Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Pernahkah Anda berpikir apakah Tuhan itu ada? Orang yang ateis atau agnostik nyaris atau enggan menjawab sebab bagi mereka tiada Tuhan atau meragukan eksistensi-Nya. Namun bagi Muslim, pertanyaan ini penting sebab ia juga berkelindan dengan aspek kenabian Muhammad SAW.
Dalam Islam saat mengikrarkan Laa Ilaaha Illallaah Muhammadun Rasulullaah, kita menghubungkan keduanya secara bersamaan, kepercayaan pada Allah di satu sisi dan keyakinan kepada Nabi Muhammad SAW di sisi lain. Keduanya berjalan beriringan. Lalu, mengapa penting kita mengembangkan keterikatan yang erat dengan Nabi Mohammad?
Pertama dari sudut pandang logika. Bagaimana mendapatkan informasi lokasi yang jauh di mana kita tidak memiliki kesempatan untuk mengamati sesuatu secara langsung? Dalam situasi ini kita mengandalkan informan yang terpercaya. Informan yang dapat diandalkan akan menginformasikan kita berita dari China, Australia, atau dari berbagai belahan dunia lainnya. Namun, bagaimana kita mendapatkan berita tentang kehidupan selanjutnya, yakni kehidupan setelah mati? Dalam Perjanjian Baru disebutkan bahwa kalaupun seseorang kembali dari kematian dan memberikan kesaksian, orang-orang tetap tidak akan percaya pada pesan yang datang melalui Nabi Musa.
Intinya adalah bahwa kita perlu mendapatkan berita melalui informan yang kredibel. Dalam konteks Islam, para nabi seperti Musa dan yang lainnya adalah sumber yang terpercaya. Para nabi dan rasul menyampaikan ajaran Tuhan tentang apa dan bagaimana kita seharusnya menjalani kehidupan di dunia dan bersiap mengadapi kematian. Tentu saja juga mencakup seluruh pertanyaan tentang keberadaan surga, neraka dan lain-lain.
Nabi Muhammad memenuhi peran sebagai nabi penutup. Sebagai Muslim kita tidak hanya mengikuti Nabi Muhammad tetapi juga mengembangkan hubungan dekat beliau. Lalu, apa yang dikatakan Al-Qur`an agar kita mengikuti Nabi Muhammad SAW?
Nabi Muhammad dekat dengan orang-orang Mukmin melebihi kedekatan mereka dengan diri mereka sendiri. Allah berfirman, “Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka” (QS 33: 6). Artinya jika seorang Mukmin ada di hadapan Nabi Muhammad, dia menginginkan keselamatan Nabi, bahkan di atas dirinya sendiri. Kita mencintai Nabi melebihi kita mencintai diri kita sendiri. Ini adalah perintah yang sulit, namun seruan yang agung.
Para sahabat yang hidup bersama beliau telah menunjukkan kesetiaan mereka kepada Nabi SAW. Lalu bagaimana dengan kita yang hidup 1400 tahun setelah beliau. Bagaimana caranya menumbuhkan keterikatan dengan sosok yang tidak terlihat, tidak berada di sini di hadapan kita? Salah satu caranya adalah dengan mengikuti ajarannya.
Al-Qur`an menyatakan, “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad)” (QS 4: 59). Bahkan pada surah yang sama pada ayat 80 redaksinya agar kita ‘hanya’ mematuhi Nabi Muhammad, tanpa menyebutkan kepatuhan kepada Tuhan dalam ayat ini, “Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah menaati Allah” (QS 4: 80). Mengapa? Karena siapa pun yang menaati rasul pada saat yang sama juga telah mematuhi Tuhan. Jadi, mengikuti nabi atau rasul secara tidak langsung mematuhi Allah. Dengan demikian, dengan mengikuti Rasulullah SAW, dengan meniru teladan baiknya, dengan mendengarkan ajarannya dan mengikuti bimbingannya, kita sebenarnya sedang menaati Allah.
Mengikuti Nabi Muhammad perlu dilakukan secara sadar. Semuanya tercermin dalam doa yang kita panjatkan, dalam puasa yang kita kerjakan, saat kita menunaikan ibadah haji atau umroh. Semua aktivitas ini terkait erat dengan teladan hidup Nabi Muhammad dan Al-Quran. Allah mengingatkan, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS 33: 21).
Nabi SAW adalah contoh terbaik bagi orang-orang yang berharap bertemu Allah dan ingin mengingat Allah. Kita bisa mulai dengan hal-hal kecil sepanjang hari yang akan mendekatkan kita kepada Nabi Muhammad. Seraya memuji Allah, seperti saat kita bangun pagi, kita mengucapkan Alhamdulillah. Ketika kita menyadari bahwa inilah yang menjadi sunnah Nabi SAW, maka dengan melakukan itu kita tidak hanya memuji Tuhan tetapi kita melakukannya sesuai dengan cara yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.
Ketika kita tidur di malam hari dan berucap Bismika allahumma amutu wa ahya (Dengan nama-Mu, ya Allah, aku mati dan aku hidup). Ini seperti diriwayatkan sebagai Sunnah Nabi. Jadi kita memuji Allah, menaruh kepercayaan kepada Allah, dan pada saat yang sama mengikuti Nabi Muhammad SAW. Inilah yang akan membawa kita semakin dekat, menciptakan keterikatan dan cinta kepada Nabi Muhammad SAW. Semoga Allah memudahkan dan menumbuhkan rasa cinta kita kepada Rasulullah Muhammad SAW.