YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr H Syamsul Anwar, MA merasakan keprihatinan dalam rentang beberapa tempo belakangan melihat potret kehidupan bangsa. Hal itu tampak dari masalah patologi sosial yang dapat dikatakan bersifat perenial di dalam kehidupan politik, ekonomi, dan penegakan hukum kita, yaitu merajalelanya perilaku korupsi dan penyalahgunaan kekuasan yang sangat mencederai rasa keadilan masyarakat.
Bagi Syamsul, mengguritanya perilaku korupsi menjadi manifestasi dari pengkhianatan terhadap kepercayaan publik. Dari perspektif hukum, korupsi dipandang sebagai extraordinary
crime (kejahatan luar biasa).
"Korupsi berkontribusi besar dalam memporak-porandakan tatanan kehidupan sosial dan ekonomi bangsa kita serta meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat," ujarnya saat menyampaikan Khutbah Idul Fitri 1445 H di Alun-Alun Kidul Yogyakarta, Rabu (10/4).
Menukil Tanzi (1998), Syamsul mengungkapkan banyak penyebab terjadinya korupsi. Di antaranya yaitu tata pemerintahan yang tidak sehat, pengendalian birokrasi yang lemah, kualitas yang buruk dari sumber daya yang menduduki jabatan publik, kondisi pendapatan yang tidak memadai,
Selain itu, penyebab lainnya tertib pengawasan yang tidak memadai, tingkat transparansi pengambilan keputusan yang rendah, kebijaksanaan pengaturan yang manipulatif, raibnya teladan dari atasan, adanya niat untuk korupsi sebagai dampak dari mahalnya biaya.
"Apa yang dikemukakan di atas terkait dengan faktor sistem. Pada sisi lain faktor kepribadian masing-masing kita juga menentukan. Di antaranya adalah terjadinya kemerosotan moral yang mendalam pada sebagian masyarakat kita, hilangnya kepekaan batin dan sensitivitas nurani, serta lunturnya kesadaran hukum dan rasa hormat terhadap norma," ungkapnya.
Guru Besar Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini menyebut korupsi menjadi masalah multi dimensional dan upaya pemberantasan oleh karena itu harus bersifat multifacet. Maka dari itu, perlu memfungsikan Agama sebagai bagian dari keseluruhan upaya pemberantasan korupsi. Yaitu melalui pengelolaan batin dan kalbu guna mempertinggi kepekaan nurani untuk menyadari perlunya kita menjauhi hal-hal yang meskipun untuk sementara dapat memberikan kenikmatan sekejap, namun dalam jangka panjang merusak tatanan masyarakat secara keseluruhan.
"Memang kita sering mendengar suatu ironi bahwa di tengah-tengah masyarakat kita yang dikatakan relijius dan rajin menjalankan ibadah ternyata praktik korupsi tetap berkembang subur, sehingga tampak tidak ada korelasi berbanding terbalik antara semangat religius itu dengan praktik-praktik koruptif," tuturnya.
Di akhir khutbahnya, Syamsul mengajak kepada segenap umat Islam untuk bermunajat kepada Allah agar bangsa Indonesia diberikan kekuatan untuk menghadapi dan mengatasi segala cobaan yang dihadapinya, salah satunya korupsi yang mencengkeram berkepanjangan di tubuh bangsa bak zamrud khatulistiwa ini.
"Sebagai warga masyarakat marilah kita terus meningkatkan kesungguhan, usaha dan kesabaran kita dalam membangun bangsa kita untuk mencapai masa depan yang lebih baik," tandasnya. (Cris)