manusia.

Dia benar-benar memahami keterbatasan manusia. Banyak kebaikan yang dilakukannya demi kesuksesan siswanya, tetapi boleh jadi hanya sedikit yang dicatat oleh manusia dan sedikit juga imbalan yang diterimanya dari manusia. 

Mungkin ada siswa dan orang tua yang berucap terima kasih pun tidak. Bahkan, ada di antara mereka lebih sering menyalahkan dan merundungnya. 

Ada siswa yang merundung bu guru dengan menunjukkan gambar kelamin lelaki yang dipahat di papan tulis ketika bu guru itu masuk kelas untuk mengajar. Namun, sepertinya sampai sekarang tidak ada guru yang diperlakukan demikian mengadu kepada orang tua siswa apalagi lapor ke polisi.

Akibat guru sering direndahkan, wajar jika ada sebagian guru dan masyarakat umum menganggap bahwa pemuliaan guru hanya sampai pada lagu. Akan tetapi, keikhlasan guru menguatkan keyakinannya bahwa Allah Maha Tahu tentang amal salehnya sebagaimana dijelaskan di dalam H.R al-Bukhari dan H.R Muslim berikut ini,

وَ رَوَى اْلبُخَارِيُّ وَ مُسْلِمٌ: لَوْ اَنَّ اَحَدُكُمْ يَعْمَلُ فىِ صَخْرَةٍ صَمَّاءَ لَيْسَ لَهَا بَابٌ وَ لاَ كَوَّةٌ لَخَرَجَ عَمَلُهُ كَائِنًا مَا كَانَ. متفق عليه

"Seandainya salah seorang di antara kamu melakukan suatu perbuatan di dalam gua yang tidak ada pintu dan lubangnya, amal itu tetap akan bisa keluar (tetap dicatat oleh Allah) menurut keadaannya." 

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut menjadi energi yang luar biasa kuatnya untuk berbuat yang terbaik untuk siswa. Dorongan itu makin kuat dengan memahami sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam H.R an-Nasa'i berikut ini,

إِنَّمَا يَنْصُرُ اللهُ هَذِهِ الأُمَّةَ بِضَعِيْفِهَا : بِدَعْوَتِهِمْ وَ صَلاَتِهِمْ وَ إِخْلاَصِهِمْ

"Sesungguhnya, Allah menolong umat ini dengan orang-orang yang lemah dengan doa, salat, dan keikhlasan mereka." 

Bertambah kuat lagi dorongan keikhlasannya karena dia meyakini juga kebenaran sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam H.R an-Nasa’i berikut ini,

إنَِّ اللهَ لَا يقَبْلَُ مِنَ العْمَلَِ إلَِّا مَا كَانَ لَه خَالصًِا وَابْتَغَى بهِ وجَْهَه

“Sesungguhnya, Allah tidak akan menerima suatu amalan, kecuali yang ikhlas untuk-Nya dan karena mengharapkan wajah-Nya.” 

Pemanfaatan Hasil

Keikhlasan guru dibuktikan juga dengan pemanfaatan gajinya dengan tepat. Bagi guru yang sudah berkeluarga, tentu gaji itu digunakan untuk menafkahi keluarganya. Di samping itu, sebagian gajinya digunakan juga untuk biaya peningkatan keprofesionalannya misalnya membeli buku-buku. 

Sebagian lagi, gajinya digunakan untuk berzakat, berinfak, dan bersedekah. Baginya berzakat, berinfak, dan bersedekah tidak perlu menunggu kaya lebih dahulu. Slogan hidupnya dalam hal uang di dompet, antara lain, "Sesak dompete, longgar atine" Dompet terisi penuh dengan uang, tetapi suka bederma.

Termasuk bersedekah adalah membantu siswa yang berasal dari keluarga duafa yang memerlukan biaya untuk transpor dari rumah ke sekolah dan sebaliknya. Bahkan, di antara mereka yang tinggal di tempat yang sangat jauh dengan sekolah, ditawari tinggal secara gratis di rumahnya setidak-tidaknya pada saat ulangan dan ujian.

Ketika ada siswa yang tidak masuk tanpa keterangan sampai beberapa hari, dia dengan sungguh-sungguh mencari informasi. Jika diketahuinya bahwa siswa tersebut sakit, dijenguknya meskipun jauh dan harus mengeluarkan uang sendiri untuk membayar ojek. Jika tidak ada kejelasan alasan siswa tidak masuk, dia pun tidak segan-segan berkunjung ke rumah orang tuanya untuk memperoleh informasi.

Bisa saja dia memperoleh informasi dari orang tuanya bahwa siswa yang dimaksud setiap pagi pamit berangkat ke sekolah dan sore pulang. Jika demikian halnya, dengan bertanya kepada teman dekatnya, dia melacak lagi keberadaan siswa tersebut ke tempat-tempat yang biasa digunakan untuk “mangkal”. Dia layaknya detektif.

Akhirnya, dia menemukan jejak siswa yang dicarinya. Benar siswa yang dilacak dapat ditemukannya di tempat biasa “mangkal” sedang asyik duduk berduaan. Lagi-lagi, untuk keperluan itu, dia mau merogoh kantong sendiri. Tidak pernah dia menceritakan uang yang telah dikeluarkannya dan sumber dananya apalagi minta ganti.

Kiranya masih banyak lagi praktik-baik yang dilakukan oleh guru dengan ikhlas. Memang sangat dahsyat pengaruh keikhlasan terhadap pelaksanaan amanah. Keikhlasan pasti mendatangkan keberkahan. Nah, jemput keberkahan dengan menjadi guru yang Ikhlas. Bismillah!


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Kalimantan Barat dan Muhammadiyah Ideologis Refleksi Milad ke 113 Muhammadiyah Oleh : H.Nilwani, M....

Suara Muhammadiyah

3 November 2025

Wawasan

Menolong Dewan Perwakilan Rakyat Oleh: Immawan Wahyudi, Dosen Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahl....

Suara Muhammadiyah

23 May 2024

Wawasan

Oleh: Dr Hasbullah, MPdI, Dosen Univeristas Muhammadiyah Pringsewu, Wakil Ketua Majelis Dikdasmen da....

Suara Muhammadiyah

20 May 2025

Wawasan

Oleh: A. Junaedi Karso, Guru Besar FISIP Universitas Muhammadiyah Makassar Dunia Islam kini tengah ....

Suara Muhammadiyah

17 May 2025

Wawasan

Spirit Hijrah dalam Menjaga Pusaka Kehidupan Umat Oleh: Rumini Zulfikar, Penasehat PRM Troketon "B....

Suara Muhammadiyah

20 July 2024