PSIPP – ‘Aisyiyah NTB Perluas Peran Zakat

Publish

10 December 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
44
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Gagas Seminar Nasional Penguatan Perlindungan Korban Kekerasan

MATARAM, Suara Muhammadiyah - Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia terus meningkat, sementara banyak penyintas masih kesulitan mengakses layanan pemulihan seperti visum, pendampingan hukum, dan dukungan psikologis. Di tengah keterbatasan mekanisme negara, zakat mulai dilihat sebagai instrumen potensial untuk menyediakan perlindungan darurat bagi korban dan menutup celah layanan yang belum terpenuhi.

Menjawab kebutuhan tersebut, Pusat Studi Islam, Perempuan dan Pembangunan (PSIPP) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITBAD) Jakarta bersama Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Nusa Tenggara Barat (PWA NTB) menggelar seminar nasional bertema “Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak: Peluang, Tantangan, dan Skema Penguatan Perlindungan” di kampus Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT), Selasa (9/12/2025). Kegiatan ini sekaligus menjadi momentum penting dengan dilaksanakannya penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara ITBAD Jakarta dengan UMMAT, serta PSIPP dengan PWA NTB, sebagai komitmen bersama dalam penguatan riset, edukasi, dan kolaborasi perlindungan korban berbasis filantropi Islam.

Wakil Ketua PWA NTB, Tri Nuryati, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya forum ini. “Ini sebuah kesempatan yang baik, mengikutinya awal hingga akhir. Insyaallah kami akan bekerjasama dan siap melaksanakan kuliah ini bersama ITBAD Jakarta. Terima kasih narasumber dan semua undangan yang hadir. Kami apresiasi bisa menimba ilmu baru ini, sehingga ke depan kerja sama kita bisa lebih baik,” ujarnya.

Sementara itu Direktur Pascasarjana ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Mukhaer Pakkanna, menekankan bahwa perluasan catur dharma Al-Islam Kemuhammadiyahan (AIK) harus semakin berperspektif perempuan. Ia memaparkan bahwa kolaborasi akademik dan sharing knowledge terkait zakat untuk korban kekerasan terhadap perempuan dan anak telah dilakukan di berbagai daerah, di antaranya Bogor, Yogyakarta, Salatiga, Makassar dan Ambon. Mengangkat isu kekerasan, ia menegaskan bahwa perempuan dan anak adalah kelompok yang paling rentan mengalami penganiayaan. 

“Istilah saya itu diperbudak. Dalam Islam, kita diajarkan melakukan liberasi, membebaskan budak agar mereka merdeka. Begitu pula bagaimana membebaskan perempuan dan anak yang teraniaya, agar mereka bisa keluar menuju kemerdekaannya. Salah satu upaya yang bisa dilakukan melalui gerakan zakat bagi korban kekerasan ini,” terangnya.

Dalam forum ini, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah NTB, H. Falahuddin, mengingatkan pentingnya tindakan nyata dalam melakukan pemberdayaan terhadap kelompok rentan. “Gerakan zakat ini tidak boleh berhenti hanya sampai wacana saja. Kita harus isi dengan pertanyaan: apakah kita siap mengimplementasikan zakat bagi korban ini dalam kehidupan sehari-hari?” ujarnya. 

Ia menegaskan bahwa perspektif gender mesti hadir di semua lini, termasuk hukum dan pemikiran Islam. “Bagus, menarik tema diskusinya. Mungkin nanti juga bisa dikembangkan,” tambahnya.

Kepala PSIPP ITBAD Jakarta, Yulianti Muthmainnah, memaparkan kondisi psikologis korban yang sangat berat serta problem implementasi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Ia menjelaskan bahwa meski UU TPKS mengatur mengenai dana restitusi, pada praktiknya restitusi hanya bisa diberikan jika polisi mencantumkannya dalam berkas perkara, dan uangnya pun berasal dari pelaku. 

“Akan tetapi, biasanya pelaku itu manipulatif. Mereka membangun citra seolah-olah tidak bersalah. Pelaku kekerasan biasanya akan mengatakan bahwa mereka miskin, tidak punya apa-apa, dan sebagainya untuk menghindari kewajiban restitusi,” jelasnya. 

Karena itu, Yulianti mendorong adanya dana jaminan sebagai dana darurat untuk penanganan medis dan kebutuhan mendesak korban. “Melalui zakat atau dana darurat ini bisa digunakan untuk memfasilitasi kebutuhan korban, seperti membayar visum et repertum yang masih berbayar,” tegas Dosen AIK ITBAD Jakarta ini.

Wakil Dekan I Fakultas Agama Islam UMMAT, Mukhlisin, menyoroti fleksibilitas fikih sosial dalam menjawab persoalan kekerasan dan kerentanan. “Fakir miskin sebenarnya dekat dengan orang-orang yang teraniaya. Jumlah miskin di negeri ini banyak sekali—baik struktural maupun kultural. Selain zakat, kita bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui wakaf,” jelasnya. 

Ia menggambarkan bagaimana wakaf produktif dapat menjadi modal ekonomi masyarakat. “Tanah wakaf yang tidak diurus bisa dimanfaatkan agar bernilai ekonomi, mampu membeli aset sendiri, dan berkontribusi pada perekonomian keluarga. Inilah yang dinamakan wakaf produktif,” tambahnya.

Melalui seminar yang dipandu oleh Ketua LPPA PWA NTB, Hj. Nikmatullah dan didukung PT.Unilever Indonesia ini, para peserta diajak melihat bahwa zakat bukan hanya ibadah ritual, tetapi potensi besar untuk memperkuat pemulihan korban kekerasan. Diskusi lintas ilmu ini membuka peluang inovasi skema pendanaan berbasis filantropi Islam agar korban perempuan dan anak mendapatkan perlindungan yang lebih adil, cepat, dan berkelanjutan.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

CILACAP, Suara Muhammadiyah - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia Abdul Mu&rsqu....

Suara Muhammadiyah

16 December 2024

Berita

SURAKARTA, Suara Muhammadiyah - Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) siap menyambut peserta Kuli....

Suara Muhammadiyah

31 July 2024

Berita

METRO, Suara Muhammadiyah - Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam, Universitas Muhamma....

Suara Muhammadiyah

20 February 2024

Berita

Perkuat Ditigitalisasi Cabang, Ranting, dan Masjid PEKANBARU, Suara Muhammadiyah – Universita....

Suara Muhammadiyah

29 August 2025

Berita

PALEMBANG, Suara Muhammadiyah - Udara cukup terik. Menyengat kulit ketika 5 pasang kaki penuh semang....

Suara Muhammadiyah

1 November 2024