Rekonstruksi Perjuangan Islam Indonesia

Publish

15 February 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
385
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Rekonstruksi Perjuangan Islam Indonesia

Oleh Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si

Indonesia sering disebut negara dan bangsa muslim terbesar di dunia. Islam dan umat Islam secara sosiologis berpengaruh luas dalam kehidupan bangsa Indonesia. Namun keadaan tersebut tidak identik dengan kekuatan dalam kehidupan politik dan ekonomi, karena sampai batas yang jauh secara kualitatif pengaruh Islam dalam dua bidang tersebut masih lemah. Pada situasi kekinian partai-partai Islam tidak merupakan kekuatan dominan, persentasenya pada Pemilu 2014 hanya menembus sekitar 29% dan Pemilu 2019 sekitar 30%. Sebenarnya jika bergabung cukup signifikan, dapat menentukan posisi politik Indonesia, namun kenyataannya tidaklah demikian. Islam demografis belum berbanding lurus dengan Islam politik.

Keadaan ini sering menimbulkan masalah tersendiri dalam artikulasi politik Islam antara harapan dan kenyataan, yang oleh Olivier Roy (1999) disebut sebagai “image politik Islam”. Di tubuh partai dan kekuatan politik Islam terjadi fragmentasi yang tajam, sehingga kekuatan Islam politik tidaklah sepadan dengan piramida demografis umat Islam sebagai penduduk mayoritas di Indonesia. Artinya Islam Indonesia bukanlah “satu entitas politik”, apalagi entitas politik yang tunggal. Dalam bidang ekonomi jauh lebih tertinggal dan kalah oleh kelompok minoritas, yang berpengaruh pada signifikansi kekuasaan politik di Indonesia. 

Karenanya jangan meletakkan Islam politik sebagai satu-satunya perhatian dan fokus utama dalam perjuangan Islam Indonesia, apalagi tanpa strategi yang tepat dan berjangka panjang. Pada saat yang sama gerakan ekonomi dan kemasyarakatan sama atau tidak kalah pentingnya untuk membangun kekuatan umat Islam Indonesia secara seimbang. Di sinilah pentingnya rekonstruksi perjuangan dan pergerakan Islam Indonesia fase baru!

Dinamika Sejarah

Islam masuk ke kepulauan Nusantara dengan cara damai dan bersifat membangun, yaitu membangun kesadaran manusia Nusantara akan hubungan tiga dimensi yaitu Tuhan, masyarakat, dan alam semesta. Corak hubungan ini ditentukan oleh ajaran Islam yang merupakan pandangan dunia yang komprehensif, universal, dan dalam batas-batas yang mungkin dijangkau oleh kekuatan nalar manusia (Maarif, 1996: 175). Islam juga datang ke kepulauan ini ketika agama Hindu telah mengakar kuat dalam masyarakat setempat. Dalam pandangan Harry J. Benda, di pulau Jawa terutama, “Hinduisasi” atau lebih tepat “Indianisasi” tembus secara mendalam dan meninggalkan bekas lama sekali (Benda, 1974: 36). Dalam kaitan ini penghadapan Islam dan kebudayaan Nusantara bercorak animistik dan Hindu inilah yang kemudian melahirkan dinamika dan corak Islam yang beragam di negeri ini, yang melekat dengan keindonesiaan. Menurut Koentjaraningrat, di daerah-daerah Nusantara di mana kerajaan Hindu tidak begitu kuat, kehadiran Islam sangatlah kuat seperti di Aceh, Sumatra Barat, Jawa Barat, NTB, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.

Secara historis kedatangan Islam melalui Islamisasi di Indonesia tidak lepas dari dinamika yang penuh warna, baik sejak awal ketika masa Islam di Nusantara maupun pada kurun terakhir. Taufik Abdullah (1974: 1-8) mencatat, “betapa Islam di negeri ini mengalami dinamika penghadapan antara ajaran dan sejarah, antara keyakinan doktrin agama dengan realitas zaman yang selalu berubah, sehingga Islamisasi mengalami persambungan dan perubahan sekaligus jawaban terhadap zamannya. Islamisasi bukan sekadar berarti penerimaan ajaran secara doktrinal tetapi sekaligus pengorbanan untuk akomodasi terhadap perubahan dan tuntutan zaman dalam proses akulturasi yang normal tanpa kehilangan esensi dan prinsip ajaran. Di sinilah Islamisasi bukan sekadar proses internalisasi ajaran sebagaimana doktrin ortodoksi Islam, tetapi sekaligus penghadapan Islam dengan sejarah dan kebudayaan di mana Islam itu hadir, tumbuh, dan berkembang. Dalam proses Islamisasi yang diwarnai persambungan dan perubahan itulah gerak pemurnian Islam yang berpijak pada ortodoksi Islam berjalan dinamik dengan pembaruan sebagai jawaban atas tantangan zaman, yang melahirkan corak Islam yang pusparagam di kepulauan Nusantara.”.

Islam dan Muslim Indonesia juga hidup dalam kemajemukan agama, suku bangsa, dan golongan yang secara dinamis saling mempengaruhi. Kemajemukan agama sejak awal merupakan bagian dari jejak sejarah bangsa atau masyarakat Nusantara. Saling pengaruh agama sejak Hindu dan Budha, kemudian Islam, seterusnya Kristen dan Katolik menjadi bagian dari keragaman masyarakat Indonesia dalam beragama. Satu sama lain meninggalkan jejak yang menyatu dengan keindonesiaan. Menurut Crawfurd (2017, Volume 2), setelah “agama Nusantara” atau kepercayaan setempat, pada era awal sejarah Nusantara hadir Hindu kuno yang banyak dianut masyarakat kala itu dan sebagian Budha yang jejaknya dapat dilihat dalam berbagai prasasti, arca-arca, dan candi seperti Candi Prambanan (Hindu) dan Candi Borobudur (Budha). Pasca agama setempat, Hindu, dan Budha datanglah Islam. Menurut Crawfurd (2017: 214), agama ini diterima dari jazirah Arabia dalam paham atau keyakinan yang ortodoks dan sejak itu penyebaran agama Islam terus berlangsung sampai menjadi mayoritas di negeri Nusantara. 

Meskipun ortodoksi Islam itu kaku, tetapi bukan berarti pemeluk agama Islam di kepulauan tersebut mereka intoleran. Di antara penganut Islam di Nusantara, tulis Crawfurd, masyarakat Jawa merupakan penganut Islam yang paling longgar dalam melaksanakan ajaran ibadah agamanya. Clifford Geertz (1960) menyebutnya “The Religion of Java” yang melahirkan varian keberagamaan Santri, Abangan, dan Priyayi. Ortodoksi Islam juga mengalami proses moderasi melalui kehadiran Tarekat-Sufisme dalam penyebaran Islam di Nusantara (Kersten, 2017). Menurut Crawfurd, Kristen dan Katolik di Indonesia datang bersamaan dengan petualangan dan penjajahan Portugis dan Spanyol, kemudian disusul Belanda. Crawfurd (2017: 223) menulis: “Para petualang Portugis dan Spanyol, yang merupakan bangsa Eropa pertama, yang sampai ke Nusantara, terkenal akan kefanatikan agama dan tindakan intoleran, pada masanya, sehingga begitu mereka bertemu para penduduk pribumi, mereka segera bekerja menyebarkan agamanya.”. Sayangnya menurut Crawfurd, sesaat sebelum kedatangan Kristen-Katolik di Nusantara, para penduduk pribumi telah menerima agama baru dan yang lebih populer —yaitu Islam— karena Islam disebarkan dengan begitu terampil dan dalam kondisi yang lebih dapat diterima dengan karakter pribumi, kondisi masyarakat, dan kesejahteraan yang dibawa mereka.

Kerajaan Islam pertama di Indonesia yaitu Samudra Pasai yang berdiri pada abad ke-13 masehi. Pada abad ke-15 dan ke-16 secara menyolok bermunculan kerajaan-kerajaan Islam di kepulauan Nusantara seperti Malaka, Jambi, Demak, Cirebon, Banten, Ternate dan Tidore, Banjarmasin, Mataram, dan kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi Selatan seperti Gowa, Bone, dan lain-lain. Kerajaan-kerajaan Islam di kepulauan Nusantara pada abad ke-17 mencapai puncak kejayaan seperti di Aceh, Banten, Mataram, Gowa-Tallo, dan Ternate, yang diikuti oleh era kemunduran pada abad ke-18 terutama untuk kerajaan-kerajaan Islam di pulau Jawa (Abdullah, 1991: 42). Sejak itu Islam terus berkembang di kepulauan Nusantara hingga membentuk masyarakat muslim atau masyarakat Islam yang terbesar di Indonesia sejak era Nusantara sampai Indonesia kontemporer.

Karakter Khas

Kehadiran Islam di Indonesia yang terbentuk dalam proses sejarah yang panjang, kendati boleh dikatakan bahwa Islam bukanlah agama asli Indonesia. Beragam pandangan tentang sejarah awal kelahiran atau kedatangan Islam di kepulauan Nusantara. Menurut sebagian ahli Islam datang atau masuk ke Nusantara atau Indonesia masa lampau terjadi pada abad ke-7 masehi langsung dari Arab sedangkan sebagian lain menunjuk pada abad ke-13 dari India, Parsi, dan Cina; yang dibawa oleh saudagar muslim yang masuk ke wilayah-wilayah pesisir dan bandar-bandar penting di kepulauan Nusantara (Abdullah, 1991: 34). 

Kehadiran Islam di Indonesia yang terbentuk dalam proses sejarah yang panjang, kendati boleh dikatakan bahwa Islam bukanlah agama asli Indonesia. Beragam pandangan tentang sejarah awal kelahiran atau kedatangan Islam di kepulauan Nusantara. Menurut sebagian ahli Islam datang atau masuk ke Nusantara atau Indonesia masa lampau terjadi pada abad ke-7 masehi langsung dari Arab sedangkan sebagian lain menunjuk pada abad ke-13 dari India, Parsi, dan Cina; yang dibawa oleh saudagar muslim yang masuk ke wilayah-wilayah pesisir dan bandar-bandar penting di kepulauan Nusantara (Abdullah, 1991: 34). 

Penyebaran Islam berlangsung secara damai dan membawa pengaruh pada corak Islamisasi yang bersifat sosial-kultural (Kartodirjo, 1993). Islam Indonesia berkembang menjadi agama masyarakat secara luas, sekaligus menjadi kekuatan integrasi nasional dalam pembentukan kebudayaan Indonesia (Kontjaraningrat, wawancara Kompas). Fenomena yang menarik, pada abad ke-19 masyarakat Jawa menjadi Islam, pada saat yang sama menjadi Muslim telah merupakan suatu identitas diri terutama di kalangan istana dan bangsawan, meskipun tidak selalu identik dengan menjalankan ritual ibadah (Furnivall, 2009: 109). Artinya umat Islam dan keislaman sejak awal telah menyatu dengan kehidupan masyarakat Indonesia.

Dalam proses Islamisasi yang "indigenous" atau “mempribumi” Islam Indonesia membentuk muslim yang lembut, damai, toleran, dan harmoni. Menurut Esposito (1997), wajah Islam Indonesia lebih lembut, dibentuk oleh angin tropis dan pengalaman multikultural yang panjang. Inilah wajah Islam yang sekarang populer disebut Islam moderat atau Islam tengahan (wasathiyyah). Islam moderat dalam bingkai sosio-historis masyarakat Indonesia tidaklah tunggal dan bukan merupakan identitas satu golongan, tetapi beragam orientasi pandangan termasuk golongan Islam modern yang watak dasarnya moderat tetapi memiliki pemikiran maju dan kritis terhadap keadaan yang dipandang memerlukan reformasi atau pembaruan. Deliar Noer (1996) bahkan menunjukkan bahwa golongan Islam modern sejak awal abad ke-20 memiliki peran yang penting dalam kebangkitan Islam di Indonesia. George Kahin (1952), organisasi Islam di Indonesia seperti Muhammadiyah, telah membentuk nasionalisme keindonesiaan yang jelas.

Peristiwa-peristiwa politik yang terkait dengan Islam di Indonesia. Di era Orde Lama: Darul Islam / Tentara Islam Indonesia atau DI/TII pimpinan Kartosuwiryo di Jawa Barat (1948-1963) dan di Jawa Tengah (1949-1962); DI/TII di Aceh di bawah pimpinan Daud Beureuh (1949-1959); DI/TII pimpinan Ibnu Hajar di Kalimantan Selatan (1949), DI/TII pimpinan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan (1957-1964); pemberontakan Angkatan Muda Islam (AMI) dipimpin Kyai Somalangu di Kebumen Jawa Tengah (1951). Di era Orde Baru: Komando Jihad, Tanjung Priok, Talangsari, dsb. Di Era Reformasi dikenal dengan “terorisme, radikalisme, dan bom bunuh diri”. Dinamika Islam dan politik tersebut tidak murni agama, tetapi juga terkait dengan proses politik yang bersifat “cross-cutting of interest”. 

Karenanya kini diperlukan strategi gerakan dan perjuangan Islam yang menyeluruh yang menyatukan dimensi keagamaan, kemasyarakatan, ekonomi, politik, dan budaya dalam konstruksi besar pembangunan Islam dan umat Islam Indonesia. Perjuangan Islam dan umat Islam Indonesia tidak didominasi oleh orientasi masa silam dan trauma keadaan masa kini, mestinya mulai memetakan perjuangan ke masa depan dengan strategi yang tepat dan komprehensif. Pandangan keislaman yang ortodoksi, dogmatis, ekstrem, dan serba konfrontatif atas segala hal yang disertai sikap yang disebut Carol Kersten sebagai apologetika kaum muslim (muslim apologetics) dan “mentalitas merasa terkepung” (siege mentality) mesti diubah dan dilakukan transformasi baru menuju Islam Indonesia berkemajuan!

Sumber: Majalah SM Edisi 03 Tahun 2023


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Editorial

Muhammadiyah Sebagai Sistem Oleh: Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si. Muhammadiyah dikenal sebagai orga....

Suara Muhammadiyah

4 April 2024

Editorial

Indonesia Antara Idealita dan Dunia Nyata Oleh: Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si Indonesia sungguh me....

Suara Muhammadiyah

20 December 2024

Editorial

Banyak Agenda Muhammadiyah Oleh Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si. Muhammadiyah sungguh besar dan memi....

Suara Muhammadiyah

29 February 2024

Editorial

Cerdas-Seksama Menjaga Muhammadiyah Indonesia sedang menggelar kontestasi politik untuk Pemilu tang....

Suara Muhammadiyah

10 January 2024

Editorial

PENDIDIKAN ANAK DI USIA EMAS Cerita tentang Pendidikan Anak Usia Dini di Jepang kerap membuat kita ....

Suara Muhammadiyah

7 November 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah