Prof Suyadi Jelaskan Unifikasi Ilmu dan Iman dalam Perspektif Neurosains

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
134
Foto Istimewa

Foto Istimewa

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pada malam ke-8 Ramadhan, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menggelar ceramah Tarawih yang menghadirkan Prof. Dr. Suyadi, M.Pd.I., seorang Guru Besar bidang Ilmu Pendidikan Islam serta Kaprodi Magister PAI UAD. Bertempat di Islamic Center UAD, ceramah kali ini mengangkat tema “Neuro Religion for Anti-Corruption” sebagai bagian dari unifikasi ilmu dan iman yang menjadi fokus tema Ramadhan Di Kampus UAD tahun ini.

Dalam pembukaannya, Suyadi menyampaikan bahwa UAD memilih istilah “ilmu dan iman” sebagai pendekatan akademik dan spiritual yang lebih dekat dengan tradisi keilmuan Timur Tengah. Hal ini berbeda dari istilah yang umum digunakan seperti “ilmu dan agama.” Unifikasi ilmu dan iman, menurutnya, telah lama menjadi diskursus penting sejak konsep Islamisasi ilmu oleh Al-Faruqi hingga pengembangan integrasi ilmu di Indonesia.

Suyadi menyoroti permasalahan korupsi yang semakin marak terjadi di Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa meskipun banyak pejabat yang memiliki gaji miliaran, masih banyak di antara mereka yang tetap melakukan korupsi. Sementara itu, di sisi lain, banyak perusahaan justru mengalami kesulitan ekonomi dan melakukan pemutusan hubungan kerja secara massal. “Indonesia adalah negara yang sangat kaya, tetapi justru dinikmati oleh segelintir orang yang memiliki sifat serakah,” ujarnya.

Ia menjelaskan teori “Greedy, Opportunity, and Need” sebagai dasar dalam memahami penyebab korupsi. Jika seseorang memiliki karakter serakah (greedy), memiliki kesempatan (opportunity), dan sedang membutuhkan (need), maka kecenderungan untuk melakukan korupsi semakin besar. Namun, jika seseorang tidak memiliki sifat serakah, meskipun ada kesempatan dan kebutuhan, ia tidak akan terjerumus dalam tindakan tercela tersebut.

Suyadi juga memaparkan hasil riset dari Transparency International yang menunjukkan bahwa negara-negara dengan tingkat religiositas tinggi justru memiliki indeks persepsi korupsi yang lebih rendah. Namun, ada pengecualian seperti Arab Saudi dan Turki yang indeksnya masih cukup tinggi. Sementara itu, negara-negara sekuler seperti Denmark, Finlandia, dan Selandia Baru memiliki skor indeks persepsi korupsi yang lebih baik dibandingkan Indonesia yang saat ini berada di angka 34.

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah telah menerbitkan buku “Fikih Anti Korupsi” pada tahun 2006, yang kemudian diikuti oleh Nahdlatul Ulama pada tahun 2012 dengan buku “Jihad Melawan Korupsi.” Salah satu ayat yang dikutip dalam pembahasan ini adalah QS. Al-Ma’idah ayat 63, yang menegaskan bahwa para ulama dan pemuka agama seharusnya tidak diam terhadap fenomena korupsi. Sayangnya, masih sedikit ulama yang secara eksplisit mengangkat tema anti-korupsi dalam ceramah-ceramah mereka.

Suyadi menyoroti bahwa dalam pandangan fikih, korupsi dikategorikan sebagai syirik akbar, yakni dosa besar yang tidak terampuni. Ia mengilustrasikan bagaimana tindakan koruptif seseorang dapat memberikan dampak jangka panjang, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan generasi berikutnya.

Dalam kajian neurosains, Suyadi menjelaskan bahwa otak seorang koruptor bisa saja normal secara biologis, tetapi tidak sehat secara fisiologis. Berdasarkan hasil riset di Lapas Sukamiskin Bandung, banyak narapidana koruptor yang tetap tidak merasa bersalah dan memiliki berbagai alasan untuk membenarkan tindakan mereka.

Ia menambahkan bahwa puasa Ramadhan, jika dilakukan dengan penuh keimanan, dapat berdampak positif bagi kesehatan otak dan perilaku seseorang. Saat berpuasa, nutrisi yang diserap otak tidak langsung berasal dari makanan, tetapi melalui mekanisme yang berbeda. Jika niat puasa dilakukan dengan iman, maka akan terjadi perubahan dalam cara otak bekerja, sehingga seseorang lebih mampu mengendalikan diri dan menghindari perilaku yang melanggar norma dan hukum.

Menutup ceramahnya, Suyadi mengajak seluruh jamaah untuk merefleksikan kembali ibadah Ramadhan, apakah sudah didasari oleh iman atau hanya sekadar rutinitas. “Unifikasi ilmu dan iman harus menjadi jalan terang bagi peningkatan kualitas keimanan dan ketakwaan kita,” pungkasnya.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

MAKASSAR, Suara Muhammadiyah - Koordinator Pemberdayaan Masjid Lembaga Pengembangan Cabang - Ranting....

Suara Muhammadiyah

18 July 2024

Berita

UMY Dukung Promosi Digital Sekolah Inklusi YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Perhatian dan dukungan ....

Suara Muhammadiyah

26 June 2024

Berita

SEMARANG, Suara Muhammadiyah - Memasuki usia ke 26 tahun, Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus)....

Suara Muhammadiyah

9 March 2025

Berita

SOLO, Suara Muhammadiyah –  Kepala SD Muhammadiyah 1 Ketelan melalui Wakil Kepala Sekolah....

Suara Muhammadiyah

20 January 2024

Berita

SLEMAN, Suara Muhammadiyah - Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik – Pimpinan Daerah Muhammadiya....

Suara Muhammadiyah

7 January 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah