Muhammadiyah; Merdeka Memajukan Bangsa
Oleh: Prof. Dr.H. Muh. Hizbul Muflihin, M.Pd, Wakil Ketua PDM Banyumas Bidang LSBO dan Resiliensi Bencana
Jiwa nasionalisme untuk memiliki tanah air kini kini terasa mulai pudar, sangat berbeda dengan diawal-awal Indonesia mau melepaskan diri dari penjajahan negara asing. Dulu semangat para pendahulu kita begitu sangat kuat dalam membela rakyat yang tertindas, ditandai dengan berdirinya Organisasi Budi Utomo pada 20 Mei 1908 oleh Dr. Wahidin Soedirohoesodo sebagai tonggak bangkitnya nasionalisme bangsa Indonesia. Sejarah mencatat bahwa gerakan semangat nasionalisme mulai dirintis tahun 1926 dengan konggres pemuda Indonesia ke 1 dan Muhammadiyah sebagai organisasi gerakan Islam telah ikut mempelopori dan ikut andil dalam membangun jiwa patriotisme dan jiwa nasionalisme.
Muhammadiyah dipilih oleh K.H. Ahmad Dahlan atas dasar kegelisahan dalam melihat fakta bahwa kondisi masyarakat saat itu (1912) berada dalam cengkeraman penjajah, tidak ada tempat tinggal yang layak, serta terjadi penyimpangan dalam praktik pengamalan ajaran Islam berbau takhayul, bid’ah dan churofat (TBC). Untuk bisa mengeluarkan dari tekanan dan keterbalakangan tersebut K.H. Ahmad Dahlan berkesimpulan, bahwa hal tersebut tidak bisa dikerjakan secara pribadi tetapi harus dilaksanakan secara gotong royong. Pikiran yang super cerdas ini dilandasi atas penafsiran dan pemaknaan tekstual surat Ali Imran; 104 dan 110 dengan kontekstual kondisi masyarakat saat itu.
Awal gagasan besar yang diangkat dan dijadikan pijakan K.H. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan melawan penjajah dan meluruskan praktek peribadatan masyarakat, yaitu mendirikan Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO). Pendirian PKO sepertinya sederhana dan tidak menyentuh substansi dalam memenuhi kebutuhan dasar umat. Namun jika kita lihat arahnya, PKO Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan adalah untuk memberi pelayanan sosial dan kesehatan, terutama bagi kaum dhu’afa.
Ternyata K.H. Ahmad Dahlan memiliki pemikiran yang jauh ke depan, bahwa dengan memenuhi kebutuhan dasar hidup (Basic Fisiological Needs) berupa makanan, kesehatan dan tempat tinggal, ummat akan lebih tenang dan damai dalam menjalankan ibadah dan ringan pula diajak bersama-sama berjuang melawan penjajah.
Kini Indonesia berusia 80 tahun, disadari atau tidak jiwa nasionalisme dari kurun waktu ke waktu mengalami perunan baik kuantitas atau kualitas. Tentu hal ini tidak bisa dilepaskan dari peran para pemerhati, tokoh masyarakat terutama para pengambil kebijakan dan pendidik sebagai ujung tombak dalam menanamkan jiwa nasionalisme.
Medan Perjuangan Muhammadiyah
Indonesia memang benar sudah 80 tahun merdeka, tidak lagi dijajah secara fisik oleh negara asing, dan kemerdekaan yang diraih tidak bisa lepas dan tidak bisa dipisahkan dengan sumbangsih Muhammadiyah dalam gerak perjuangannya. Muhammadiyah sudah ikut meletakkan dasar dalam menegakkan dan mengisi kemerdekaan jauh sebelum Indonesia merdeka. Selain Muhammadiyah juga ikut memanggul senjata, ikut berdiplomasi dalam perang melawan penjajah seperti yang tunjukkan oleh Jenderal Soedirman, K.H. Ahmad Azhar Basyir, dan K.H. Djuraid Mahfud, melalui dakwah mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
K.H. Ahmad Dahlan sepulang dari Makkah, Ia menjadikan langgar milik ayahnya sebagai tempat untuk mengajar ilmu agama yang telah dikuasai. Hal ini dirasa lebih tepat dalam memulai melaksanakan pengajian dan pendidikan bagi umat. Pemilihan tempat milik ayahnya didasari oleh realita saat itu bahwa di sekitar karaton Yogyakarta banyak ditemukan praktek ibadah yang menyimpang dari syariat Islam. Dalam perjalannya, kegiatan pengajian merambah dalam aspek pendidikan untuk pembebasan dari keterbelakangan dan kebodohan.
Indonesia sudah merdeka 80 tahun, kini dalam gerak dinamikanya telah diwarnai dengan sejumlah kemerdekaan Muhammadiyah dalam mewujudkan cita-citanya yaitu mewujudkan kebebasan dalam menetapkan langkah kerja yang menyentuh hajat kebutuhan dasar umat, serta kemerdekannya dalam menetapkan strategi dan pendekatan dalam mengisi kemerdekaan Indonesia.
Pendidikan adalah Medan Dakwah
Muhammadiyah dalam membangun masyarakat, diawal dengan memilih melakukan dakwah menuju pencerahan melalui pendidikan. Segmen ini dipandang oleh Muhammadiyah dapat dijadikan dasar mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui pendidikan, diharapkan rakyat bisa diajak menalar, merenung dan memikirkan bagaimana cara meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Lalu dalam bidang kesehatan, Muhammadiyah menurut menurut Espos.id tahun 2025 telah memiliki rumah sakit sebanyak 141. Bidang kesehatan ini diunggulkan karena dinilai strategis bisa menumbuhkan semangat untuk menjalani kehidupan. Sementara itu bidang kesejahteraan sosial dan ekonomi juga tidak lepas dari bidikan Muhammadiyah untuk dijadian lahan berdakwah dalam meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia.
Satu bidang dakwah Muhammadiyah dalam mewujudkan kemerdekaannya dalam sisi mencerdaskan kehidupan anak bangsa adalah menyelenggarakan pendidikan pada semua jalur dan jenjang pendidikan. Pada tahun 2025, Muhammadiyah memiliki sekitar 10.590 lembaga pendidikan di seluruh Indonesia, mencakup berbagai jenjang mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Secara rinci, terdapat sekitar 1.734 SMP/MTs, 1.322 SMA/MA/SMK, dan 172 Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA). Hal ini belum termasuk lembaga pendidikan yang dikelola oleh ‘Aisyiyah mulai Taman Penitipan Anak, Taman Kanak-Kanak dan lembaga pendidikan non formal yang ada di Masjid dan Musholla.
Prestasi diberbagai bidang kehidupan tersebut diatas, dilakukan semata-mata sebagai bentuk berjuang mencerdaskan kehidupan anak bangsa, dan perjuangan itu bukan tanpa hambatan. Dengan mengerahkan semua sumber daya yang dimiliki, baik finansiil, moril, dan personil, tantangan tersebut bisa dihadapi dan kini diusia kemerdekaan RI ke 80 Muhammadiyah tetap eksis dan bahkan mampu melebarkan sayapnya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Ditandai adanya Universitas Muhammadiyah dikantong penduduk yang mayoritas beragama non muslim kemudian dikenal dengan konsep Krismuha (Kristen Muhammadiyah). Langkah ini memperkuat jatidiri Muhammadiyah sebagai organisasi yang moderat, yang menghargai keberagaman suku bangsa dan keanekaragaman keberagamaan bangsa Indonesia.
Buah manis kejujuran dan ketulusan
Kemerdekaan RI yang kini telah dirasakan manfaatnya, diperjuangkan dengan mengorbankan jiwa, nyawa, harta dan raga. Para pejuang kemerdekaan misalnya tentara, ulama, pelajar dan cendekiawan tanpa pamrih bersatupadu bahu membahu menggalang persatuan, demi menghadapi dan melalwan imperaialisme penjajah di tanah air Indonesia tercinta.
Semua itu dilakukan dengan kejujuran, kewaspadaan dan keikhlasan dalam berjuang. Tanpa kejujuran mustahil akan terjalin koordinasi dan saling memahami tujuan yang akan dicapai yaitu mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Namun dalam dinamikanya, soal mewujudkan Indonesia yang merdeka juga ada yang tidak jujur seperti Sultan Hamid II yang terlibat dalam pemberontakan APRA dan dituduh bersekongkol dengan Westerling.
K.H. Ahmad Dahlan sesuai SK Presiden RI No.657 Tahun 1961, ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia karena jasanya yang besar bagi Republik ini dengan gerakan pencerahannya melalui beragam kegiatan, yang terbingkai dalam organisasi Muhammadiyah. K.H Ahmad Dahlan dan tokoh-tokoh pendiri yang semasanya, benar-benar menekankan arti keseriusan dan kejujuran (Sutarna & Anwar, 2020) dalam berjuang menegakkan kebenaran untuk kemaslahatan ummat secara umum (bukan hanya untuk warga Muhammadiyah). Fondasi kejujuran yang sangat ditekankan dalam setiap gerak langkah para pribadi dan pimpinan Muhammadiyah dalam berbagai segmen hidup dan kehidupan (AUM dan ORTOM) telah berusia 112 tahun.