Penyakit Lever dan Penyakit Hati
Oleh: Mohammad Fakhrudin
Manusia memperoleh hidayah naluri, pancaindra, akal, dan agama dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hidayah yang diberikan kepada kepada manusia lebih lengkap daripada yang diberikan kepada hewan. Hidayah akal dan agama itulah yang membedakan manusia dari hewan. Manusia dapat berpikir dengan akalnya, sedangkan hewan mempunyai otak, tetapi tidak dapat berpikir.
Boleh dikatakan, manusia dan hewan sama-sama mempunya otak, tetapi otak pada manusia digunakan untuk berpikir, sedangkan otak pada hewan tidak. Manusia dapat membedakan benar-salah, halal-haram, dan baik-buruk menurut agama, sedangkan hewan tidak demikian halnya. Manusia jika menggunakan semua hidayah itu dengan melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan larangan-Nya, sungguh lebih mulia daripada hewan. Jika tidak, manusia lebih rendah daripada hewan sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an surat al-A’raf (7): 179
وَلَـقَدْ ذَرَأْنَا لِجَـهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَا لْاِ نْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَا ۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَا ۖ وَلَهُمْ اٰذَا نٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَا ۗ اُولٰٓئِكَ كَا لْاَ نْعَا مِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ ۗ اُولٰٓئِكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ
"Dan sungguh, akan Kami isi Neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah."
Gejala Orang Berpenyakit Hati
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V (hlm. 581-582) dijelaskan pengertian kata hati. Ada tujuh entri kata hati. Dalam hubungannya dengan kajian ini, hati berarti (1) sesuatu yan ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian (perasaan dan sebagainya), (2) sifat (tabiat) batin manusia, dan (3) apa yang terasa di dalam batin manusia. Di antara empat arti kata hati yang lain di dalam kehidupan sehari-hari adalah sama dengan lever. Berkenaan dengan arti itu, frasa “kanker lever” digunakan secara bergantian dengan “kanker hati.” Arti kata lever di dalam kalimat, “Fungsi levernya melemah” sama dengan “Fungsi hatinya melemah.” Demikian juga arti kata lever di dalam kalimat, “Levernya bengkak” sama dengan “Hatinya bengkak.”
Baik dalam arti (1), (2), dan (3) maupun dalam arti yang lain, misalnya, organ badan yang berwarana kemerah-merahan di bagian kanan atas rongga perut, gunanya untuk mengambil sari-sari dari makanan di dalam darah dan menghasilkan empedu, hati mempunyai fungsi yang sangat vital. Orang yang fungsi hatinya tidak maksimal atau rusak, dia pasti sakit.
Menurut penelitian medis, banyak kematian yang disebabkan oleh tidak berfungsinya hati (lever) secara maksimal.
Sementara itu, orang yang hatinya (dengan arti 1, 2, dan 3) tidak berfungsi secara maksimal pun sebenarnya dia sakit. Dia disebut mempunyai “penyakit hati.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di dalam HR al-Bukhari dan Muslim,
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)”
Secara sederhana, dari sudut pandangan Islam, orang yang tidak memfungsikan hatinya sesuai dengan ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya berarti dia mempunyai penyakit hati.
Fungsi Hati bagi Muslim
Di dalam ayat 179 surat al-A’raf (7) sebagaimana telah dikutip dinyataka bahwa hati berfungsi untuk memahami ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Secara garis besar, ayat-ayat-Nya berisi perintah dan larangan. Baik isi yang berfsifat perintah maupun larangan berhubungan dengan akhlak, akidah, ibadah, dan muamalah.
Kajian ini berfokus pada penyakit hati yang berhubungan dengan akhlak. Berikut ini adalah perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hal akhlak: (1) menjauhi suka membenci (misalnya QS 2: 8); (2) bersyukur (misalnya QS 2:172); (3) membiasakan mengucapkan kata-kata yang baik (misalnya QS 2: 183; (4) memelihara amanat (misalnya QS 2: 283); (5) memperhatikan fakir miskin (misalnya QS 2: 274); (6) menjaga persatuan (misalnya QS 3: 13); (7) bersabar (misalnya QS 3: 200); (8) memaafkan kesalahan orang (misalnya QS 3: 134); (9) taat (misalnya QS 4: 59); (10) meninggalkan keburukan (misalnya QS 4: 115); (11) menjadi saksi yang benar/baik (misalnya QS 4: 135); tolong-menolong (misalnya QS 5: 2); (12) menegakkan keadilan (misalnya QS 7: 29); (13) berhias dan berjilbab (misalnya QS 7: 26); (14) berbuat adil dan kebaikan (misalnya QS 16: 90); (15) memperhatikan tata krama pergaulan pria dan wanita (misalnya QS 24: 30-31); (16) memperhatikan tata krama bertamu dan bersalam (misalnya QS 24: 27-29); (17) memperhatikan tata krama pergaulan dalam berumah tangga (misalnya QS 24: 58-60); (18) sederhana dalam bertingkah/berkepribadian (misalnya QS 31:19); (19) menolak permusuhan (misalnya QS 41:34); (20) berkasih sayang (misalnya QS 48:29); (21) mencintai persaudaraan dan perdamaian (misalnya QS 49: 9-10); (22) beramal/ menafkahkan sebagian harta (misalnya QS 57: 7); (23) mawas diri (misalnya QS 59: 18-20), dan (24) menjaga kebersihan dan kesucian (misalnya QS 74: 4-5), dan (25) menghargai waktu agar tidak merugi (misalnya QS 103:1-3).
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam berbagai hadisnya memberikan tuntunan yang bersifat memerintah umat Islam agar berakhlak mulia sejalan dengan printah Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an. Beliau memerintah agar umat Islam misalnya berbicara yang baik.
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَــقُلْ خَــــيْرًا أَوْ لِيَـصـــمُــتْ
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.” (HR al-Bukhari)
Jadi, pribadi muslim yang berakhlak mulia, pastilah insan muslim, baik laki-laki maupun perempuan, yang mengamalkan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perintah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut dalam berucap dan berperilaku. Jika tidak, berarti hatinya berpenyakit.
Di samping ada tuntunan yang bersifat perintah menggunakan lisan dan berperilaku, ada tuntunan yang bersifat melarang. Maksudnya, umat Islam tidak diizinkan berucap dan berperilaku tertentu.
Berikut ini adalah larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hal akhlak: (1) membuat kerusakan (misalnya QS 2: 11); (2) iri hati dan dengki (misalnya QS 4: 32); (3) memfitnah (misalnya QS 4: 112); (4) menjadi pengecut dan penakut (misalnya QS 8: 15-16); (5) berlebih-lebihan (misalnya QS 7: 31); (6) berkhianat (QS 8: 27); (7) berbuat ria (QS 8: 47); (8) membuat tipu daya (misalnya QS 13: 33; (9) ingkar terhadap nikmat (misalnya QS 16: 53-55); (10) sombong lagi membanggakan diri (misalnya QS 17: 37); (11) berputus asa (misalnya QS 39: 53); (12) berdusta (misalnya QS 22: 30); (13) marah (misalnya QS 42: 36-37); (14) suka mencela, memaki, mengumpat (misalnya QS 49: 11-12); (14) menyebarkan/berkata bohong (misalnya QS 49: 6); (15) suka berprasangka buruk (misalnya QS 49: 12); (16) mengadakan pembicaraan rahasia kejahatan (misalnya QS 58: 7-9).
Dalam berbagai hadisnya, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan tuntunan akhlak mulia yang bersifat melarang sejalan dengan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau melarang umat Islam misalnya berbohong.
عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا وَعَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا
"Dari Abu Wail dari Abdullah ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Jauhilah kebohongan sebab kebohongan menggiring kepada keburukan, dan keburukan akan menggiring kepada neraka. Dan sungguh, jika seseorang berbohong dan terbiasa dalam kebohongan hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai seorang pembohong. Dan hendaklah kalian jujur, sebab jujur menggiring kepada kebaikan, dan kebaikan akan menggiring kepada surga. Dan sungguh, jika seseorang berlaku jujur dan terbiasa dalam kejujuran hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai orang yang jujur.”
Dengan demikian, muslim yang berakhlak mulia tentulah insan muslim, baik laki-laki maupun perempuan, yang meninggalkan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan larangan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Mereka tidak meninggalkan larangan tersebut, berarti hatinya berpenyakit.
Penyakit Hati Lisan dan Perilaku
Telah banyak kajian tentang macam-macam penyakit hati. Dari berbagai uraian dapat disimpulkan bahwa penyakit hati terdiri atas (1) ria’ (pamer), (2) mudahm marah, (3) ‘ujub {bangga diri), (4) hasad dan husud (iri hati dan dengki), (5) takabur (sombong), dan (6) ghibah (bergunjing). Namun, dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an surat al-A’raf (7): 179 yang telah dikutip, kiranya dapat disimpulkan bahwa orang yang berhati sehat berarti menggunakan hatinya untuk memahami isi ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam hubungannya dengan akhlak, berarti dia berakhlak mulia sesuai dengan tuntunan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.
Dari segi lisan dan perilaku dapat dikatakan bahwa jika ucapan dan perilakunya sesuai dengan akhlak mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, berarti dia berhati sehat. Dengan kata lain, dia tidak berpenyakit hati. Sebaliknya, jika ucapan dan perilakunya bertentangan, berarti hatinya berpenyakit.
Allahu a’lam