Merawat Muhammadiyah
Oleh: Saidun Derani
Mukaddimah
Tulisan ini diinspirasi oleh Pidato Sambutan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. KH. Haedar Nashir, M.Si di hadapan peserta Perayaan Milad ke-111 Muhammadiyah yang diadakan PWM Jatim di Surabaya 11 November 2023. (suaramuhammadiyah.or.id).
Kepeloporan Muhammadiyah dalam membangun pendidikan Islam modern jangan menjadi romantism Sejarah yang malah kemudian menina-bobokan gerakan persyarikatan. Dikenal sebagai organisasi tajdid Muhammadiyah, tegas beliau sudah sejogyanya terus bergerak merespon perubahan zaman termasuk pembaharuan dalam lembaga pendidikan yang dikelolanya yang berjumlah ribuan itu.
Sebab itulah tambahnya bahwa supaya kepeloporan itu dijaga dan dikembangkan jangan sampai kalah ataupun disaingi keunggulannya oleh lembaga pendidikan lain. Hal ini harus dimaknai dengan positif sebagai bagian dari falsafah fastabiqul khairat atau berlomba-lomba dalam hal kebaikan.
Kepeloporan ini termasuk Muhammadiyah dalam mendirikan Republik Indonesia. Melalui kadernya mengisi jabatan yang strategis, Muhammadiyah harus meneruskan peran tersebut. Kerena Muhammadiyah adalah salah satu ormas penting yang menopang berdirinya Republik Indonesia.
Peran kebangsaan ini sudah dilakukan Muhammadiyah sejak pra kemerdekaan. Akan tetapi sayangnya (menarik nafas mendalam) di era reformasi ini tidak banyak kader Muhammadiyah yang mengisi jabatan penting di elite strategis bangsa.
Periode Orba kader Muhammadiyah banyak bertebaran di posisi-posisi trategis, Mereka lahir dari keluarga Islam yang moderat, yang sadar arti pentingnya pendidikan dan jabatan yang mereka dapatkan di yudikatif, eksekutif, dan legislative, bukan hasil kompromi Muhammadiyah dengan penguasa.
Sebab itu PP Muhammadiyah mendorong para kader terbaiknya untuk terlibat aktif di berbagai ruang publik untuk kepentingan publik, membawa aspirasi publik dan jangan terlena dalam urusan-urusan jangka pendek.
Dari paparan pidato sambutan Ketum PP Muhammadiyah di atas ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab yaitu bagaimana merawat Muhammadiyah? Mengapa (why) pada periode Orba kader Muhammadaiyah cukup banyak berperan di ruang publik strategis bangsa dan ketika periode Reformasi sebaliknya sangat jarang?
Kemudian pertanyan lain adalah bagaimana meningkatkan daya saing, daya jual sehinggga AUM Muhammadiyah menjadi per-exellen dalam hal kepeloporan bidang kemajuan saintek (iptek), ekonomi dan financial, kesehatan, agama dan sosial budaya selain masalah sikap tasamuh
Makna Merawat
Kata merawat diambil dari makna rawat artinya versi KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah take care bisa dimaknai dengan pulih, memperbaiki, membongkar, memeriksa sesuatu secara menyuluruh. Kata lain dari merawat juga diartikan dengan memelihara, menjaga, mengurus, dan membela. Sebaliknya makna perawatan adalah sebuah proses, sebuah cara, pemelihaaraan, penjagaan.
Demikianlah makna kata merawat mengandung arti yang begitu luas dengan perinsip dasar adalah menjaga dan memelihara yang sudah ada kemudian mengembangkan lebih lanjut yang sudah ada itu sehingga menjadi update dan berdayaguna dalam sebuah proses yang terus menerus perbaikannya disesuaikan dengan tantangan zaman di mana perawatan itu dilakukan.
Jadi berbanding terbalik dengan istilah “ruwat” sebagaimana penulis baca sebuah buku dengan judul “Meruwat Muhammadiyah” ditulis Angkatan Muda Muhammadiyah tahun 2018 (?) dengan maksud jika dibaca isinya “membuang” sesuatu unsur negative dalam tubuh seseorang. Akan tetapi konteks niat penulis meruwat ormas Muhammadiyah dari unsur-unsur negative bin mafsadat yang dapat merusak sendi-sendi kekuatan dan kemajuan ormas yang digagas KH. Ahmad Dahlan 112 tahun yang lalu itu.
“Ruwatan itu contoh kontemplatif (semedi, perenungan mendalam, muhasabah) untuk mengingatkan agar seseorang tidak terjerumus (tenggelam) dalam prilaku yang tidak baik dan untuk selalu menjalankan hidup “Hamemayu Hayuning Bawana”, jelas Budya Pradipta, Gubes UI seorang pakar kejawen. Iyalah AMM ingin juga mengingatkan pengelola ormas Islam Muhammadiyah karena faktor cinta dan sayangnya jangan sampai “zigzag” supaya berjalan on the tract melaksanakan Amanah yang diberikan kepada para pengurus mulai dari Tingkat PP sd dengan Tingkat PRM.
Sosiofact dan Artifact
Dalam studi Antropologi Budaya ada istilah Mentifact, Sosiofact, dan Artifact, yang mengkalkulasi peninggalan yang sudah disemai para pendiri dan penggagas awal berdirinya sebuah organisasi masyarakat dan atau bangsa. Sebab itulah penting merawat ketiganya kemudian mengembangkan lebih lanjut disesuaikan dengan jiwa zamannya.
Sosiofact adalah kebudayaan dalam wujud aktivitas atau perilaku sosial yang menetapkan manusia sebagai anggota masyarakat. Lalu artifact dimaknai dengan benda-benda yang ditemukan yang sifatnya sudah menyejarah. Sedangkan mentifact adalah fakta abstrak berupa keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki masyarakat tertentu meliputi ide, konsep, gagasan, ideologi, agama dan inspirasi.
Sebagai contoh untuk mentifact adalah sebuah buku karya Prof. Dr. Haedar Nashir, M.si, dengan judul “Memahami Ideologi Muhammadiyah”, terbitan Suara Muhammadiyah tahun 2021, cetakan ke-VI. Buku ini terdiri dari sepuluh bab di mulai dari Perkembangan Ideologi, Ideologi Muhammadiyah, Muqaddimah AD/ART/, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah serta Pedoman Memahaminya, Kepribadian Muhammadiyah dan Penjelasannya, Khittah Muhammadiyah, Kristalisasi Ideologi Muhammadiyah, Revitalisasi Ideologi Muhammadiyah, Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua, dan terakhir Penutup.
Membaca keseluruhan pikiran penulis Ketua Umum PP tahun 2015-2027 ini penulis sependapat bahwa harus dipikir ulang atau diupdate ideologi Muhammadiyah sebagaimana yang ditelaah beliau dalam bab “Revitalisasi Ideologi Muhammadiyah” halaman 187-194. Mengapa harus direvitalisasi ya karena ideologi itu hasil pemikiran manusia yang sifatnya tidak ajeg dan oleh sebab itu perlu ditelaah ulang seiring dengan perkembangan waktu dan zaman.
Prof. Dr. Deliar Noer dalam bukunya “Ke Arah Pemikiran Politik” menyebutkan bahwa ideologi itu adalah tujuan dan cita-cita kehidupan satu dan atau sekelompok orang untuk diperjuangkan pengetrapannya di masyarakat dan menjadi milik masyarakat tertentu merujuk kepada falsafah dasar hidup yang dianut masyarakat itu. Kata kuncinya adalah pada “gagasan, pemikiran” dan kata “diperjuangkan”. Cita-cita tentang keadilan, pemerataan, kesejahteraan, dan HAM lalu berupaya untuk memperjuangkan. Bisa melalui parlemen dan bisa memperjuangkannya di jalanan.
Sebab itu ideologi kata Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, mantan Rektor UIN Syahid Jakarta 2006-2015, dan sekarang Rektor Universitas Islam International Indonesia, mengatakan bahwa semakin operasional sebuah ideologi maka semakin mudah dipahami dan diterima para pengikutnya (rakyat, bisa anggotanya). Dan sebaliknya semakin tidak jelas sebuah ideologi maka akan semakin sulit dipahami dan dimengerti para pengikutnya.
Contoh ideologi yang mudah dipahamai rakyat Indonesia yang berpendidikan SLTP ke bawah berjumlah 72, 4 % seperi disinyalir Prof. Dr. Efendi Gazali, pakar komunikasi politik bahwa misalnya “Sembako Murah”, “Berobat dan Pendidikan Gratis”. Umumnya rakyat yang demikian itu fokus pikirannya adalah masalah “Perut” dan “di bawah Perut”.
Kalau slogan ideologi Muhammadiyah Berkemajuan “Aktif di Muhammadiyah akan Sejahtera Lahir dan Batin”. “AMM aktif di Muhammadiyah memiliki masa depan yang cerah dan jelas”. Keren memang kalau slogan ideologi seperti ini jelas Mas Kom kelahiran Magelang Jawa Tengah ini.
Sedangkan aspek sosiofact dan artifact Muhammadiyah tersebar luas di tengah-tengah masyarakat Muhammadiyah dan rakyat Indonesia. Persoalannya adalah tinggal dilihat database yang ada di PP, di PWM-se-Indonesia, PDM, PCM, dan PRM. Bukankah Muhammadiyah memiliki rakyat (SDM-berapa jumlah jelasnya?) lalu Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).
Supaya tetap surplus maka AUM kata Ketua PP Haedar Nashir harus memiliki budaya keunggulan dengan empat kata kunci yaitu, ada value atau nilai (AIK) sesuatu yang berharga dalam AUM (6.083 AUM, 119 RS, estimasi asset 400 T), kedua, disiplin dan etos kerja tinggi, ketiga, etos ilmu, dan keempat adalah profesionalitas. (disampaikan pada 28/12/023 acara Akhir Tahun dan Pengukuhan Direksi Suara Muhammadiyah/PT. Syarikat Cahaya Media (SCM).
Contoh sederhana saja adalah umur PWM Banten sudah 104 tahun dan kalau dihitung resmi berdiri Cabang di Kobangkondang, Cisata, Menes, Pandeglang, bagian dari Kabayoran Lama, Jakarta Selatan, baru berumur 95 tahun. Penulis pikir bukan usia muda lagi dan sudah waktunya mengalami lompatan baik dalam arti AUM dan tata kelolanya yang sampai sekarang belum memiliki database yang sangat diperlukan untuk kepentingan seluruh kegiatan Majelis dan Lembaga dalam membuat sebuah perencanan program kerja. Ini untuk membedakan dengan “Perkumpulan Arisan” yang tidak perlu kajian saintis yang mendalam dan detail.
Analogi Pohon dan Negara
“Akar menghunjam ke dalam tanah dan pucuk berayun tegar ditiup angin”, ini pepatah yang populer berkembang di tengah masyarakat Melayu Indonesia untuk menggambarkan “tak lekang kena panas dan tidak tenggelam karena hujan” keharusan seorang kader sebuah bangsa atau kader ormas Islam dalam menghadapi tantangan zamannya.
Tak harus malu belajar dengan petani yang berhasil karena ada juga petani tidak berhasil baik asal ingin bertani tanpa melalui sebuah proses saintifik persoalan desakan perut. Bukankah hadis Mauquf mengatakan bahwa sebuah niat yang baik tanpa perencanaan yang baik dapat dikalahkan kejahatan yang terorganisir.
Asbabul wurud hadis mauquf ini adalah ketika Gubernur Muawiyah bin Abi Sofyan (w. 680 dimakamkan di Damaskus, Suriah) berhasil merebut wilayah kekuasaan Imam Ali bin Abin Thalib (w. 27 Januari 661 M dimakamkan di Masjid Imam Ali, kota suci Najaf, Irak) setahap demi setahap kemudian beliau berkata di hadapan tentaranya yang masih setia bahwa kebenaran yang tidak terorganisir dapat dihancurkan kebathilan yang terorganisir.
Penulis perhatikan seorang petani yang “makan bangku sekolah” (ada yang formal dan ada non-formal) dalam pemilihan bibit tentu yang dicari jenis bibit tanaman terbaik dan unggul dengan berbagai varian dan pilihan. Sesudah melalui berbagai proses seleksi dan uji coba yang disesuaikan dengan lingkungan dan kondisi tanah maka barulah petani yang bersangkutan mengambil pilihan yang pas jenis tanaman yang dikembangkan apalagi untuk usaha yang bersifat bisnis.
Proses selanjutnya adalah aspek pemeliharaan dengan beragam pupuk dan penjagaan yang super ketat karena mengharapkan hasil yang maksimal dan optimal. Demikianlah sayur misalnya yang sampai ke dapur konsumen merupakan sebuah proses yang panjang sehingga apa yang diniatkan dengan apa yang dihasilkan ada korelasi yang positif.
Demikian juga menyiapkan kader bangsa dengan beragam jenjang pendidikan terakhir yang ditempuhnya yang sekarang dikenal Lemhannas (Lembaga Ketahanan Nasional) sebuah lembaga yang prestius yang menggodok calon-calon pemimpin bangsa.
Jadi singkat kisah tak ada yang instan dalam hal menyiapkan pader penerus sebuah bangsa, anak keturunan, dan kader sebuah ormas yang berlabel Islam. Ada jenjang yang harus dilalui dan ada proses pematangan mentality dan kuality yang dilewati.
Pada sebuah kesempatan mengobrol ringan dengan teman beragama Katholik ketika ditanyakan untuk menjadi seorang pendeta apa acuan utamanya? Beliau mengatakan bahwa pendidikan wajib memiliki nilai 9 ke atas pada mata kuiah logika setiap semester (ada 6 semester) di Sekolah Tinggi Seminari.
Begitu juga cara-cara Universitas Atmajaya Katholik yang mempunyai jaringan terkonekting dengan seluruh Perguruan Tinggi Katholik di dunia menyiapkan kader-kadernya ke depan bukan hanya sebagai dosen tetapi juga sebagai pemimpin melakukan selektif yang super ketat terutama pada nilai karakter melaluin test psikolgi dan nilai studi dengan kualifikasi Cumlaude.
Yang terakhir untuk melengkapi argument tulisan ini barangkali data ini patut diketahui umat Islam sejagat bahwa ketika Nabi Muhammad Saw menerima khobar dari telik sandinya kafir Quraisy Mekkah akan menyerang umat Islam di Madinah apa yang dilakukan Nabi Muhammad Saw.
Beliau mulai melakukan sebuah persiapan yang sistemik dan terukur sebagai manusia di luar kenabiannya. Melatih umat Islam baik fisik yang memang secara asupan logistic umat Islam yang baru hijrah ke Madinah masih jauh dari memadai dan keahlian tempur maupun strategi. Maka Perang Badar 13 Maret 624 Masehi berhasil dimenangkan umat Islam tanpa manafikan pertolongan Allah melalui tantara Malaikah-Nya.
Kader Muhammadiyah
Tidak ada kata yang pas dalam konteks tulisan ini bahwa menyiapkan kader yang visioner, kreatif, inovatif, tahan banting yang disimpulkan dengan kata “Manusia Muhammadiyah Berkemajuan” adalah kata kuncinya untuk dapat dengan baik merawat dan mengembangkan asset Muhammadiyah yang berkelanjutan. Meminjam istilah Ketua PWM Banten, Dr. KH. M. Syamsuddin mengatakan bahwa bagaimana mengubah asset menjadi omzet jangan sampai outside.
Ketua PP Prof. Dr. KH. Haedar Nashir menyimpulkan bahwa “Manusia Muhammadiyah Berkemajuan (visioner)” itu memiliki 10 wajah karakternya, yaitu beraqidah murni, kedua, ikhlas, jujur, dan amanah, ketiga, cerdas berilmu, keempat, moderat dan bijak, kelima, etos kerja tinggi, disiplin, dan produktif, keenam, adil dan mengorangkan orang, ketujuh, berjiwa Al-Ma’un, kedelapan, gemar berusaha dan berusaha bukan sebaliknya sebagai benalu, sembilan, beroraganisasi dan bekerjasama, terakhir, berpaham Islam yang Berkemajuan.
Demikianlah 10 karakter kader Muhammadiyah versi Ketua PP Muhammadiyah di atas yang harus dipersiapkan meneruskan mentifact, sosiofact dan artifact yang sekarang membentang mondial bukan saja hanya ada di Indonesia akan tetapi sudah mengembangkan sayapnya mendunia.
Dalam hubungan tulisan ini penulis ingin mengutip pesan Dr. Mohammad Natsir (w. 6 Februari 1993 M), Perdana Menteri Pertama periode Parlementer RI tahun 1950-1951, seorang tokoh Muslim Indonesia yang sangat dihormati kawan maupun lawan, ketika bertemu beliau tahun 1980-an di Gedung Dakwah Islam Indonesia (DDII) bahwa salah satu penyakit umat Islam Indonesia adalah tidak bisa dan atau sangat sulit menjaga dan memelihara apa yang sudah ada.
Sepanjang perjalanan hidup yang penulis lalui memang ada benarnya pernyataan beliau itu, walaupun tidak bisa dipukul rata (semua). Misalnya sebagai contoh banyak pondok-pondok pesantren yang cukup berkualitas pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan ketika pendirinya wafat, tak ada kader yang mampu memelihara apalagi mengembangkannya.
Gejala ini penulis menemukan beberapa pendidikan Islam yang cukup bergensi di Jakarta (penulis tak mau menyebutkan namanya untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan) ada penurunan dalam arti kuantitas maupun kualitas. Lalu kemudian kalah bersaing dengan lembaga pendidikan Islam yang datang kemudian. Pertanyaannya adalah dari mana sumber kader sebagai penerus dan pelangsung Amal Usaha dan ormas Muhammadiyah?
Sumber kader Muhammadiyah yang utama dan pertama adalah lahir dari sebuah kelurga yang memang kedua orang tuanya memiliki jiwa Islam Berkemajuan dan beraqidah murni. Dalam bahasa seorang sejarawan bahwa negarawan dan pengkhianat lahir dari unit terkecil bangsa yaitu rumah tangga.
Sulit membayangkan akan lahir kader Muhammadiyah yang diproyeksikan Ketua Umum PP di atas dari keluarga yang broken home yang semakin ke depan tantangan abadi manusia semakin berat bin sulit. Baik tantangan internal dirinya dan apalagi tantangan yang besifat eksternal organisasi yang semakin complicated.
Dalam konteks inilah bibit/kader yang sudah bagus hasil didikan lingkungan rumah tangga kedua orang tuanya itu harus juga mendapat tempat semaian yang bagus menurut SOP (Standar Operasional Prosedur) di lembaga pendidikan yang menjadi pengembangan intelektual dan pembinaan hidup bermasyarakat.
Budaya diskusi dan menerima pendapat serta masukan dari orang lain harus tumbuh kembang di lembaga pendidikan mulai dari tingkat paling dasar sampai yang paling tinggi sehingga kader ini nanti terbiasa menerima perbedaan pendapat dan akan menumbuhsuburkan sikap-sikap kritis dan menghargai pendapat orang lain. Makna inilah yang dimaksud dengan “jika anda menghargai manusia di dunia maka anda akan dihargai orang yang di langit”.
Selain rumah tangga ada lagi lembaga terstruktur kader Muhammadiyah yaitu di IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah), AMM (Angkatan Muda Muhammadiyah), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Hizbul Wathon (Jiwa Kepanduan/Jiwa Satria), Tapak Suci, yang umumnya ini untuk kalangan maskulin. Ada kalangan muda Perempuan Muhammadiyah Nasyiatul Aisyiah yang sekelas dengan kalangan remaja, kemudian meningkat kepada kalangan Ibu-ibu (Aisyiah). Semua ini Bersatu padu dalam diregent yang dimainkan ditingkat pusat dengan berbagai kebijakan dan pedoman yang jelas.
Memang benar dalam pendidikan itu ada tiga teori pengembangan karakter talenta seseorang anak, yaitu tabularasa dikenal dengan teori genetic bahwa jika orang tuanya kyai maka diduga kuat anaknya menjadi kyai, dan atau sebaliknya, kedua, teori emperisme bahwa keberhasilan seorang anak karena faktor kerja keras dan disiplin yang tinggi, ketiga, gabungan kedua teori di atas atau teori konvergensi (antara bakat/talenta dan tantangan atau kesempatan yang dimiliki atau disiapkan).
Penulis melihat dalam konteks inilah adanya kegiatan di Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM), unit terbawah dari hirarki struktur kepemimpinan Muhammadiyah, Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM), Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM), dan Pimpinan Wilayah Muhammdiyah (PWM) dan tertingigi Tingkat PP, dan semua jenjang tingkat ini merupakan proses pembinaan kematengan seorang kader dalam bermuhammadiyah.
Akan tetapi ada juga kader yang “datang” di luar struktur yang bersifat ajeg di atas karena berbagai faktor antara lain persoalan “perut dan di bawah perut”, melalui jaringan pertemanan bisa bisnis, pendidikan, dan pengalaman yang bersifat unik misalnya tertarik ide-ide yang dibawa mentifact Muhammadiyah.
Kader dadakan yang ada di Muhammadiyah diindikasikan dengan minta KTA (Kartu Tanda Anggota) karena beraktivitas di Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Kadar tipe ini perlu terus menerus mendapat siraman ruhani karena sifatnya naik turun kayak iman, kadang yazid dan kadang yanqush. Jadi sangat tergantung pada “angin mamiri” yang datang meniupnya.
Kader yang datang melalui jalur pertemanan dan studi misalnya adalah terjadi pada diri KH. Abdul Haq bin KH. Umar Jaya, pendiri dan perintis Muhhammadiyah di Provinsi Banten tahun 1920 karena faktor kedekatan dan satu asrama dengan Muhammad Yunus Anis (tahun 1959-1962 menjadi Ketum PP Muhammadiyah) ketika sama-sama menimba ilmu di Jam’iyyah al-Khair Tanah Abang Betawi, selain mengajar di sekolah Muhammadiyah di Jakarta.
Terakhir tidak tertutup kemungkinan lahir seorang kader karena faktor Islam yang ditawarkan pemahamannya sederhana akan tetapi karena yang membawanya memiliki karakter yang kuat dan acoountble sehingga semakin mendorong orang lain untuk tertarik. Kasus ini terjadi misalnya pada tokoh agama Pekajangan, Pekalongan, Jateng ketika mendengar syarahan agama Islam dari KH. Ahmad Dahlan.
Demikianlah berbagai sumber kader Muhammadiyah berdatangan dengan beragam varian yang ada. Masalah varian ini sangat terkait dengan situasi dan kondisi zaman yang mengitari kader tersebut yang sifatnya fluktuatif. Kalau bahasa anak zaman melenial sekarang tergantung faktor kesempatan peluang yang ada di depan mata.
Penutup
Mengakhiri tulisan ini kayaknya perlu juga penulis mengemukakan fakta di lapangan bagaimana pergerakan dan perilaku kader Muhammadiyah dalam merespon tantangan yang dihadapinya sehari-hari yang terkadang “menyenangkan” dan terkadang “menyebelkan” karena hanya mau aktif sebatas bersifat legacy saja. Namanya juga manusia ya. Maklum.
Ada lagi kader yang memiliki kemampuan dan karakter yang berkemajuan tidak terpantau akibat team “pembisik” yang salah alat keker melihatnya tanpa ada konfirmasi dan uji kelayakan. Meminjam istilah Ketua PDM Kab. Serang sekarang terkena “suntik b 2” penentu kebijakannya sehingga kader yang potensial ini sayang tidak terpantau dan termanfaatkan tenaga dan pikirannya dengan baik dan benar.
Yang jelas apa-apa kebijakan, himbauan, ajakan, dorongan Ketua Umum PP Muhammadiyah di atas harus menjadi wujud adanya yang menjadi tugas pokok (tupoksi) kader menjawabnya untuk merawat dan mengembangkan Persyarikatan Muhammadiyah. Jangan sampai Muhammadiyah ketinggalan kereta ditelan perubahan zaman sehingga terjadi degradasi ber-Miuhammadiyah. Jadilah ormas Muhammadiyah semacam “Jamaah arisan” yang kehilangan elan vitalnya.
Penulis adalah Dosen Pascasarjana UM-S dan UMT, aktivis PWM Banten 2022-2027.