Terkadang sesuatu yang sepele dan remeh banyak diabaikan orang. Tapi sesungguhnya berdampak besar dalam kehidupan. Soal etika misalnya. Semua orang mafhum mengenai etika. Sudah pasti sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi, etika menjadi pelajaran yang niscaya diperoleh. Tapi persoalannya, adakah di antara kita telah mengejawantahkan etika dalam kehidupan dengan sebagaimana semestinya?
Fakta berbicara terbuka, di mana masih banyak orang belum memahami etika secara utuh, lebih-lebih mempraktikkannya. Setiap tarikan napas kehidupan, etika tidak bisa dilepaskan. Etika laksana magnet yang selalu menyatu dalam denyut nadi kehidupan kita sehari-hari. Etika tidak pernah hilang dari kehidupan, Ia merepresentasikan perangai manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Kita seyogianya jengah, banyak orang cerdas tapi minus etika. Banyak orang rupawan dan kirana, namun sama sekali tidak beretika. Inilah realitas getir yang terlukis dalam kanvas kehidupan masa kini dan menjadi paradoks bilamana menetap di negeri idaman seperti Indonesia. Negeri yang terkenal dengan tindak tanduknya, tapi belakangan tampak jauh panggang dari api.
Panorama luruhnya etika memang bukan fenomena baru. Tapi, ini fenomena lama, namun bila tidak segera diperbaiki, yang terjadi negeri ini porak-poranda akibat masyarakatnya bertindak serampangan hatta tercerabutnya etika dalam dirinya. Etika sebagai jangkar kehidupan. Dan segenap orang tua niscaya telah memberikan pengajaran luhur ini kepada anak-anaknya. Tinggal bagaimana anak-anaknya merespons dan mengimplementasikannya.
Etika sangat mendalam sekali substansinya. Etika tidak hanya sekadar menyangkut soal individu di lingkungan masyarakat, termasuk di lingkungan kerja. Dalam konteks lingkungan kerja, etika sangat dinomorsatukan. Bekerja tidak berlandaskan etika, maka akan merugikan diri sendiri. Etika menjadi gambaran cara seseorang bekerja. Ketika etika saja sudah tidak bagus, bekerjanya pun pasti tidak bagus jua, lebih-lebih bekerja dalam tim, hanya menjadi batu penarung semata.
Diakui, Islam menempatkan pada posisi tertinggi ihwal etika. Segala gerak kehidupan di muka bumi, telah sedemikian rupa diletakkan etikanya. Ajaran Islam sangat komprehensif membingkai etika mulai dari etika bertamu, etika makan-minum, etika berbicara, etika berpakaian, dan masih banyak lagi. Islam menekankan agar manusia dapat menjalani kehidupan mengedepankan etika. Saat ini terjadinya krisis etika menjadikan kita untuk mendekonstruksi pemahaman keislaman agar menemukan substansi ajaran luhur secara utuh, sehingga tidak dipahami secara parsial.
Pemahaman keislaman secara parsial itulah menyebabkan keolengan berpikir dalam memahami bahkan menjalankannya. Alhasil, etika tidak terpatri dalam gerak kehidupan tak pelak melahirkan perilaku nista dari ajaran Islam yang membawa pencerahan itu. Maka, perlu mengoreksi sejauh mana etika telah kita praktikkan secara nyata. Ini sebuah pekerjaan tidak mudah dilakukan, tapi selagi ada kemauan pasti ada jalan kemudahan.
Hidup ada etikanya, jangan semaunya. Semesta ini sudah ada aturannya, tinggal bagaimana kita melaksanakannya. Penyimpangan terhadap etika hanya akan membuat hidup amburadul akibatnya jauh dari yang dicita-citakan. Yakni hidup berkeadaban melahirkan manusia berintegritas sehingga dapat mencerahkan jagat semesta raya. (Cris)